Istri kedua itu memang penilaiannya akan selalu buruk tapi tidak banyak orang tau kalau derita menjadi yang kedua itu tak kalah menyakitkannya dengan istri pertama yang selalu memasang wajah melas memohon simpati dari banyak orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ranimukerje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
"Mau jalan jalan keluar sebentar?"
Wisnu yanv baru sampai di apartemen febri melirik kearah jam yang menggantung di dinding.
Febri menggeleng.
"Dirumah aja, udah malam. Mas capek"
Senyum tersungging disudut bibir wisnu. Bukan perhatian pura pura tapi febri memang setulus itu orangnya. Bahkan dulu, saat berteman dengan nara saja febri selalu mau pasang badan padahal tau nara itu aslinya suka mendrama bahkan flying victim.
"Mandi ya, air hangatnya udah aku siapin."
Wisnu mematung. Tak menyangka saja, 1 minggu tak vertemu febri tak menanyakan apa apa yang ada malah dirinya diperhatikan dengan sebaik ini.
"Kata mama mas suka sop iga, tadi aku order tapi tempe goreng sama sambalnya aku yang buat kok. Ga sempet mau masak sop iga sendiri, capek. Hehehe"
Febri masih berduru canggung berhadapan didepan pintu dengan wisnu yang belum dipersilahkan masuk.
"Astaga, ayo masuk mas. Kok malah berdiri disini."
Febri menarik tangan suaminya.
"Mas mandi ya, ingatbkamar ku dimana kan?"
Wisnu mengangguk kepala. Berjalan kearah kamar yang ia ketahui adalah kamar sang istri. Waktu lalu kan mereka pernah kemari walau tidak menginap.
Sementara wisnu sedang menikmati waktu berendamnya, febri sibuk mengangatkan lauk dan menyiapkan teh untuk sang suami. Tanpa sadar, senyumnua terbit hatinya menghangat bahkan ada getar aneh yang ia rasakan.
"Mikir apa sih." Gumam febri sambil memukul krpalanua sendiri.
Pengantin baru, tentu tau apa yang tadi terlintas dipikiran febri. Yup, adegan ena ena yang sempat terjadi antara dirinya dan wisnu krmbali muncuk dan itu membuat febri jadi punya perasaan ingin. Hmm, jangan munafik dan febri tak mau munafik untuk yang satu ini. Sudah cukup dewasa kok jadi wajar saja febri memiliki hasrat.
Grep
Febri melamun, dan wisnu yang ternyata mempercepat waktu berendamnya sudah memeluk tubuh ramping febri dari belakang. Mereka sama sama diam, bahkan terasa sekali kalau febri sekarang tegang.
"Jangan kaku begitu" Bisik wisnu tepat ditelinga kiri febri yang pangsung membuat bulu kudunya berdiri.
"M .... Mas, ay..... Ayo makan dulu."
Susah payah febri menyelesaikan ucapannya karena wisnu semakin mengeratkan pelukan.
"Ayo makan, tapi aku mau makan kamu dulu. Boleh?"
Hah
Febri ngeblang dan itu membuat wisnu terkekeh. Dimatikan kompor yang sedang menyala dan dalam sekali angkat febti sudah berada dalam gendongan wisnu. Dengan langkah pasti, wisnu berjalan menuju kamar. Dibaringkan tubuh febri ditengah ranjang, dipandangi kedua matanya yang bergerak gelisah.
Ingin tapi gakut, itulah yang ada dibenak febri sekarang. Beruntungnya wisnu suaminya, sudah berpengalaman jadi malam indah itu kembali terulang. Bukan hanya sekadar napsu semata atau mencari pencapaian atas alasan keturunan yang menjadi alasan mereka menikah. Karena lambat laun, perasaan itu saling tumbuh tanpa mereka sadari tanpa mereka gaungkan walau waktunya masih terlalu singkat untuk mrngakui satu sama lain kalau mereka mrmang sudah saling terikay dalam emosional yang sama.
"Terimakasih" Di kecup berulang kali banyaknya kening febri saat mereka baru menyelesaikan permainan sesi ketiga.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam dan makan malam dengan menup sop iga itu terabaikan. Wisnu malah lebih bersemangat memakan ferbi sampai dibolak balik bak martabak telur dalam wajan besar. Sepertinya wisnu sedang melepas dahaga.
"Ayo makan" Gumam febri dengan mata sayu yang menunjukkan kepuasan sekaligus letih.
Wisnu terkekeh gemas. Dipeluk erat tubuh polos itu dengan keringat yang masih sama basahnya.
"Mandi dulu ya, baru kita makan."
"Mandi aja ya, ga ada acara ronde ke empat."
Febri langsung menyela dengan tuduhan yang sepertinya memang benar akan wisnu lakukan saat mereka berada didalam kamar mandi nantinya.
"Kenapa tau sih ......"
Tawa wisnu terdengar lepas, tanpa beban padahal pikirannya masih penuh dengan urusan kerja juga nara.
Mereka mandi berdua dengan ronde ke empat yang tetap terjadi. Didalam kamar mandi, gemericik air jatuh mrmbasahi tubuh keduanya dan dengan tipu muslihatnya wisnu berhasil menambah ronde. Febri merajuk tapi tetap melayani dengan sepenuh hati karena ia pun suka saat dimanja oleh wisnu.
Sudah tengah malam, lampu didalam apartemen febri menyala terang. Kini dimeja makan kecil yang ada didapur minimalis itu, duduk dua insan yang sama sama basah rambutnya. Febri dan wisnu makan dalam diam tapi mereka kompak menambah nasi. Menandakan kegiatan panas beberapa jam yang mereka lewati menguras habis tenaga keduanya dan sekarang harus diisi sampai full.
Sesekali pandangan mereka bertemu dan hanya saling mengulas senyum saja tapi percayalah didalam benak masing masing mereka bahagia satu sama lain. Saling memiliki, tanpa keterpaksaan karena mereka membiarkan semuanya mengalir begitu saja tak dipaksa tak menuntut dan semuanya tau posisi masing masing.
"Oh, astaga. Aku makan banyak."
Febri yang selalu frontal tentu saja membuka suara lebih dulu.
Wisnu yang masih duduk didepannya dan baru saja menandaskan segelas air hangat hanya mengulas senyum. Tapi kilat dimatanya menunjukkan sesuatu yang berbeda, seperti ada rencana lain yang sedang disusun dan febri tau apa itu.
"Kenapa lihatnua begitu? Jangan bilang mas mau lagi."
Tak ada malunya lagi, febri memutuskan untuk jadi dirinya sendiri saja. Mau bilang mau tidak bilang tidak, ga mau repot repot main kode karena nanti yang repot dia sendiri.
Wisnu menggeleng kepala tapi senyum dibibirnya malah makin lebar.
"Kamu sepertinya tau semua, apa yang aku mau."
Kerlingan mesum dari mata wisnu membuat darah febri jadi memanas. Getar itu datang lagi dan dengan tekat pasti, febri akan menyambut. Tidak menolak karena tanpa ia sadari rindu itu kerap menghantui.
Selesai makan malam yang sudah sangat terlambat, mereka memutuskan untuk duduk di sofa dengan layar televisi yang menayangkan sebuah reality show ditengah malam. Mereka saling memeluk, tak ada obrolan hanya diam yang sama sama menyalurkan perasaan satu sama lain. Semuanya mengalir begitu saja, bahkan wisnu merasakan damai yang sudah lama tak ia rasakan. Hangat tubuh febri membuatnya candu bahkan samar samar rasa yang dulu begitu menggebu pada nara perlahan mengikis.
direlung hatinya, wisnu merasa bersalah. Tapi ia tak ingin waktunya bersama febri cepat berlalu, tetap ada nara disisi lain hatinya tapi jujur saja wisnu sedang menikmati semuanya bersama dengan febri saat ini.
"Mas, aku ngantuk." Ucap febri setelah mereka diam cukup lama.
Wisnu menarik napas panjang sebelum melerai pelukan mereka.
"Ayo ke kamar. Kita tidur."
Febri tersenyum saat tangan wisnu terulur dan dengan senang hati febri menerima uluran tangan wisnu. Mereka berjalan beriringan menuju kamar yang masih berantakan karena aktifitas panas beberapa jam lalu.
"Astaga" ferbi memekik saat melihat tampilan kamat yang berigu berantakan.
"Kita terlalu bersemangat." Wisnu berucao dengan nada geli.
Bantal berserakan dilantai pakaian berhamburan dimana-mana belum lagi selimut juga sprei yang lepas dari tempatnya. Kamar ini benar benar seperti gudang dan itu membuat mereka harus membereskannya terlebih dulu sebelum bisa beristirahat dengan tenang.
#Happyreading