NOTE : Bagi yang bingung dengan isi cerita, alur, dan juga tokoh2 didalamnya, disarankan untuk membaca "IF LOVE" terlebih dulu...Terima Kasih❤❤❤
Arvina dan Arzena adalah sepasang gadis kembar, putri kembar Darvin Anthony dan Zevina Austin Anthony. Dua gadis kembar dengan wajah identik namun memiliki karakter, sikap, dan pandangan hidup berbeda.
Dave Alexon, seorang gangster kejam yang terkenal di Australia dan sudah kebal hukum. Ia selalu mampu lepas dari jerat hukum hingga para Polisi dan aparat hukum sudah malas berurusan dengan nya.
Dave pernah bertekad untuk membalas dendam pada Arvina karena sudah menampar nya saat mereka masih bersekolah di PAUD. Namun kemudian dendam tersebut seketika berubah menjadi tekad untuk memiliki Arvina saat dewasa nanti.
Akankah Dave berhasil mendapatkan Arvina?
Yukzz ikuti kisah mereka..
WARNING : KONTEN DEWASA!!!
ADEGAN KEKERASAN TIDAK UNTUK DITIRU!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZmLing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nona Lingerie
"Drick, aku ingin kau perintahkan bawahan mu untuk memantau bocah lemah itu." Titah Dave melalui sambungan telepon.
Saat ini ia sedang berkutat didapur untuk menyiapkan makanan untuk Arvina dan Arzena.
Bagaimanapun Dave merasa harus bertanggung jawab karena sedikit banyak, semua terjadi akibat ulahnya.
"Untuk apa lagi memantau nya Tuan? Bukankah kedua gadis mu itu sudah kau amankan?" Tanya Drick terkekeh.
"Gadis ku hanya satu dan hanya Arvina. Jangan banyak bicara! Lakukan saja perintah ku dan kerjakan dengan baik!" Titah Dave dan langsung mematikan panggilan secara sepihak.
Dave kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Arvina dari belakangnya.
"Memasak makanan untuk kalian." Jawab Dave tersenyum namun Arvina menatap benci padanya.
"Biar aku saja. Aku tidak mau kalau kau sampai memasukkan racun yang akan membuatku dan adikku tunduk padamu." Ketus Arvina merebut pisau yang dipegang oleh Dave.
"Kenapa wanita ini jadi kasar sekali?" Gumam Dave tersenyum.
"Aku bahkan lupa kalau aku bukan gadis lagi." Gerutu Arvina sambil memotong kasar sayuran di depannya.
"Astaga, hati-hati sayang! Tanganmu bisa terluka jika memotong seperti itu." Dave mengomeli wanitanya itu.
"Terserah. Bahkan aku mati pun tidak masalah karena itu maumu." Ketus Arvina.
Dave membalikkan tubuh Arvina menghadapnya dan menatap tajam manik teduhnya yang kini di penuhi rasa benci dan rasa sakit.
"Aku tidak akan pernah mengijinkan mu untuk meninggalkanku, bahkan mati sekalipun." Ucap Dave datar namun sangat menusuk dan menakutkan.
Dave mengambil alih pisau dari tangan Arvina.
"Kau duduk saja. Aku yang akan memasak." Titah Dave.
Arvina memilih pergi dari hadapan Dave dan kembali ke kamar Arzena.
#####
"Maafkan aku Zena. Demi membantuku, kau malah jadi menderita seperti ini." Ucap Arvina mengelus kepala kembarannya.
"Mom, Dad." Arzena mengigau.
"Aku tahu, kau pasti juga merindukan mereka. Tapi saat ini kita belum bisa bertemu mereka. Terutama dirimu, kau harus sembuh dan sehat dulu." Ucap Arvina lagi.
"Em.." Arzena sedikit menggeliat dan membuka perlahan matanya.
"Twins." Arzena langsung memeluk kakaknya.
"Aku disini. Jangan takut." Ucap Arvina mengusap pundak adiknya.
"Aku takut. Si miskin itu menjadikan ku budak nafsu nya." Arzena menangis terisak.
Untuk pertama kalinya Arvina melihat sisi rapuh adiknya yang ia tahu adalah nakal dan berandal.
"Maafkan aku. Aku yang bersalah." Pinta Arvina merasa bersalah.
"Kau tidak salah. Aku tulus membantumu. Tapi dia yang tidak tahu diri." Gerutu Arzena.
"Sudah, jangan menangis lagi. Setidaknya kita aman sekarang, walaupun aku ... sudah jangan menangis lagi." Ucap Arvina melewati kalimat yang ingin ia ucapkan.
"Kau kenapa? Apa Dave juga menyakitimu setelah membawamu pulang?" Tanya Arzena melepaskan pelukannya dari kakaknya.
Arvina hanya menggeleng dan mencoba tersenyum namun matanya tidak bisa berbohong.
"Dasar sialan. Kedua pria itu sama saja. Sama-sama banci." Ketus Arzena mengepalkan tangannya kuat.
"Siapa yang kau katakan banci, Nona lingerie?" Tanya Dave yang masuk sambil membawa nampan berisi makanan diatasnya.
"Kau, banci." Ucap Arzena menekan setiap katanya.
Dave terdiam dan menatap tajam pada Arzena.
"Apa? Apa aku salah? Kau memang banci. Kau tahu kenapa kau itu banci? Kau hanya bisa menggunakan kekerasan bahkan untuk seorang perempuan lembut seperti kakakku. Kau pria yang tidak punya hati. Tidak pantas untuk dicintai siapapun. Kau bahkan lebih banci dari seorang banci sungguhan. Aku tidak masalah kau menghinaku dan merendahkanku karena aku memang begitu, tapi tidak dengan kakakku. Kau bahkan tidak berniat untuk mencari tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi dan langsung mengambil asumsi tersendiri hingga menyakiti kakakku. Maka dari itu, kau adalah banci. Pria berotot namun bertulang lunak." Celoteh Arzena panjang lebar.
Dave tersulut emosi. Ia mendekati Arzena dan mengangkat tangannya hendak menampar Arzena, namun Arvina menangkis tangannya.
"Cukup Dave! Semua yang dikatakan adikku memang benar. Aku bahkan belum sempat mengatakan apapun malam itu, tapi kau sudah membuat asumsi sendiri dan melakukan apa yang ingin kau lakukan semaumu. Aku tegaskan Dave, jika kau tidak ingin kebencian ku terhadap mu semakin besar, maka jangan pernah menyentuh adikku walau hanya seujung kuku." Titah Arvina membuat Dave mengurungkan niatnya.
Rasanya saat ini kemarahan seorang Arvina membuat nyali batu Dave menciut seketika.
Dave berbalik badan dan keluar dari kamar Arzena tanpa berkata apapun.
Hatinya sakit dan dihantam rasa bersalah, walau Arzena belum mengatakan secara jelas apa yang terjadi namun Dave sudah dapat memprediksi nya.
Ia berjalan hingga masuk ke dalam ruangan fitness pribadinya.
Dave melepaskan kaos yang membungkus tubuh atletis nya. Kemudian ia memasang sarung tangan pada kedua tangannya.
Buukk Buukk
Dave meninju samsak di dalam ruangan fitness nya dengan brutal untuk meluapkan segala amarahnya.
"Bodoh! Kau bodoh Dave! Kau menghakimi perempuan baik seperti Arvina hanya karena keegoisan mu. Kau bajingan! Kau sungguh tak pantas untuk dicintai. Kau tak pantas untuk mendapatkan cinta dari siapapun." Gerutu Dave meluap setiap kemarahannya.
"Argghhh.." Erang Dave frustasi.
Ia kemudian mengambil sebuah tongkat besi dari dekat pintu.
BRANGG
Dave memukulkan tongkat besi tersebut pada deretan kaca yang menghiasi ruangan fitness nya hingga menimbulkan suara gaduh dari pecahan kaca.
Bunyi gaduh tersebut terdengar sampai dikamar Arzena, membuat mereka sama-sama tersentak kaget.
"Dave." Gumam Arvina khawatir.
Ia bangkit dari duduknya dan hendak keluar, namun Arzena menahannya.
"No twins. Kau bisa bahaya." Ucap Arzena mencegah Arvina untuk mencari Dave.
"Percaya padaku." Ucap Arvina yakin dan menatap dalam mata kembarannya.
Arvina melepas tangan Arzena secara lembut dan langsung berlari keluar dari kamar Arzena.
Arvina berpapasan dengan Amy saat ditangga.
"Amy, dimana Dave?" Tanya Arvina khawatir.
"Diruang fitness nya Nona. Tapi alangkah baiknya jika Nona tidak mendekati Tuan saat ia sedang emosi." Jawab Amy sambil menunjuk pada ruangan yang dimaksud.
"Jangan khawatir." Ucap Arvina tersenyum pada Amy dan berlalu dari hadapan Amy.
"Semoga saja kau adalah orang yang bisa membawa cahaya untuk Tuan setelah Tuan besar." Gumam Amy.
Arvina secepat kilat berlari hingga sampai di ruangan fitness Dave.
Arvina membuka pintu ruangannya secara perlahan.
"Dave." Panggil Arvina, namun tidak tampak ada seseorang di dalam ruangan itu.
"Apa Amy salah?" Gumam Arvina bingung.
Ia hendak keluar lagi dari ruangan itu, namun seseorang menarik tangannya hingga masuk kedalam satu ruangan redup yang masih ada didalam ruang fitness itu.
Orang tersebut memeluk erat tubuh Arvina dengan tubuh gemetar.
"Dave, ada apa?" Tanya Arvina mengusap lembut punggung Dave.
Dave tidak menjawab dan hanya suara isakan yang berusaha ia tahan yang terdengar.
"Aku membutuhkan mu. Aku mohon jangan pergi. Aku membutuhkan mu." Ucap Dave akhirnya.
"Dave, aku ... em.. "
Dave membekap mulut Arvina dengan bibirnya, namun sangat lembut.
"Em.." Arvina memukuk dada Dave saat ia kesusahan bernafas.
"Maaf. Maafkan aku." Pinta Dave kembali memeluk erat Arvina.
"Aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku hanya mampu melihat cahay bersamamu. Tanpamu, aku sangat gelap." Ucap Dave sendu.
Arvina ragu dan tidak tahu harus menjawab apa.
Akhirnya ia memilih mengangguk, dan Dave tetap memeluknya dengan erat merasakan setiap kehangatan dan kenyamanan yang Arvina berikan padanya.
...~ TO BE CONTINUE ~...
######
BTW hari senin nih..barangkali ada yang mau ngasih Vote seikhlas nya..hehe