Arum Mustika Ratu menikah bukan karena cinta, melainkan demi melunasi hutang budi.
Reghan Argantara, pewaris kaya yang dulu sempurna, kini duduk di kursi roda dan dicap impoten setelah kecelakaan. Baginya, Arum hanyalah wanita yang menjual diri demi uang. Bagi Arum, pernikahan ini adalah jalan untuk menebus masa lalu.
Reghan punya masa lalu yang buruk tentang cinta, akankah, dia bisa bertahan bersama Arum untuk menemukan cinta yang baru? Atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Permainan hati
Hari itu, langit Jakarta tampak sendu, seolah ikut menahan napas untuk menyambut kembalinya seseorang yang lama hilang dari kursi kekuasaan. Mobil hitam panjang berhenti di depan gedung tinggi bertuliskan Star Corporation.
Dari dalam, pintu terbuka. Reghan melangkah keluar, tegap, dengan setelan jas abu gelap yang membingkai tubuhnya sempurna. Tidak ada lagi kursi roda, tidak ada lagi tatapan lemah. Yang berdiri di sana kini adalah Reghan Argantara yang sesungguhnya, dingin, tenang, dan berwibawa.
Beberapa karyawan yang lewat berhenti sejenak, berbisik-bisik.
“Itu Tuan Reghan, kan?”
“Dia sudah bisa jalan lagi?”
“Ya Tuhan, aku kira dia sudah nggak akan balik.”
Langkah Reghan menimbulkan gema di lantai marmer. Sekretaris senior yang dulu mengurus dokumen saat dia menjabat CEO, Bu Nara, segera menyambut dengan gugup.
“Selamat datang kembali, Tuan Reghan,” sapanya dengan sedikit membungkuk. Reghan hanya menatap sekilas dan menjawab datar, “Panggil semua kepala divisi ke ruang rapat utama dalam sepuluh menit.”
Nada suaranya tak berubah, tapi cukup untuk membuat semua orang tahu, pusat kekuasaan di perusahaan itu baru saja bergeser lagi. Saat pintu lift tertutup, Reghan menarik napas panjang, menatap pantulan dirinya di kaca lift. Bayangan di depannya bukan lagi pria yang kalah dan patah. Tapi seseorang yang siap menuntaskan semua urusan yang tertunda.
Ruang rapat utama penuh sesak. Semua kepala divisi duduk dengan wajah tegang. Elion sudah di sana lebih dulu, dengan jas biru tua dan ekspresi tenang yang dibuat-buat. Saat pintu terbuka dan Reghan masuk, semua orang berdiri spontan. Suasana berubah seketika.
“Duduk,” ujar Reghan datar. Suaranya berat, menekan, seperti baru saja menandai kembali wilayah kekuasaannya. Dia berjalan menuju kursi utama, kursi CEO yang dulu kosong selama hampir dua tahun. Tanpa bicara, Reghan duduk. Elion yang duduk di sisi kanan mencoba tersenyum.
“Kakak terlihat sehat. Sepertinya pemulihanmu lebih cepat dari yang kukira.”
Reghan melirik sekilas. “Dan sepertinya kau juga terlalu nyaman duduk di kursi yang bukan milikmu.” Beberapa orang spontan saling pandang, suasana makin kaku.
Elion tertawa kecil. “Kursi ini tidak kosong selama Kakak pergi. Aku yang menjaga agar perusahaan tetap berdiri.”
Reghan menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Elion dalam-dalam.
“Menjaga?” katanya pelan. “Atau mencoba mengambil alih?”
Ucapan itu seperti pisau yang dilempar tepat sasaran. Senyum Elion menegang, tapi sebelum ia sempat membalas, Reghan membuka map hitam di depannya.
“Mulai hari ini, struktur perusahaan akan kembali seperti semula. Semua laporan keuangan dan keputusan strategis harus melewati meja saya.”
Tatapan Reghan menelusuri seluruh ruangan, lalu berhenti pada Elion.
“Dan aku ingin laporan audit tahunan dikirim ke mejaku sore ini, lengkap dan tanpa revisi.”
Elion mengetukkan jarinya di meja. “Kau meragukan aku?”
Reghan menatap dingin. “Aku tidak meragukan siapa pun.” Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan tajam, “Aku hanya tidak mempercayai siapa pun.”
Keheningan menyelimuti ruangan. Semua orang tahu, kata-kata itu bukan hanya peringatan, tapi deklarasi perang yang terselubung. Beberapa jam kemudian, ketika rapat selesai dan semua orang sudah keluar, Elion menghampiri Reghan yang masih duduk di kursi CEO.
“Kau tahu, Kak,” ujarnya pelan sambil tersenyum miring, “kau boleh duduk di kursi itu lagi, tapi semua orang di luar sana sudah melihat siapa yang sebenarnya bisa memimpin.”
Reghan menutup mapnya, berdiri perlahan hingga tinggi mereka sejajar.
“Kalau begitu,” katanya tenang, “mari kita buktikan siapa yang pantas dipertahankan.”
Malam itu rumah keluarga Argantara sudah sepi. Hanya suara jam dinding di ruang tengah yang terdengar berdetak pelan, disusul gemerisik dedaunan di luar yang diterpa angin.
Arum menuruni anak tangga perlahan. Di tangannya ada gelas kosong, niatnya sederhana, hanya ingin mengambil air minum untuk dibawa ke kamar.
Dari arah lorong, Elion muncul dengan langkah sempoyongan. Jas hitamnya disampirkan di bahu, dasi terlepas, dan sebatang rokok masih menyala di antara jari tangannya. Wajahnya tampak kusut, aroma alkohol menyengat terbawa ke udara. Tatapannya berhenti pada Arum, sekilas lalu memanjang.
“Ah … kakak ipar tercinta,” ucapnya lirih, dengan nada setengah mengejek. “Kau belum tidur rupanya.”
Arum memilih diam, melangkah ke dispenser dan menuang air ke gelas tanpa menatap Elion sedikit pun. Tapi langkah kaki pria itu mendekat, berat dan berirama pelan.
“Kau tahu,” katanya, menarik napas dalam lalu menghembuskan asap rokok. “Reghan dan Alena … mereka adalah kisah lama yang belum selesai. Cinta masa lalu yang tidak bisa dihapus begitu saja. Kau pikir dengan cincin dan mahar semiliar itu semua bisa berubah?”
Arum diam, jemarinya menggenggam erat gelas di tangan. Elion menyeringai tipis dan lalu berkata pelan, “sepuluh tahun, Kak Arum. Sepuluh tahun bukan waktu singkat. Kau baru datang sebulan dan berharap menjadi pusat dunianya? Hati-hati, nanti kau sendiri yang kecewa.”
Arum menoleh perlahan, menatap Elion dengan dingin. “Kalau kau punya masalah dengan Tuan Reghan, hadapilah dia. Jangan melibatkan aku.”
Dia melangkah hendak pergi, namun tiba-tiba tangan Elion mencengkeram pergelangan tangannya kuat. Ia menarik Arum mendekat dan menghembuskan asap rokok tepat ke wajah wanita itu.
Asap panas menyentuh hidung dan bibir Arum, membuatnya batuk kecil dan menatap tajam ke arah pria itu.
“Lepaskan!” Nada suaranya tegas.
Elion menatap lama, senyumnya melebar, menyiratkan sesuatu yang sulit dibaca di antara sinis dan kagum. Arum menghentakkan tangannya, membuat rokok di jari Elion hampir jatuh.
“Jangan pernah ulangi itu lagi,” ucapnya dingin sebelum berbalik dan pergi meninggalkan dapur.
Langkah Arum meninggalkan aroma sabun lembut dan ketegasan yang menusuk, sementara Elion berdiri terpaku di tempat. Ia menatap punggung wanita itu yang menghilang di ujung tangga, lalu menyeringai kecil sambil menarik sisa rokok ke bibirnya.
“Ternyata menarik juga, ya, kakak iparku yang satu itu,” gumamnya pelan, senyumnya samar tapi berbahaya.
Arum membuka pintu kamar perlahan. Lampu sudah diredupkan, dan aroma kayu manis samar menyelimuti ruangan. Reghan sudah duduk di atas ranjang, menatap ke arah pintu dengan senyum samar.
“Kemana saja?” tanyanya pelan.
“Aku hanya ke dapur,” jawab Arum, meletakkan gelas di atas nakas. Ia hendak naik ke ranjang, tapi tatapan Reghan berubah tajam. Ia mencondongkan tubuh sedikit, wajahnya serius.
“Kau … bertemu Elion?”
Arum tertegun dan buru-buru menjawab, "tidak.”
Reghan mengerutkan kening, matanya menelusuri udara di sekitar Arum. “Tapi kenapa tubuhmu bau asap rokok? Elion satu-satunya yang merokok di rumah ini, dan itu … baunya kuat sekali.” Nada suaranya rendah, namun getir dan dingin bercampur.
“Jangan bermain api di belakangku, Arum.”
Arum memejamkan mata, menarik napas panjang. “Aku tidak bermain api dengan siapa pun, Tuan Reghan. Kau terlalu cepat berprasangka.”
Reghan menatapnya lama, napasnya berat antara cemburu dan takut kehilangan.
“Karena aku tahu seperti apa Elion. Dan aku tahu seperti apa aku … jika harus kehilang...”
Kalimatnya terhenti, dia menatap Arum dengan pandangan yang campur aduk, marah, cemburu, dan cinta yang belum bisa ia kendalikan.
Arum memalingkan wajah. “Jika Tuan tak percaya padaku, lebih baik kita berhenti bicara malam ini.”
"Aku percaya pada diriku," bisiknya
"Tuan Reghan, kamu mau apa?!" tanya Arum panik.
"Tentu saja bikin anak," bisik Reghan membuat wajah Arum bersemu merah, Reghan mencumbu sela sela lehernya, Arum tahu dia takkan bisa menolak, jika dia melakukan itu, dia akan membuat Reghan malah dan mencurigainya lebih dalam terhadapnya.
Jawab nya penderitaan dan semua itu karena lo plinplan jadi suami , lo nggak becusss jadi suami 😠😠😠