Kisah seorang gadis bernama Kanaya, yang baru mengetahui jika dirinya bukanlah anak kandung di keluarga nya saat umurnya yang ke- 13 tahun, kehadiran Aria-- sang anak kandung telah memporak-porandakan segalanya yang ia anggap rumah. Bisakah ia mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BUK- 27 : pertarungan baru saja di mulai
Mereka masih menikmati jajanan masing- masing dengan tenang ketika tiba- tiba saja sebuah suara panggilan datang dari pengeras suara sekolah.
"Untuk siswa yang bernama Kanaya Ivanka, silahkan datang ke ruang laboratorium fisika, di panggil pak Guntur. "
Murid-murid lain langsung bersorak-sorak, penasaran. Ada yang berbisik, ada juga yang spontan nyeletuk. "Wih, di panggil buat lomba tuh. "
"Serius dia beneran ikutan lomba, bukannya dia anak IPS ya? "
Kanaya sendiri merasakan degup jantungnya makin cepat. Ia tahu panggilan ini berkaitan dengan kuis yang di adakan sekolah untuk menentukan perwakilan lomba sains nanti.
Kanaya lantas menyelesaikan makannya dan menyeruput es teh manisnya sebentar lalu menatap kedua temannya bergantian. "Aku kesana dulu ya guys."
Adelia terkesiap. "Eh tapi ini roti bakar mu belum di makan Nay. "
"Buat kalian aja guys. "
Wajah Rena langsung sumringah, dia yang memang pada dasarnya doyan makan pun dengan senang hati menerima. "Hmm ya udah kamu hati- hati ya Nay, semangat! " kata kedua temannya itu hampir berbarengan.
Kanaya tersenyum dan mengangguk sekilas sebelum akhirnya bangkit dari duduknya, tapi mendadak saja di depannya Revan sudah menghadang jalan.
"Mau kemana? " pemuda itu memasang wajah beku namun tatapannya entah, sulit Kanaya artikan. Ia yang terlonjak kaget lantas berhenti lalu refleks menoleh ke arah meja Aria, di mana gadis itu tengah menatap kesal ke arah mereka. Kanaya tebak, Revan bangkit dan datang padanya tanpa persetujuan gadis itu hingga membuat tatapannya pada mereka seperti singa hendak menerkam.
"Kemanapun aku pergi, itu bukan urusan mu, " kata Kanaya dengan nada dingin.
Revan mendengkus lalu tersenyum, pemuda itu memang tampan, tapi tipe tampan yang membosankan. "Ayolah Kanaya, jangan dingin begitu, apa kamu masih marah soal perkataan ku di makan malam semalam? aku hanya bercanda, jangan di masukkan ke hati. "
Kanaya merotasi matanya, malas. "Aku sama sekali tidak marah, jadi bisakah kau minggir? "
"Kanaya, meskipun tidak jadi sebagai sepasang kekasih, kita bisa menjadi teman kan? " pemuda itu tiba-tiba malah berkata dengan begitu lembut.
Kanaya mengernyit, tipuan macam apa lagi ini?
"Ya, kalau kau memang berpikir begitu. Sekarang bisakah kau minggir? "
Revan menarik sudut bibirnya yang berkedut. "Inilah tipe gadis yang kusukai, kau berbeda dengan gadis- gadis yang terang-terangan mengejar ku, sikap dingin mu ini membuat ku semakin tertantang. "
Ucapan Revan membuat kernyitan di dahi Kanaya semakin tampak, jelas ia mulai eneg dengan ucapan cowok ini. "Dasarnya gila! memangnya siapa kau hingga aku mengejar mu? minggir! "
Tanpa menunggu balasan pemuda itu, Kanaya berjalan cepat hingga tanpa sengaja pundak mereka saling bertabrakan, namun bukannya merasa tersinggung atas ucapan gadis itu, Revan malah tersenyum miring. Senyum yang memiliki banyak arti.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sesampainya di ruang lab, Kanaya membuka pintu tak lupa mengucapkan kata ' permisi' sebagai bentuk kesopanan, saat ia masuk ke dalam, dirinya terkejut hingga melebarkan kedua bola matanya.
Ternyata di sana sudah ada Dhiendra yang duduk santai dengan seringai tengil di wajahnya. Lengan di lipat dan pandangan penuh percaya diri.
"Lama banget Nay, gue kira lo kabur karena takut. " suaranya penuh ejekan dan terkesan seolah mereka adalah dua teman yang sudah dekat.
Benar- benar menyebalkan!
Kanaya menghela napas, mencoba menahan diri. "Mimpi aja lo! gue gak bakal kabur! "
Kanaya kemudian melangkah maju, bertepatan dengan itu pak Guntur muncul dari ruang sebelah nya yang di hadang sekat dengan masih mengenakan seragam laboratorium nya. "Oh bagus sekali, kalian datang bersama kah? "
Kanaya langsung mendelik. "Gak pak! saya baru aja dateng, gak tau kalau dia! " Karena alamiah bahasa tubuh nya Kanaya jadi salah tingkah sendiri dan mengibas- ngibaskan tangannya.
Dhiendra malah bersikap santai tentu saja dengan ekspresi tengilnya itu. "Emangnya kenapa sih Nay? gengsi banget bilang kalo kita bareng? "
Kanaya menoleh pada pemuda itu dengan bersungut-sungut. Sementara pak Guntur tersenyum sambil menggeleng- geleng kecil, segera menyudahi perdebatan mereka.
"Oke, kalian berdua sudah mengerjakan soal- soal yang saya kasih? Kalau sudah bisa di kumpulan kan dan saya bisa melihat nya. "
Kanaya dan Dhien drama serentak menyerahkan lembar jawaban mereka.
Pak Guntur membuka, dan memeriksanya dengan teliti. Alisnya sempat terangkat.
"Hmm... luar biasa, kalian berdua berhasil menyelesaikan soal dengan benar. Hebatnya, kalian pakai pendekatan yang berbeda. Kanaya dengan metode klasik, Dhiendra dengan metode cepat berbasis logika modern. Sama-sama tepat, Sama-sama solid. "
Dhiendra tersenyum miring, melirik Kanaya. "Tuh, dengar kan? bahkan pak Guntur kagum sama cara gue. "
Kanaya menatapnya dingin. "Jangan seneng dulu, yang penting bukan gaya, tapi hasil di lapangan. "
"Tenang aja. " jawab dhiendra santai. " Nanti di lomba, kita lihat siapa yang bertahan sampai akhir. "
Kanaya mencebik culas, enggan mendengarkan lagi.
***
Saat pal Guntur sibuk menandai beberapa poin penting, pikiran Kanaya melayang ke momen beberapa hari yang lalu, tepatnya sebelum Guntur mengadakan pertemuan di lapangan untuk mencari kandidat untuk mewakili sekolah ke ajang lomba ini.
Kala itu Kanaya sedang menggulir akun instagram miliknya ketika tanpa sengaja menemukan postingan tentang National Science & Physic Olympiade, yang menandai akun instagram sekolah hingga ia bisa melihat nya.
Diantara semua yang ia baca di dalam poster berwarna biru itu adalah mencantumkan hadiah yang menggiurkan.
-Beasiswa FULL hingga S2 di kampus ternama.
-Piagam penghargaan resmi.
- Uang tunai senilai RP. 20.000.000.
Kanaya langsung terpaku menatap layar, jantungnya seketika berdetak kencang.
"Beasiswa FULL sampai S2 ini adalah kesempatan ku buat keluar dari neraka ini. uang 20 juta meskipun harus di bagi- bagi lagi tapi bukankah cukup untuk menambah tabungan ku, cukup untuk aku kabur dari rumah arkatama dan memulai hidup baru. "
Sejak saat itu Kanaya nekat maju meski tahu betul dia dari jurusan IPA, mengesampingkan cercaan dan cibiran orang-orang mengenai dirinya. Berusaha keras belajar untuk bisa mengikuti lomba ini.
"Baiklah." suara pak Guntur sontak memecah lamunannya.
"Sebelum nya saya sudah berunding dulu dengan kepala sekolah dan guru- guru lain, dan di putuskan... kalian berdua akan mewakili sekolah. Bukan saling menyingkirkan, tapi justru saling bersaing dan bekerja sama dalam lomba ini. Karena lomba ini ada tahap individu dan juga tim. "
Kanaya dan Dhiendra saling pandang, api persaingan jelas menyala di mata mereka.
"Kerjasama bareng dia?" batin Kanaya dingin, agak ogah tapi dia tahu ini adalah kesempatan emas dan ia tidak boleh kalah.
"Baik pak! "
Kanaya terkejut, suara bernada tegas itu datang lebih dulu dari Dhiendra, yang tanpa pikir panjang lagi langsung menyetujui usulan tersebut.
Kanaya mengepalkan tangan, ia tidak akan kalah! "Baik Pak, saya setuju! " serunya dengan api semangat membara di matanya.
Pak Guntur tersenyum puas. "Bagus, mulai hari ini kalian bisa latihan bersama. Saya ingin kalian tunjukkan potensi terbaik yang kalian punya. Ingat... ini bukan sekedar lomba, ini kesempatan untuk masa depan kalian. Terkhusus untuk mu Kanaya, karena kamu berasal dari jurusan ips sekolah sudah berusaha semaksimal mungkin agar kau bisa ikut, jadi kecewakan itu ya. Semangat! "
Tanpa sadar Kanaya semakin mengepal kan tangannya di bawah meja. "Masa depan ku ada di sini, aku enggak boleh kalah. Demi kebebasan ku... demi keluar dari neraka arkatama. "
****