NovelToon NovelToon
Cinbarai (Cinta Dibalik Tirai)

Cinbarai (Cinta Dibalik Tirai)

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Keluarga / Romantis / Percintaan Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:379
Nilai: 5
Nama Author: kania zaqila

Alisya, seorang gadis muda yang lulus dari SMA, memiliki impian untuk melanjutkan kuliah dan menjadi desainer. Namun, karena keterbatasan ekonomi keluarganya, ia harus bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga kaya. Di sana, ia bertemu dengan Xavier, anak majikannya yang tampan dan berkarisma. Xavier memiliki tunangan, namun ia jatuh cinta dengan Alisya karena kepribadian dan kebaikan hatinya.

Alisya berusaha menolak perasaan Xavier, namun Xavier tidak menyerah. Orang tua Xavier menyukai Alisya dan ingin agar Alisya menjadi menantu mereka. Namun, perbedaan status sosial dan reaksi orang tua Alisya menjadi tantangan bagi keduanya.

lalu bagaimana dengan tunangannya Xavier ?

apakah Alisya menerima Xavier setelah mengetahui ia mempunyai tunangan?

bagaimanakah kisah cinta mereka saksikan selanjutnya hanya disini.

setiap masukan serta kritik menjadi motivasi bagi author kedepannya.

Author ucapkan Terimakasih bagi yang suka sama ceritanya silahkan berikan like dan komen.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kania zaqila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28. Kebahagiaan yang Tertunda

Hari-hari setelah insiden di villa berlalu dengan perlahan, seperti tetesan air yang jatuh ke dalam genangan. Xavier dan Alisya masih tinggal di tempat persembunyian yang aman, dikawal oleh tim keamanan yang tidak pernah berhenti berjaga. Mereka berusaha menjalani hidup normal, tapi bayang-bayang Rachel dan kebenaran tentang hubungan mereka masih menghantui.

Suatu pagi, Alisya bangun dengan perasaan lelah yang tak biasa. Dia memegang perutnya yang mulai membesar, merasakan tendangan lembut bayi mereka. Senyum kecil muncul di wajahnya, tapi langsung menghilang saat dia melihat Xavier yang duduk di samping tempat tidur, memandangnya dengan mata yang penuh kesedihan.

"Apa ada yang salah?" tanya Alisya, suaranya lembut.

Xavier menggelakkan kepala, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya. "Tidak, Alisya. Aku hanya... memikirkan kita."

Alisya duduk, memegang tangan Xavier dengan lembut. "Kita akan baik-baik, Xavier. Kita sudah melalui yang lebih berat."

Xavier memandang Alisya, rasa cinta yang campur dengan kesedihan memenuhi hatinya. "Aku tahu, Alisya. Aku hanya ingin memberikan kamu kehidupan yang normal, yang bahagia. Tapi sepertinya itu masih tertunda."

Alisya memelainya dengan lembut, mencoba menenangkan Xavier. "Kebahagiaan tidak harus sempurna, Xavier. Yang penting kita bersama."

Mereka berdua memutuskan untuk menghabiskan hari itu dengan melakukan hal-hal sederhana—berjalan-jalan di taman, makan es krim, dan berbicara tentang impian mereka untuk bayi. Alisya tertawa saat Xavier mencoba menebak jenis kelamin bayi mereka, tapi di balik tawa itu, ada rasa bingung yang tidak terucap.

Saat matahari mulai terbenam, Xavier membawa Alisya ke sebuah tempat yang tenang di tepi danau. Pemandangan sunset yang indah membentang di depan mereka, tapi Alisya merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Xavier, apa kamu ingin membicarakan sesuatu?" tanya Alisya, suaranya sedikit waspada.

Xavier mengambil napas dalam-dalam, memegang tangan Alisya dengan erat. "Alisya, aku sudah bicara dengan ayah. Kami ingin melakukan tes DNA untuk memastikan... tentang kita."

Alisya memandang Xavier dengan mata yang melebar, rasa bingung dan sedikit ketakutan muncul. "Tes DNA? Kenapa?"

Xavier memandang Alisya dengan mata yang penuh emosi. "Aku ingin yakin, Alisya. Aku ingin tahu pasti apa yang kita hadapi. Dan jika... jika kita benar-benar saudara kandung, aku ingin kita menghadapi ini dengan cara yang benar."

Alisya merasa seperti dipukul, tapi dia mencoba memahami perasaan Xavier. "Xavier, aku... aku tidak tahu. Aku hanya ingin kita bersama."

Xavier memelainya dengan lembut. "Aku juga, Alisya. Tapi aku perlu ini. Untuk kita, untuk bayi kita. Aku ingin kita bisa memiliki masa depan tanpa bayang-bayang keraguan."

Alisya mengangguk perlahan, menahan air matanya. "Baik, aku akan melakukan itu."

Keesokan harinya, mereka melakukan tes DNA di sebuah laboratorium yang ditunjuk oleh Inspektur Lee. Prosesnya singkat tapi terasa seperti menunggu ekekutan. Setelah itu, mereka kembali ke persembunyian, menunggu hasil yang tidak pasti.

Malam itu, Alisya tidak bisa tidur. Dia terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan, rasa bingung dan kecemasan menghantui pikirannya. Xavier, yang berbaring di sebelahnya, merasakan kegelisahan Alisya dan memelainya dengan erat.

"Alisya, aku ada di sini," bisik Xavier, suaranya lembut.

Alisya memandang Xavier, air matanya mengalir. "Xavier, apa pun yang terjadi, janji kamu akan tetap di sini?"

Xavier memelainya lebih erat, suaranya penuh keyakinan. "Aku janji, Alisya. Aku tidak akan pergi."

Tiba-tiba, ponsel Xavier berbunyi. Dia melihat layar, kemudian menjawab dengan wajah yang serius. "Alo?"

Inspektur Lee berbicara di seberang sana, suaranya tegas. "Xavier, hasil tes DNA sudah keluar. Aku ingin kamu dan Alisya datang ke kantor polisi sekarang."

Alisya merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, memandang Xavier dengan mata yang penuh pertanyaan. Xavier menggenggam tangan Alisya, mencoba menenangkan dirinya.

"Kita pergi sekarang," kata Xavier, suaranya tenang tapi penuh antisipasi.

Mereka berdua menuju ke kantor polisi, diiringi oleh tim keamanan. Saat tiba, Inspektur Lee menyambut mereka dengan wajah yang tidak bisa dibaca.

"Xavier, Alisya, mari kita bicara di ruangan ini," kata Inspektur Lee, membimbing mereka ke sebuah ruang pertemuan.

Di dalam, ada seorang wanita yang tidak mereka kenali, memandang mereka dengan mata yang lembut. "Xavier, Alisya, saya Dr. Sofia, ahli genetika yang menangani tes DNA kalian."

Alisya menggenggam tangan Xavier dengan erat, rasa bingung dan ketakutan memenuhi dirinya. "Apa hasilnya?" tanya Xavier, suaranya tegas.

Dr. Sofia mengambil napas dalam-dalam. "Hasil tes DNA menunjukkan... kalian bukan saudara kandung. Tidak ada hubungan darah antara kalian."

Ruangan itu sunyi sejenak, seperti waktu berhenti. Alisya merasakan gelombang lega yang campur dengan kebahagiaan, sementara Xavier memandang Alisya dengan mata yang penuh haru.

"Benar?" bisik Alisya, suaranya hampir tidak terdengar.

Xavier tersenyum, menarik Alisya ke dalam pelukan yang erat. "Benar, Alisya. Kita bebas."

Mereka berdua menangis, melepas semua ketakutan dan keraguan yang selama ini menghantui. Inspektur Lee dan Dr. Sofia tersenyum, membiarkan mereka memiliki momen itu.

Tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Saat mereka keluar dari kantor polisi, Xavier menerima pesan dari nomor yang tidak dikenal. "Selama ini baru awal. - Rachel."

Xavier memandang Alisya dengan mata yang waspada, rasa bahagia yang tadinya meluap tiba-tiba digantikan dengan kewaspadaan.

"Apa itu?" tanya Alisya, melihat perubahan di wajah Xavier.

Xavier memelainya dengan lembut, mencoba menyembunyikan kekhawatiran. "Tidak apa-apa, Alisya. Aku akan pastikan kamu aman."

Xavier mencoba menyembunyikan kekhawatirannya, tapi Alisya bisa melihat perubahan di wajahnya. Dia menggenggam tangan Xavier dengan lebih erat, suaranya rendah dan waspada.

"Xavier, apa itu? Jangan sembunyikan apa pun dariku."

Xavier memandang Alisya, mencoba menyeimbangkan antara melindungi Alisya dan tidak membuatnya khawatir. "Pesan dari Rachel," katanya singkat, sambil menunjukkan ponselnya.

Alisya membaca pesan itu, dan rasa lega yang tadi masih membungkus dirinya tiba-tiba tergantikan dengan kecemasan. "Apa maksudnya 'baru awal'?" tanyanya, suaranya bergetar.

Xavier memelainya dengan lembut, mencoba menenangkan Alisya. "Aku tidak tahu, tapi kita tidak akan membiarkan dia mengancam kita lagi. Inspektur Lee sudah meningkatkan keamanan, kita akan aman."

Tapi kata-kata Xavier tidak sepenuhnya bisa menghilangkan rasa takut di hati Alisya. Dia memikirkan bayi mereka, tentang masa depan yang masih belum pasti. Alisya menarik napas dalam-dalam, mencoba menguasai emosinya.

"Xavier, aku ingin pergi dari sini. Aku ingin kita pergi ke suatu tempat yang jauh, hanya kita berdua," katanya dengan suara yang lembut tapi penuh harap.

Xavier tersenyum, merasakan keinginan yang sama. "Aku ingin itu juga, Alisya. Tapi kita harus pastikan dulu semuanya aman. Bagaimana kalau kita pergi setelah Inspektur Lee memberi kita sinyal?"

Alisya mengangguk, mencoba percaya pada rencana itu. Mereka berdua masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu, dikawal oleh tim keamanan. Saat mobil melaju, Alisya memandangi kota yang berlalu di luar jendela, perasaan campur aduk di dalam dirinya—lega karena hasil tes DNA, tapi takut karena ancaman Rachel.

Tiba-tiba, mobil mereka berbelok tajam, membuat Alisya terkejut. Xavier langsung memegang tangan Alisya, matanya waspada.

"Apa yang terjadi?" tanya Alisya, suaranya mulai panik.

Pengawal di depan berbicara melalui radio. "Tuan Xavier, kami mendapat laporan ada mobil yang mencurigakan mengikuti kami. Mungkin kita harus mengambil rute alternatif."

Xavier mengangguk, suaranya tegas. "Lakukan. Pastikan Alisya aman."

Mobil mereka melaju dengan cepat, berbelok-belok di jalan sempit. Alisya memegang perutnya, rasa takutnya meningkat. "Xavier, aku takut."

Xavier memelainya dengan erat, suaranya lembut tapi penuh keyakinan. "Aku ada, Alisya. Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada kamu atau bayi."

Tiba-tiba, sebuah mobil menabrak mereka dari samping, membuat mobil mereka terguling. Alisya berteriak, sementara Xavier langsung melindungi Alisya dengan tubuhnya. Dunia berputar, suara hancurnya kaca, dan kemudian... keheningan.

Alisya membuka mata dengan susah payah, merasa sakit di sekujur tubuhnya. Dia melihat Xavier yang terbaring di sebelahnya, wajahnya penuh debu dan darah. "Xavier?" bisik Alisya, suaranya lemah.

Xavier tidak bergerak. Alisya merasakan kepanikan yang tak terkendali, mencoba menggoyang Xavier. "Xavier! Bangun! Xavier!"

Tiba-tiba, suara Rachel terdengar di dekatnya, dingin dan penuh kemenangan. "Aku bilang, ini baru awal."

Alisya memandang ke arah suara itu, matanya melebar dengan ketakutan. Rachel berdiri di atas mereka, pistol di tangan, dengan senyum yang mengerikan. Alisya mencoba berteriak, tapi suaranya terhenti. Gelap mulai menyergapnya...

1
Shee Larisa
semangat thor💪💪
boleh mampir juga baca novel baru akuuu yaa🤭😄
kania zaqila: okey, Terimakasih yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!