NovelToon NovelToon
He Is A Psyhco

He Is A Psyhco

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri
Popularitas:710
Nilai: 5
Nama Author: ayel_zaa

azalea steffani leandra seorang anak tunggal kaya raya ,ceria dan juga manja dipertemukan dengan seorang pria yang sifatnya berbanding terbalik dengannya dan ternyata pria itu adalah pengasuhnya ketika ibunya tidak ada dirumah (bodyguard)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayel_zaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BUNGA LAGI...

Setelah kegaduhan kecil tadi mereda, Lea duduk terpaku. Tadi ia masih bisa cengar-cengir, tapi sekarang… baru terasa semuanya.

“Aduh…” erangnya pelan. “Sakit banget ternyata…”

Flo menatapnya dari ujung kaki sampai kepala. “Baru sadar? Tadi gaya-gayaan main lompat tali kayak  Naruto.”

Lea cemberut, menunduk sambil mengelus lututnya yang dibalut kasa. Tapi bukan cuma sakit… sekarang dia juga lapar. Parahnya, dia terlalu malas buat bergerak sedikit pun. Perih semua. Sumpah.

Laura yang sejak tadi duduk di pinggir ranjang melirik Lea, lalu nyeletuk, “Kalau butuh sesuatu ngomong aja, kita sebagai besti forever, together, blender, helikopter-helikopter,akan selalu ada untuk lo..” ucapnya sambil mengedip pelan ke arah Lea.

Yang lain langsung menoleh dengan ekspresi datar.

“Jir... bahasa apa tuh, jijik bet gue..,” celetuk Viona.

“Astaga Laura… dapat kata-kata gila dari mana lagi lo?,” Vano menambahkan sambil memijat pelipis sendiri.

Tapi Lea tersenyum puas mendengarnya. “Kalau gitu… karena kalian besti forever together blender helikopter-helikopter, gue minta tolong dong,” katanya dengan suara manja.

Wajah Flo langsung tegang. “Jangan macem-macem lo.”

Tapi Lea sudah menunjuk Vano dan Viona. “Kalian beliin gue makanan. Yang banyak. Gue laper banget.”

“Eh?” Vano bengong. “Kenapa gue?!”

“Kata Laura barusan, kalian besti yang selalu ada buat gue,” jawab Lea dengan muka memelas yang sangat tidak tulus. “Buruan gih, gue lemes…”

Viona narik napas dalam. “Lo tuh… udah jatuh, ceroboh, sekarang ngelunjak…” tapi tetap saja, ia berdiri, menyeret Vano keluar UKS. “Kalau bukan karena kasihan, udah gue tendang tuh kaki lo yang luka.”

Sementara itu, Lea melirik Laura dan Flo, lalu menyodorkan tangannya. “Bahu gue pegel nih, pijitin dong. Tadi jatohnya guling dua kali.”

“Guling dua kali karena lo loncat sendiri bego!!” protes Flo, tapi ia tetap duduk di belakang Lea dan mulai memijat pelan.

Laura pun ikut, sambil mengeluh, “Gue ngerasa kayak asisten pribadi selebgram yang drama banget.”

Dan di sudut ruangan, Gavin bersandar santai di tembok sambil main-main dengan ponselnya.

“Ekhmm…” gumam Lea, melirik ke arah cowok itu. “Gue masih kepanasan nih…”

“Kan ada AC.” Gavin tanpa menoleh.

“Masih kurang,” Lea menjawab cepat, lalu tersenyum manis. “Lo kipasin gue.”

Gavin menoleh pelan, memandanginya dengan tatapan malas.

“Lo pikir gue siapa?” katanya datar.

“Temen yang baik dan pengertian?” Lea menaikkan alis.

Untuk beberapa detik, Gavin hanya menatapnya. Napasnya berat, wajahnya datar. Tapi entah kenapa… dia tetap melangkah ke arah meja, mengambil kertas folder dan berdiri di samping Lea—mulai mengipasi pelan.

Flo langsung terdiam, Laura melongo.

Lea tersenyum lebar, puas.

“Wah, seriusan dikipasin?” bisik Laura ke Flo.

Sementara Lea menahan tawa di balik wajah penderitanya. "Ah... enak juga jadi pasien spesial."

Jam istirahat masih panjang, tapi Lea sudah berhasil menaklukkan semuanya.

Tapi mungkin… sebentar lagi, giliran mereka semua yang akan menaklukkan balik. Balas dendam besti versi chaotic pasti akan segera dimulai.

Tak lama kemudian, Vano dan Viona kembali dengan plastik penuh jajanan dari kantin. Mulai dari roti isi, risoles, susu kotak, sampai dua bungkus nasi kuning.

“Udah kayak belanja mingguan…” gumam Vano sambil menjatuhkan plastiknya ke meja UKS.

“Lo beli semua isi kantin?!” tanya Gavin, mengangkat alis.

“Lo nggak tau betapa menyebalkannya cewek ini kalo laper,” Viona mendengus sambil menunjuk Lea.

Lea hanya tersenyum manis. “Makanya gue bersyukur punya kalian. Besti forever together blender—”

“Helikopter-helikopter, iya iya,” potong Laura dengan mata mendelik.

Karena tangan Lea luka, dia tak bisa makan sendiri. Jadilah pemandangan absurd terbentuk: satu nyuapin, satu megangin minuman, satu lagi kipasin, dan satu lagi duduk nyanyi.

“Lah, suara lo bagus juga, La,” kata vano sambil melirik Laura yang sedang nyanyi pelan lagu mellow yang entah kenapa malah makin bikin suasana jadi sinetron.

“Lah iyalah, lo pikir gue cuma jago gibah?” jawab Laura sambil terus nyanyi.

Lea membuka mulut, disuapi risoles oleh Flo, lalu minum disodori oleh Viona. Sesekali Gavin masih mengipasinya malas, tapi tetap tidak berhenti. Vano duduk di pojok dengan ekspresi pasrah, memandangi semua ini seperti sedang menonton reality show yang nggak jelas genre-nya.

“Aduh… hidup enak banget ya gue,” ucap Lea sambil mengunyah. “Kayak ratu dirawat lima dayang.”

“Lima?!” tanya Vano.

“Lo juga gue hitung. Lo kan tadi nganter makanan,” jawab Lea tanpa dosa.

“Gue nyesel lahir bareng lo, sumpah,” Vano geleng-geleng.

Meski semuanya tampak heboh dan penuh gerutuan, tak bisa disangkal—hari itu mereka semua bahagia. Gelak tawa kembali mengisi ruang UKS. Luka-luka memang masih ada, tapi kehangatan dari kebersamaan itu… terasa lebih menyembuhkan daripada obat-obatan.

Bahkan Gavin—yang jarang senyum, hari itu tersenyum tipis melihat Lea tertawa begitu lepas. Mungkin… memang beginilah seharusnya. Meski sebentar, setidaknya mereka semua bisa lupa bahwa dunia di luar sana tak seindah ini.

-----

Perut kenyang, hati senang. Lea bersandar di ranjang UKS dengan tisu masih nempel di luka di lututnya. Baru aja dia mau melanjutkan kemalasan totalnya, bel masuk berbunyi nyaring.

Drrriiiiiiinnnngg!

“Yah… udah waktunya masuk,” gumam Flo sambil berdiri dan mengecek jam tangan.

Satu per satu teman-temannya mulai berkemas, merapikan sisa makanan dan mengambil tas masing-masing. Tapi Lea masih selonjoran, malas gerak, ekspresi ogah-ogahan penuh arti.

Laura menatapnya sambil menyipitkan mata. “Lo nggak ikut masuk, Le?”

Lea tak langsung jawab, cuma bengong sambil pura-pura sibuk ngelihat jendela. Belum sempat Laura ulangi pertanyaannya, Gavin yang berdiri dekat pintu membuka suara.

“Gue duluan ke kelas,” ucapnya datar sambil menatap Lea sekilas.

Baru saat itu Lea menjawab, cepat dan setengah buru-buru. “Iya, iya... gue nyusul nanti.”

Gavin mengangguk sedikit lalu berbalik pergi. Begitu cowok itu menghilang di balik pintu, barulah Lea menoleh ke Laura dan teman-temannya sambil menarik napas.

"Gue mager banget, sumpah. Lagian... gue ngantuk. Semalem cuma tidur dua jam gara-gara maraton drakor.”

Laura langsung pasang wajah syok. “Jadi lo tadi diem nunggu Gavin cabut dulu baru ngomong gitu?”

Lea mengangguk santai. “Iyalah. Kalau enggak, dia pasti udah nyinyirin gue duluan. Gue bilang bodoh lah, malas lah,.”

Viona mendecak sambil angkat alis. “Kenapa nggak lo omongin aja sekalian?”

“Ngapain. Malah ribet ntar,” jawab Lea cuek. “Lagian guru ekonomi yang masuk abis ini. Lo semua kan tahu gue lagi slek sama dia. Gue males banget ketemu dia pagi-pagi gini.”

Flo memijit pelipis. “Astagaa... lo tuh ya, Le. Pikirannya selalu beda dari orang normal.”

“Makasih, gue emang spesial,” jawab Lea sambil nyengir bangga.

Vano udah berdiri di pintu, nungguin yang lain. “Udahlah, daripada telat. Dia mah emang makhluk hidup spesialis langkah.”

Sebelum pergi, Laura sempat mengomel sambil tunjuk-tunjuk Lea dengan botol minum. “Lo istirahat yang bener ya. Jangan sampe guru piket nyamperin ke sini terus ngasih lo surat cinta alias SP.”

“Tenang, gue jago ngeles,” Lea menjawab sambil angkat dua jari membentuk peace sign.

Akhirnya, keempat temannya pergi meninggalkan UKS. Suasana kembali hening, hanya bunyi kipas dan denting jam dinding yang menemani Lea yang kini selonjoran lagi sambil menatap langit-langit.

Dia tertawa kecil. “Enak juga hidup kayak gini…”

-------

Ruangan UKS yang dingin dan tenang membuat Lea akhirnya terlelap. Nafasnya teratur, wajahnya santai, seolah-olah dunia luar yang riuh tak pernah ada.

Tanpa ia sadari, pintu UKS terbuka perlahan, tanpa suara. Seorang laki-laki melangkah masuk. Tubuhnya tegap, gerakannya tenang, terlalu tenang—seperti sudah terbiasa bersembunyi dalam bayang-bayang. Pandangannya langsung tertuju pada gadis yang tertidur di ranjang.

Dia berjalan mendekat, langkahnya ringan nyaris tanpa jejak. Saat tiba di sisi ranjang, ia menarik kursi perlahan dan duduk. Tangannya terulur, menyibak sedikit rambut Lea yang menutupi wajahnya, lalu jemarinya mengelus pelan ubun-ubun gadis itu, nyaris seperti belaian kasih... jika saja tidak disertai dengan senyum tipisnya yang tak wajar.

“Ngeliat lo tenang kayak gini,” bisiknya lirih, hampir seperti gumaman kepada diri sendiri, “ngebuat gue ingin ngebunuh mereka semua yang nyakitin lo... walau itu cuma ucapan.”

Suara itu pelan, tenang... tapi berisi ketegangan samar, seakan kata-kata itu bisa berubah menjadi nyata kapan saja. Kepalanya miring sedikit, matanya tak berkedip saat memandangi Lea. Senyumnya melebar, namun bukan senyum hangat. Ada sesuatu yang ganjil di balik ekspresi itu—tatapan yang terlalu dalam, terlalu kosong... terlalu berbahaya.

Wajahnya perlahan mendekat, menghampiri leher Lea yang masih terpejam dalam damai. Ia menghirup pelan aroma parfum dari kulit gadis itu, aroma manis yang begitu lembut.

Setelah itu, ia bangkit. Langkahnya ringan kembali menjauh dari ranjang, lalu keluar dari UKS tanpa suara, seolah tidak pernah ada di sana.

Dan Lea?

Masih tertidur pulas. Tak sadar... bahwa seseorang baru saja meninggalkan jejak gelap di dalam ruang sepinya.

-----

Bel akhir pelajaran berdentang panjang, menandakan bahwa hari sekolah resmi berakhir. Suasana mulai riuh dengan langkah-langkah siswa yang bergegas pulang, namun di salah satu ruang sunyi, Lea masih tertidur pulas di ranjang UKS.

Tak lama, pintu UKS terbuka pelan. Flo, Laura, Viona, dan Vano masuk sambil saling berbisik, khawatir kalau Lea masih belum bangun juga.

"Lo yakin dia masih tidur?" bisik Laura.

"Ya kali dia kabur," sahut Vano dengan nada santai, lalu nyengir.

dan benar saja, gadis itu masih tertidur pulas, seolah-olah ia sedang rebahan dirumah.

Viona mendekat ke ranjang dan sedikit menggoyang bahu Lea, "Lea... woi, bangun... pulang, woy."

Gadis itu menggeliat sebentar, lalu membuka mata pelan—jelas masih setengah sadar. Rambutnya awut-awutan, matanya sembab, dan raut wajahnya kelihatan masih berat melepaskan dunia mimpi.

"Apaan sih..." gumamnya serak.

Laura dan Flo ketawa pelan melihat tampangnya yang masih kucel.

Baru saja suasana mulai kembali santai, Viona mendekat ke meja kecil di sisi ranjang. Tangannya meraih sebuah bucket bunga mungil berwarna hitam yang diletakkan begitu saja di sana. Bunga dahlia. Warnanya pekat, kelopaknya segar, tapi atmosfernya terasa... aneh.

"Eh, ini siapa yang naruh, Le?" tanya Viona sambil mengangkat bucket bunga itu, menunjukkan pada Lea.

Lea yang sedang mengusap matanya, langsung mematung saat melihat bunga itu. Seolah darahnya berhenti mengalir sejenak. Matanya membesar, wajahnya pucat dalam sekejap.

“...Lo kenapa?” tanya Laura pelan, menyadari perubahan ekspresinya.

Namun Lea hanya menggeleng perlahan, matanya tak lepas dari bunga itu. “Nggak apa-apa… tadi kayaknya… ada yang datang pas gue tidur.”

Suasana langsung berubah senyap. Semua saling melirik satu sama lain.

"Siapa? Guru? Suster? Gavin?" tanya Flo.

Tapi Lea nggak menjawab. Tatapannya tetap tertuju pada bunga dahlia hitam itu—indah, tapi dingin. Ada kenangan yang seolah bangkit begitu saja. Sesuatu yang hanya diketahui Lea... atau mungkin belum ingin ia bagi.

Sementara itu, di tempat lain, Gavin masih berada di perpustakaan, menyusun kembali beberapa buku pelajaran sebelum akhirnya melangkah pergi menuju UKS. Tanpa ia tahu... sesuatu telah lebih dulu datang menemui Lea.

Lea masih duduk di atas ranjang UKS, menatap kosong ke arah bunga dahlia hitam itu yang kini sudah kembali diletakkan di atas meja. Suaranya sempat hilang, pikirannya berputar—jadi... orang itu datang lagi? Saat dia tidur? Dia bahkan gak sadar.

"Apa dia ngelakuin sesuatu...? Atau cuma ngeliatin gue...?" pikirnya panik dalam diam.

Tiba-tiba, pintu UKS terbuka.

Gavin masuk sambil menenteng tas, matanya langsung tertuju pada Lea yang masih terlihat bengong. Alis cowok itu sedikit berkerut.

"Lo kenapa bengong?" tanyanya singkat, datar tapi jelas mengamati dengan teliti.

Lea langsung siuman, nyengir kaku, “Hah? Nggak... nggak papa,” jawabnya cepat, buru-buru bangkit dari ranjang dan berdiri tegak seolah tak ada yang terjadi.

“Lemes banget kayak habis liat hantu,” celetuk Gavin, tapi rautnya serius.

Lea langsung nyari topik lain. “Oh iya, kita ada kerkom, kan?” katanya, berusaha mengalihkan.

Teman-temannya yang masih di sana langsung mengangguk.

“Yoi. Jadi mau ngerjainnya di mana nih? Di sini? Kantin?” tanya Laura.

“Nggak... ke perpustakaan luar sekolah aja, yuk,” kata Flo. “Biar dapet referensi juga sekalian.”

Mereka semua setuju. Vano mengangguk sambil menguap pelan, “Sekalian cari kopi, gue ngantuk parah.”

Mereka berlima pun mulai membereskan barang-barang dan bersiap pergi. Gavin yang melihat Lea juga bersiap langsung bersuara.

"Gue ikut."

Lea meliriknya sebentar, agak malas tapi dia gak berani komentar. Toh, cowok itu selalu ikut ke mana pun dia pergi belakangan ini. Entah karena peduli... atau karena waspada.

Sebelum benar-benar keluar dari UKS, Lea berjalan pelan ke arah meja kecil. Matanya menatap bunga dahlia hitam itu lagi. Nafasnya sedikit tertahan.

“Lo... udah cukup bikin gue gak tenang.”

Dengan cepat, dia mengambil bucket bunga itu dan saat semua sudah berjalan keluar lebih dulu, Lea menyempatkan diri membuang bunga itu ke tempat sampah di lorong.

Tak ada yang melihat, tapi Gavin sempat melirik ke belakang—seolah tahu apa yang dilakukan Lea barusan.

Mereka pun keluar dari UKS, menuju perpustakaan luar sekolah. Tapi dari arah tempat sampah, seolah ada aroma samar dari kelopak bunga dahlia yang perlahan menghitam... lebih pekat dari sebelumnya.

1
Ververr
Aku suka karakternya, semoga bisa jadi buku cetak!
Ichigo Kurosaki
Aku beneran suka dengan karakter tokoh dalam cerita ini, thor!
Hakim Bohiran
Cerita yang menarik, gak capek baca sampe habis!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!