Hidup Naura yang sudah menderita itu, semakin menderita setelah Jessica anak dari Bibinya yang tidak sengaja menjebak Naura dengan seorang pria yang dikenal sebagai seorang preman karena tubuhnya yang penuh dengan tato, berbadan kekar dan juga wajah dingin dan tegas yang begitu menakutkan bagi warga, Naura dan pria itu tertangkap basah berduaan di gubuk hingga mereka pun dinikahkan secara paksa.
Bagaimana kelanjutannya? siapakah pria tersebut? apakah pria itu memang seorang preman atau ada identitas lain dari pria itu? apakah pernikahan mereka bisa bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Ini?
Pagi menyapa desa dengan udara sejuk dan suara ayam berkokok, sinar matahari pagi menembus celah-celah jendela kamar, membangunkan Naura.
Naura mengerjapkan mata, butuh beberapa saat baginya untuk menyadari sepenuhnya di mana ia berada, Naura tersenyum tipis ketika mengingat apa yang baru saja terjadi padanya. Ini adalah pagi yang berbeda, karena malam tadi keintiman telah menghapus semua batas canggung yang selama ini Aiden dan Naura pelihara.
Naura menoleh ke samping, di mana Aiden masih tertidur lelap, wajah tampannya terlihat damai tanpa ekspresi tegang yang sering ia tunjukkan saat melamun. Naura menggeser tubuhnya, mengagumi garis rahang suaminya dan bulu mata yang panjang, ia menyentuh lengan Aiden, merasakan kehangatan dan kekokohan yang memberinya rasa aman.
Meskipun pernikahan mereka dimulai dari keterpaksaan, kini Naura merasa sepenuhnya dimiliki dan ia pun akan berusaha menerima takdir yang sudah berjalan ini, meski ia belum tahu banyak tentang kehidupan Aiden.
Aiden bergerak pelan, lalu membuka matanya, ia menangkap basah Naura sedang memperhatikannya, senyum lembut yang jarang sekali ia tunjukkan terukir di bibirnya.
"Selamat pagi, istriku," sapa Aiden, suaranya parau dan dalam, membuat Naura salah tingkah.
"Pagi, Mas," jawab Naura, wajahnya merona malu.
Aiden menarik Naura mendekat, memeluknya erat. "Terima kasih," bisiknya.
Naura membalas pelukan itu. "Sama-sama, Mas."
Mereka menikmati keheningan pagi yang intim itu sejenak, sebelum akhirnya Naura teringat pada tugasnya.
"Mas, aku harus bangun. Hari sudah pagi, aku harus menyiapkan sarapan buat kamu," kata Naura dan mencoba bangkit.
Aiden menahan pinggangnya, "Sebentar lagi, aku masih ingin seperti ini," ujarnya.
"Nanti keburu siang, Mas. Kamu kan mau ke kebun hari ini," Naura mengingatkan.
Mendengar kata kebun, ekspresi Aiden sedikit berubah. Kenyataan kembali menyerbu pikirannya, tugas dan tanggung jawab di kota menantinya. Ia harus pergi dan itu berarti ia harus segera mempersiapkan Naura untuk kejutan besar dalam hidup mereka.
Aiden akhirnya melepaskan Naura, "Baiklah, kalau begitu, aku mandi dulu," ucap Aiden dan mengecup kening Naura sekilas sebelum bangkit.
Beberapa saat kemudian, Aiden selesai mandi dan bersiap-siap lalu ia pun sarapan dan setelah sarapan, Aiden duduk di teras vila sebelum pergi ke kebun. Sedangkan, Naura tengah sibuk mencuci piring di dapur, Aiden mengambil ponselnya yang sudah ia atur dalam mode senyap dan ada beberapa pesan dari Fandy sejak tadi.
Tuan, Tuan Robert bergerak cepat, dia akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa besok sore. Dia akan mencoba memenangkan suara pemegang saham kecil untuk melengserkan Tuan Besar.
Aiden mengepalkan tangan, 'Besok? Ini lebih cepat dari perkiraanku, aku tidak punya waktu lagi,' batin Aiden.
^^^Aku terbang malam ini, amankan semua berkas, jangan biarkan rapat itu terjadi tanpa kehadiranku.^^^
Aiden meletakkan ponselnya. Kini, ia harus menghadapi Naura. Aiden bingung bagaimana ia harus menjelaskan semuanya dan yang lebih sulit, bagaimana ia harus mengungkapkan identitasnya.
Naura keluar dari dapur, membawa dua cangkir teh hangat untuk mereka, ia duduk di sebelah Aiden.
"Mas, tumben kamu gak langsung pergi ke tempat Juragan Adit?" tanya Naura.
Aiden menatap Naura, matanya dipenuhi keraguan, ia meraih tangan Naura. "Naura, aku harus jujur padamu. Ada hal penting yang harus aku lakukan di luar kota," kata Aiden.
"Di luar kota? Ada pekerjaan dari Juragan Adit lagi, Mas?" tanya Naura.
Aiden menghela napas, "Bukan, ini bukan pekerjaan dari Juragan Adit. Naura... aku harus pergi malam ini. Tapi, aku pergi tidak sendiri, aku akan bawa kamu juga, kita akan pindah ke kota," ucap Aiden.
"Malam ini? Kenapa mendadak sekali, Mas? Memangnya mau pergi kemana?" tanya Naura.
"Aku harus kembali ke kota asalku, Naura. Ada masalah besar di sana yang harus aku selesaikan. Dan aku... aku tidak bisa pergi sendirian, kamu adalah istriku dan kemanapun aku pergi, aku mau kamu ikut aku," ucap Aiden dengan menatap dalam-dalam mata Naura dan memegang kedua tangan sang istri yang masih terkejut dan bingung.
Melihat ketegasan dan kepanikan samar di mata Aiden, Naura tidak bisa menolak. Terlebih lagi, setelah keintiman mereka tadi malam, ia merasa ikatan mereka semakin kuat. Ke mana pun suaminya pergi, ia harus ikut.
"Baiklah, Mas. Aku ikut, tapi... kita akan tinggal di mana di kota? Apakah Mas sudah menyiapkan tempat?" tanya Naura.
"Kamu tidak perlu khawatir tentang itu, aku punya tempat tinggal yang sudah lama kosong. Tempat yang sangat layak untuk kita tempati, Naura," kata Aiden, merujuk pada rumah mewahnya di kota yang sudah lama ia tinggalkan.
"Kalau begitu, aku harus berkemas. Kita mau bawa apa saja, Mas?" tanya Naura.
"Bawa yang penting-penting saja, Naura. Pakaian dan barang-barang pribadimu. Sisanya, kita bisa beli di sana," jawab Aiden dan diangguki Naura.
"Tapi, untuk rumahku gimana, Mas?" tanya Naura.
"Kamu tenang saja, meskipun kita akan pindah le kota, tapi aku bakal renovasi rumah itu," jawab Aiden.
"Tapi, renovasi rumah itu butuh biaya yang gak sedikit, Mas. Jadi, kayaknya gak usah di renovasi deh," ucap Naura.
"Aku ada uang buat renovasi, aku juga sudah minta temanku untuk mengurusnya," ucap Aiden.
"Beneran Mas?" tanya Naura dengan begitu antusias.
"Iya, jadi nanti kalau ada waktu, kita bisa pulang kesini dan tinggal di rumah kamu," ucap Aiden dan diangguki Naura.
Setelah itu, Naura pun segera berkemas, sedangkan Aiden berada di halaman untuk menghubungi Fandy.
^^^[Fandy, aku dan Naura akan tiba di Bandara jam 2 pagi. Kirimkan mobil pribadi, bukan mobil perusahaan. Jangan biarkan siapapun tahu aku datang dan yang terpenting, pastikan rumah utama sudah siap]^^^
[Baik, Tuan. Saya mengerti, mobil dan supir tepercaya sudah menunggu]
Pukul sebelas malam, Naura sudah siap dengan koper di tangan, ia sedih meninggalkan desa yang menjadi tempat kelahirannya itu.
"Mas, kita pergi naik apa? Mobil Juragan Adit?" tanya Naura saat mereka keluar dari vila.
Aiden tersenyum misterius, "Nanti kamu akan tau, Naura. Untuk perjalanan jauh ke kota. Ayo," ucap Aiden.
Di luar gerbang, sebuah mobil sedan hitam mengkilap yang elegan dan mahal sudah menunggu, Naura terkesima melihat kemewahan mobil itu, itu jelas bukan mobil desa biasa.
"Ini... mobil siapa, Mas?" tanya Naura.
"Punyaku," jawab Aiden.
"Hah! maksudnya?" tanya Naura.
"Nanti kamu akan tau, ayo kita berangkat," ajak Aiden.
Saat mobil itu melaju kencang meninggalkan desa menuju jalan tol ke bandara, Naura hanya bisa menatap kegelapan di luar jendela, memeluk koper kecilnya dan memegang tangan Aiden.
Naura merasa seperti akan melangkah ke dalam mimpi yang menakutkan, sepenuhnya tidak menyadari bahwa ia baru saja meninggalkan identitasnya sebagai istri anak buah Juragan Adit untuk memasuki dunia gemerlap sebagai Nyonya Andrean yang sesungguhnya.
.
.
.
Bersambung.....