Jangan lupa follow Author yaaaaa!!!!!!!
Hidup Kayla yang awalnya begitu tenang berubah ketika Ayahnya menjodohkannya dengan seorang pria yang begitu dingin, cuek dan disiplin. Baru satu hari menikah, sang suami sudah pergi karena ada pekerjaan mendesak.
Setelah dua bulan, Kayla pun harus melaksanakan koas di kota kelahirannya, ketika Kayla tengah bertugas tiba-tiba ia bertemu dengan pria yang sudah sah menjadi suaminya tengah mengobati pasien di rumah sakit tempat Kayla bertugas.
Bagaimana kelanjutannya? Bagaimana reaksi Kayla ketika melihat suaminya adalah Dokter di rumah sakit tempatnya bertugas? Apa penjelasan yang diberikan sang suami pada Kayla?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter Muda Kayla!
Keheningan menyelimuti ruang tamu selama beberapa saat, Kayla menunduk dan meremas ujung kaosnya sambil berusaha mengatur detak jantungnya yang masih maraton.
Di sisi lain, Arthur tampak begitu tenang bahkan terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja memberikan c*uman pertama yang mendebarkan.
"Mas, kok Mas biasa aja sih?" tanya Kayla pelan, suaranya nyaris berbisik.
"Maksudnya?" tanya Arthur.
"Maksudku, Mas nggak merasa canggung atau gimana gitu?" tanya Kayla.
Arthur menaikkan sebelah alisnya, ia menyandarkan punggungnya ke sofa dengan santai. "Canggung untuk apa? Menc*um istri sendiri bukan sebuah tindak pidana, Kayla. Itu hal yang wajar dalam pernikahan," jawab Arthur.
Kayla mengerucutkan bibirnya, jawaban logis Arthur selalu saja berhasil membuatnya merasa kalah. Namun, keberanian yang baru saja ia dapatkan dari c*uman tadi membuat Kayla ingin menanyakan satu hal lagi yang mengganjal di hatinya.
"Tapi kalau Mas memang Mas suka aku, kenapa pas di rumah sakit Mas hobi banget marah-marah sama aku? Mas dingin banget, nggak ada lembut-lembutnya dan kadang aku merasa kalau Mas itu benci banget sama aku sampai Mas nggak kasih aku celah sedikit pun buat bernapas," tanya Kayla.
Arthur terdiam dan menatap Kayla dengan tatapan serius, bukan lagi tatapan menggoda, ia menarik napas panjang sebelum menjawab. "Kayla, rumah sakit adalah medan tempur, satu kesalahan kecil di sana bisa merenggut nyawa orang lain. Jika aku bersikap lembut saat kamu melakukan kesalahan, kamu tidak akan pernah belajar arti dari tanggung jawab seorang Dokter," ucap Arthur dengan nada berwibawa.
"Tapi Mas juga nggak perlu sekasar itu kan? Mas panggil aku koas ceroboh, Mas permalukan aku di depan perawat...," ucapan Kayla terhenti lantaran Arthur yang bersuara.
"Itu caraku melindungimu," potong Arthur tegas.
"Melindungi? tapi aku gak merasa dilindungi," ucap Kayla.
"Dengarkan aku Kayla, dunia medis itu kejam terutama untuk orang yang punya relasi khusus. Kalau aku memperlakukanmu dengan istimewa, rekan-rekanmu akan menganggapmu lemah dan hanya mengandalkan aku, aku ingin saat kamu lulus nanti dan orang-orang mengakuimu karena kompetensimu, bukan karena kamu istriku," ucap Arthur.
"Jadi, Mas marah-marah itu bukan karena Mas benci aku?" tanya Kayla memastikan.
Arthur mendengus pelan, hampir menyerupai tawa kecil yang jarang terdengar. "Kalau aku membencimu, aku tidak akan membuang waktuku untuk mengajarimu prosedur bedah sampai malam, jadi sekarang berhenti berpikir yang aneh-aneh," ucap Arthur.
Pagi harinya, suasana hangat di apartemen semalam seolah menguap tanpa bekas, begitu mereka menginjakkan kaki di parkiran rumah sakit, Arthur kembali mengenakan topeng dinginnya. Arthur berjalan lebih dulu dengan langkah tegap tanpa menoleh sedikit pun ke arah Kayla, meninggalkan istrinya yang masih sibuk merapikan tas.
Di stasi perawat, ketegangan mulai terasa, Arthur sedang meninjau grafik pasien dengan wajah yang sangat kaku.
"Dokter Muda Kayla!" panggil Arthur lantang hingga suaranya menggema di lorong.
Kayla yang baru saja sampai buru-buru mendekat, "I-iya, Dok?" balas Kayla.
"Kenapa laporan perkembangan pasien di kamar 402 belum ada di meja saya? Saya sudah katakan jam tujuh tepat semua laporan harus siap, kamu mau pasien ini terlambat mendapatkan dosis obatnya karena kecerobohanmu?" semprot Arthur tanpa ampun di depan tiga perawat dan dua residen senior
Kayla tertegun dan menatap wajah Arthur mencari sisa-sisa kelembutan pria yang semalam menc*umnya, namun tidak ada. Mata Arthur sedingin es, seolah-olah kejadian di sofa apartemen semalam hanyalah mimpi belaka.
"Maaf, Dok. Tadi malam saya...," ucapan Kayla terhenti lantaran Arthur bersuara.
"Saya tidak butuh alasan, kerjakan sekarang atau kamu keluar dari stase ini," potong Arthur tajam sebelum berbalik pergi menuju ruang poli.
Kayla menghela napas panjang, hatinya terasa sesak, 'Itu beneran Mas Arthur yang kemarin menc*umku, sekarang kok kayak musuhku gini ya,' batin Kayla kesal.
Kayla sendiri hampir tidak percaya pria yaang tadi memarahinya adalah orang yang sama yang semalam mengatakan tidak akan berpaling ke wanita lain.
Karin yang sejak tadi berdiri tidak jauh dari stasi perawat menyaksikan seluruh kejadian itu dengan senyum tipis yang tersembunyi, melihat Kayla dimarahi habis-habisan oleh Arthur memberikan kepuasan tersendiri baginya, namun ia sadar bahwa ia butuh informasi lebih dalam tentang kebiasaan Arthur jika ingin menaklukkan pria itu.
Karin pun melangkah mendekat saat Arthur sudah menghilang di balik pintu ruang poli, ia memasang wajah prihatin dan menyentuh bahu Kayla dengan lembut.
"Sabar ya, Kayla. Dokter Arthur memang terkenal perfeksionis dan sedikit kasar kalau soal kedisiplinan," ucap Karin dengan nada yang dibuat seolah-olah menyemangati.
Kayla mendongak dan berusaha menyembunyikan matanya yang mulai memanas. "Iya, Dok. Saya yang salah karena kurang cepat," ucap Kayla.
"Jangan diambil hati, oh ya mending sekarang kamu selesaikan laporan itu, nanti saya temani minum kopi di kantin saat jam istirahat. Sata ingin tanya-tanya sedikit soal jadwal bimbingan Dokter Arthur, siapa tahu aku bisa bantu memediasi kalian agar dia tidak terlalu keras padamu," ajak Karin dengan senyum manis yang penuh muslihat.
Siang harinya, meski merasa enggan, Kayla terpaksa memenuhi ajakan Karin karena tidak enak untuk menolaknya.
"Kayla, kamu kan sudah cukup lama bimbingan sama Dokter Arthur. Selain galak, dia itu orangnya seperti apa sih kalau di luar jam operasi? Apa dia pernah cerita punya seseorang yang spesial? Atau mungkin tunangan?" tanya Karin sambil mengaduk jusnya dan matanya menatap Kayla dengan tajam namun tetap terlihat santai.
Kayla yang mendengar pertanyaan Karin pun nyaris tersedak air minumnya, ia berusaha tetap tenang agar rahasianya tidak terbongkar. "E-eh, saya juga kurang tahu, Dok. Dokter Arthur sangat tertutup, dia jarang bicara hal pribadi, isinya cuma urusan medis, jurnal dan ya marah-marah seperti tadi pagi," jawab Kayla.
"Masa sih? Tidak ada wanita yang pernah datang mencarinya? Atau mungkin dia sering menerima telepon dari seseorang?" tanya Karin.
"Setahu saya tidak ada, Dok. Dokter Arthur benar-benar gila kerja," jawab Kayla.
Karin menghela napas, tampak sedikit kecewa namun tidak menyerah. "Sayang sekali ya pria sehebat Dokter Arthur hidupnya terlalu kaku. Tapi tenang saja, saya akan mencoba mencairkan gunung es itu. Menurutmu, Dokter Arthur suka tipe wanita yang seperti apa?" tanya Karin.
Kayla merasa dadanya sesak, rasanya ingin sekali ia berteriak bahwa Arthur itu menyukai wanita yang bisa memasak nasi goreng dan tinggal bersamanya di apartemen, namun anehnya Kayla justru menjawab hal yang tidak masuk akal.
"Mungkin tipe yang pintar seperti Dokter Karin," jawab Kayla.
'Bodoh! Kenapa aku malah jawab kayak gitu?' batin Kayla.
.
.
.
Bersambung.....