Satu tubuh, dua jiwa. Satu manusia biasa… dan satu roh dewa yang terkurung selama ribuan tahun.
Saat Yanzhi hanya menjalankan tugas dari tetua klannya untuk mencari tanaman langka, ia tak sengaja memicu takdir yang tak pernah ia bayangkan.
Sebuah segel kuno yang seharusnya tak pernah disentuh, terbuka di hadapannya. Dalam sekejap, roh seorang dewa yang telah tertidur selama berabad-abad memasuki tubuhnya. Hidupnya pun tak lagi sama.
Suara asing mulai bergema di pikirannya. Kekuatan yang bukan miliknya perlahan bangkit. Dan batas antara dirinya dan sang dewa mulai mengabur.
Di tengah konflik antar sekte, rahasia masa lalu, dan perasaan yang tumbuh antara manusia dan dewa… mampukah Yanzhi mempertahankan jiwanya sendiri?
Atau justru… ia akan menjadi bagian dari sang dewa selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cencenz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Aura yang Tercium
Saat mereka tiba, aula utama sudah kacau.
Puluhan murid berkerumun.
Beberapa tetua berdiri dengan wajah gelap.
Dan di tengahnya, Wei Ren.
Ia berpura-pura tampak takut, namun ada senyum tipis yang tidak bisa ia sembunyikan.
"Tepat seperti waktunya," gumam Han Ye.
Tetua Nian berdiri di depan kerumunan, wajahnya cemas.
"Tetua Fan masih belum ditemukan! Selain itu, seorang penjaga ditemukan pingsan dengan luka aneh—"
Wei Ren menyela dengan suara keras, matanya melirik Yanzhi dengan teaterikal.
"Dan siapa murid terakhir yang terlihat dekat ruang penyimpanan sebelum Tetua Fan hilang?"
Seluruh murid menoleh pada Yanzhi.
Bisik-bisik langsung meledak.
"Itu dia…"
"Dia yang diselidiki kemarin…"
"Dia mungkin yang menyerang penjaga tadi…"
"Sungguh jahat…"
Yi langsung memucat. "Persis seperti rencananya…"
Wei Ren melipat tangan, berpura-pura berat hati.
"Aku tahu ini sulit dipercaya… tapi aku melihat Yanzhi keluar dari lorong tempat aura gelap itu pertama muncul. Dan penjaga yang diserang… ditemukan tak jauh dari sana."
Mata Han Ye membara. "Brengsek…"
Tetua Nian mengangkat tangan, mencoba menenangkan.
"Yanzhi. Ada banyak pertanyaan yang perlu kau jawab. Kami menemukan—"
Sebelum ia selesai bicara—
BOOM!
Cahaya ungu meledak di bagian atas aula.
Semua orang menjerit.
Dan sosok murid penjaga yang tadi dirasuki muncul di pilar tinggi, tubuhnya kaku seperti boneka digerakkan.
Mulutnya terbuka.
"Aura itu… dari anak itu."
Makhluk itu menunjuk langsung ke Yanzhi.
Hening mematikan.
Semua mata kini penuh tuduhan.
Wei Ren tersenyum samar.
Yanzhi mengepal.
Itu bukan sekadar ingin menjebak.
Itu skenario buatan Wei Ren dan Tetua Fan.
Tetua Fan tidak hilang. Ia menyembunyikan diri untuk memperkuat tuduhan.
Han Ye maju setengah langkah. "Yang bicara itu bukan murid! Itu dirasuki! Energinya—"
"Tapi energinya menuduh Yanzhi," potong salah satu tetua tua, tatapannya tajam dan tidak bersahabat.
"Kalau begitu," Wei Ren mengangkat suaranya,
"kita tangkap dia dulu. Baru kita selidiki."
Yi menarik lengan Yanzhi, panik.
"Jangan! Itu jebakan! Kau akan diisolasi, mereka bisa membuat bukti apa pun!"
Yanzhi tahu.
Dan itu jawaban yang diinginkan Wei Ren sejak awal.
Tetua lain mulai bergerak maju.
Han Ye langsung berdiri di depan Yanzhi.
"Siapa pun yang menyentuh dia… harus melewati aku dulu."
Kerumunan berguncang.
Wei Ren mendongak, suaranya dingin.
"Han Ye… kau benar-benar mau melawan tetua sekte untuk membela seorang murid yang bahkan kau tidak tahu asal kekuatannya?"
Han Ye tersenyum tanpa humor.
"Aku tidak suka fitnah."
Makhluk ber-mata ungu itu tertawa kecil dari pilar.
"Hanya awal… dari kekacauan malam ini."
Dan tepat saat itu—
Aura baru muncul.
Gelombang dingin, datang dari arah pintu timur.
Yi membelalakkan mata.
"Tidak… itu aura kedua!"
Han Ye menegang.
"Mereka memecah perhatian kita."
Di saat itu—
suara lain terdengar di dalam kepala Yanzhi.
Dalam, bergemuruh halus seperti bara yang ditahan.
"Jangan panik, bocah. Itu bukan kekuatan mereka. Itu… umpan kedua."
Yanzhi mengejap kecil, namun wajahnya tetap datar.
Roh itu akhirnya bicara lagi setelah diam cukup lama.
"Mereka ingin menciptakan ilusi ancaman besar agar tuduhan padamu tampak masuk akal. Dan anak licik itu… Wei Ren… dia tahu benar bagaimana pikiran manusia bekerja."
Yanzhi menggenggam jarinya erat, hanya sedikit, agar tidak mencolok.
Wei Ren masih berbicara dengan para tetua, menyusun skenario.
Roh itu menatapnya dari dalam, seperti membaca niat seseorang hanya dari kilauan aura.
"Lihat ekspresinya… dia percaya semuanya berjalan sesuai rencana. Itu berarti ada orang yang memberikan bayangan Pelahap Inti padanya."
Yanzhi menahan napas.
Apa maksudnya ada orang yang memberi? Pelahap Inti harusnya makhluk liar…
"Jangan bertanya sekarang."
Suara roh mengeras sedikit.
"Fokus pada napasmu. Jangan biarkan aura-ku keluar. Sekali saja bocor, mereka akan menangkapmu bukan sebagai tersangka… tapi sebagai ancaman."
Panas kecil di tubuh Yanzhi semakin sulit ditahan.
Makhluk ber-mata ungu itu di pilar melirik ke arah Yanzhi, seolah mencoba membaca aura.
Dan roh di tubuh Yanzhi mendesis pelan—
"Dasar makhluk rakus. Ia menciumku… tapi ia tidak memahami apa yang dihadapinya."
"Jangan buat kontak mata dengannya."
Yanzhi mengalihkan pandangan segera.
Yi dan Han Ye tentu tidak tahu apa yang terjadi, hanya melihat Yanzhi tampak sedikit pucat.
Wei Ren menatap Yanzhi dari jauh dan mengumumkan dengan suara lantang:
"Ini bukti kedua! Dua tubuh dirasuki, dua serangan terjadi, dan orang yang paling dekat sumber masalah adalah Yanzhi! Jika kita tidak menahannya sekarang, apa yang—"
Suara roh memotong dengan nada dingin:
"Bocah itu… benar-benar ingin kau mati sosial sebelum mati fisik."
Yanzhi menundukkan kepala sedikit, seakan berpikir, padahal ia mendengar instruksi roh.
"Tetap tenang. Semakin mereka memojokkanmu, semakin mereka menunjukkan ketakutan mereka. Ketakutan adalah celah."
Yanzhi mendesah pelan.
Tapi bagaimana menghadapi dua makhluk Pelahap Inti sekaligus… tanpa memperlihatkan kekuatanmu?
Roh itu menjawab tepat saat ia berpikir.
"Aku akan menahannya. Kau hanya perlu… bertahan."
Nada rohnya terdengar lebih panas, lebih berat…
seperti bara yang menggeram di dalam tubuh Yanzhi.
"…jangan paksa aku keluar. Belum saatnya dunia melihatku."
Yanzhi mengepalkan tangannya lebih kuat.
Ketegangan semakin memuncak.
Para tetua mulai maju.
Wei Ren hampir memerintah penangkapan Yanzhi.
Dan di dalam tubuh Yanzhi, bara merah-emas berdenyut… menunggu.
......................
Suasana aula semakin kacau.
Pelahap Inti pertama masih menempel di pilar, matanya menyorot liar, aura ungunya bergulung seperti kabut racun.
Pelahap Inti kedua yang muncul dari pintu timur, bergerak lebih cepat, seperti bayangan gelap yang tidak sepenuhnya memiliki bentuk. Setiap langkahnya menimbulkan bekas retakan di lantai batu.
Tetua panik. Murid-murid mundur.
Yi memeluk lengan Han Ye dari belakang, gemetaran.
Han Ye menghunus pedang, tubuhnya menegang sepenuhnya.
Dan Yanzhi…
berdiri di tengah tegangan, dikelilingi dua ancaman, dikelilingi tuduhan, dikelilingi tatapan curiga.
Di dalam dadanya, bara itu mulai bangkit, seperti naga yang meronta.
Suara roh bergemuruh pelan.
"Jangan… hilang kendali, bocah."
Suara itu tajam, tapi terdengar seperti menahan napas.
Yanzhi menggigit gigi belakang, tubuhnya menegang.
Panas merayap dari tulang dada menuju bahu dan lengan, menggetarkan ototnya.
Aura merah-emas nyaris merembes keluar.
Ia menahan sekuat tenaga.
Han Ye melihat ketegangan itu di tubuh Yanzhi, tapi ia salah menafsirkan.
"Yanzhi! Jangan berdiri terlalu dekat! Makhluk itu bisa mencuri napasmu!"
Yanzhi tidak menjawab.
Wajahnya pucat, tetapi matanya tajam.
Roh itu berbicara lagi, sedikit memaksa.
"Dengarkan aku baik-baik. Kalau kau membiarkan bara-ku keluar sekarang… kau bukan hanya akan menghancurkan makhluk itu."
"Kau akan membakar setengah aula."
Panasnya melompat lagi, menusuk lengan dan perut Yanzhi seperti bara menyalak.
Yanzhi mengerang pelan, hanya cukup untuk dirinya sendiri.
Roh itu menegur lebih keras.
"Kendalikan napasmu!"
"Jangan biarkan emosi membuatku bangun terlalu cepat!"
Pelahap Inti kedua menghentikan langkahnya.
Kepalanya miring ke samping… matanya ungu…
dan ia menatap tepat ke arah Yanzhi.
Napasan Yanzhi langsung terhenti.
Roh itu mendesis tajam—
"Sial… dia menciumku. Makhluk rendahan itu mendeteksi serpihan api dalam tubuhmu."
"Jangan tatap balik! Kau akan memicu—"
Terlambat.
...****************...