Terjerat Cinta Si Culun

Menghembuskan napas dalam, seraya menatap wanita paruhbaya itu, dan berusaha meredam amarahnya mengingat Celine adalah wanita yang sudah membesarkannya sejak kedua orangtuanya meninggal.

"Suka, atau tidak suka Bibi pada Ariana, dia tetap adalah istriku. Itulah kenyataan yang harus Bibi terima, sebab bagaimanapun dia adalah pendamping hidupku sekarang."

Raut wajah yang semula berseri, seketika memerah dan terlihat jelas kemarahan disana. "katakan pada Bibi, apakah wanita yang tidak jelas asal-usulnya itu telah mengadukan semuanya padamu?!" Dengan nada mulai meninggi, dari sebelumnya.

"Ariana tidak mengadukan apapun, padaku Bibi?! justru dia berusaha menutupi semuanya dariku. Dan kenapa Bibi menamparnya, apakah Ariana sudah melakukan kesalahan padamu?!"

Bangun dari duduknya, dengan raut wajah yang begitu memerah.

"Tentu wanita yang tidak jelas asal-usulnya, itu sudah melakukan kesalahan yang begitu besar padaku. Kesalahnnya adalah, karena sudah menjadi istrimu." Jawabnya, datar.

"Jadi itu, yang membuat Bibi begitu membencinya?! jadi apa yang Bibi inginkan, dariku?"

"Bibi ingin kau menceraikan dia, dan menikahi wanita lain. Dan kalau kau masih mencintai Clara, Bibi bisa mengatur agar kau dapat kembali bersamanya. Clara itu sangat cantik, dan juga pintar tidak seperti siculun itu, yang banyak kekuranganya."

Menghembuskan napas, dan beranjak dari duduknya.

"Aku akan kembali, kekamar." Dengan kembali melangkahkan kaki dari kamar itu, tapi seketika langkah itu terhenti saat Celine bersuara.

"kalau kau menyayangi Bibi?! Bibi mohon padamu menikahlah dengan wanita yang Bibi pilih, atau kembalilah pada Clara." Ucapnya, dengan suara parau.

Mendengar apa yang diinginkan Bibinya, Zain hanya menghembuskan napas, dan tanpa menjawab apa yang diinginkan Bibinya, pria itu kembali melanjutkan langkahnya keluar dari kamar itu.

Menyunggingkan senyuman yang nyaris tak terlhat, dan raut wajahnya terlihat jelas kekecewaan yang begitu besar pada keponakan kesayangannya itu.

"Bibi tidak menyangkah kau akan membantah ucapanku?! padahal sebelum kau menikahi wanita itu, apa yang Bibi inginkan kau selalu menurutinya Zain?!" Dengan raut wajah, yang terlihat begitu kecewa.

Melangkahkan kaki ditengah keheningan malam, melewati barisan anak tangga menuju lantai tiga kamarnya. Kegundahan begitu menyelimuti dirinya saat ini, atas keinginan Bibinya yang ingin dia menceraikan Ariana, dan menikah dengan wanita pilihannya.

Membuka pintu kamar, dan mendapati suasana remang-remang, yang hanya menyisahkan lampu tidur yang masih menerangi. Melangkan kaki menuju balkon kamar, dan apa yang terjadi hari ini begitu mengusik pikirannya, apalagi saat ini dia mengetahui Clara telah berpisah dengan mantan kekasihnya.

"Aku memang masih mencintainya, bahkan tak bisa dipungkiri perasaan itu masih ada, hingga saat ini. Terus apa yang aku rasakan pada Ariana, mengetahui Bibi menamparnya saja, aku sangat tidak terima, bukankah sseharusnya aku harus senang jika ada yang menyakitinya. sebab aku menikahinya hanya untuk membuat hidupnya menderita." Gumamnya, yang begitu diliputi tanda tanya.

"Tuan..?!" Panggil Ariana tiba-tiba, yang mengejutkan laki-laki tampan itu, dari lamunannya.

Berbalik, dan mendapati Ariana tengah menatapnya dari kejauhan.

Hembusan angin malama yang sedikit kencang, menerbangkan setiap helaian rambut yang sengaja dibiarkan tergerai, hingga menampakan bahu mulus itu. Tatapan matanya menatap gadis didepanya, dengan tatapan yang begitu dalam hingga membuat Ariana sedikit terganggu saat suaminya menatapnya, dengan tatapan tanpa berkedip sediktpun.

"Kenapa kau belum tidur, padahal ini sudah sangat malam." Bertanya dengan nada datar, dan tatapan yang begitu dalam.

"Aku belum mengantuk Tuan? ehh?! maksudku Sayang." Jawabnya, dengan raut wajah yang terlihat begitu gugup.

"Tapi aku merasa kau memang sengaja belum tidur, sebab kau masih menunggu hukuman dariku, iya kan?!" Dengan senyuman disudut, bibirnya.

Raut wajah Ariana seketika memerah, saat mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya. "Tidak Sayang? aku bahkan sudah melupakan hukuman itu."Jawabnya, dengan berusaha meyakinkan lelaki tampan itu.

"Tapi sayangnya, aku tidak melupakan hukuman untukmu." Jawabnya, yang membuat Ariana begitu terkejut.

Zain melangkahkan pelan, menghampiri istrinya hingga membuat wajah Ariana semakin terlihat pucat.

"Tuan, ehh maksudku Sayang, bisakah kita melakukan nanti saja? karena sekarang, aku sedang datang bulan." Pintanya dengan semakin memundurkan langkahnya, saat zain semakin mendekat.

Menyunggingkan senyuman disudut bibir, saat mendengar apa yang dikatakan oleh Ariana. "JIka kau ketahuan berbohong, maka aku akan menguncimu didalam gudang yang tidak aku beri penerangan, dan tentu juga tidak akan memberimu makan sama sekali."

Raut wajah Ariana seketika berubah pucat saat mendengarkan apa yang dikatakan oleh suaminya, membayangkan jika dirinya terkunci dalam gudang tanpa penerang, dan hanya sedikit cahaya yang menembus fentilasi udara, dan tidak diberi makan sama sekali. Dalam imajinasinya mulai membayangkan seperti yang terjadi difilm-film, membuatnya begitu ketakutan, hingga tanpa dia sadari suara teriakannya begitu menggelegar, seolah hal itu sudah terjadi padanya.

"TIdaaakkkk..?!"

Mengernyitkan dahinya, menatap penasaran istrinya.

"Kenapa kau berteriak, culun?! bahkan aku belum melakukan hal itu padamu."

"Sayang, maaf tadi aku salah bicara. Aku memang datang bulan, tapi sudah selesai kemarin. Dan kalau kau mau, kita bisa melakukannya sekarang juga." Jawabnya dengan menampilkan senyuman seindah mungkin, agar Zain luluh.

Tersenyum kecil saat mendengar, jawaban istrinya yang berakhir menjadi tawa yang begitu menggelegar.

"(Siculun ini sangatlah bodoh, bahkan aku baru membohonginya dengan berpura-pura menakutinya saja, dia sudah percaya dan menyerakan dirinya tanpa paksaan.)" Bathinnya, dengan seringai jahat diwajahnya.

"Tentu saja kita akan melakukan itu, sekarang juga. Karena bagaimanapun, kau adalah istriku." Dengan melangkahkan kaki menghampiri Ariana, dan menggendongnya, yang membuat wanita itu begitu terkejut dengan apa yang dilakukan Zain.