NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjadi Madu

Terpaksa Menjadi Madu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

Alya adalah gadis mandiri yang bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit swasta. Hidupnya sederhana namun bahagia, hingga suatu hari ia harus menghadapi kenyataan pahit, ayahnya terlilit utang besar kepada seorang pengusaha kaya, Dimas Ardiansyah. Untuk melunasi utang itu, Dimas menawarkan satu-satunya jalan keluar—Alya harus menikah dengannya. Masalahnya, Dimas sudah memiliki istri.

Dengan hati yang terpaksa dan demi menyelamatkan keluarganya, Alya menyetujui pernikahan itu dan menjadi madu. Ia masuk ke dalam kehidupan rumah tangga yang dingin, penuh rahasia, dan ketegangan. Istri pertama Dimas, Karin, wanita anggun namun penuh siasat, tidak tinggal diam. Ia menganggap Alya sebagai ancaman yang harus disingkirkan.

Namun di balik sikap dingin dan keras Dimas, Alya mulai melihat sisi lain dari pria itu—luka masa lalu, kesepian yang dalam, dan cinta yang belum sempat tumbuh. Di tengah konflik rumah tangga yang rumit, kebencian yang mengakar, dan rahasia besar dari masa lalu,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 3

Beberapa hari setelah pesta ulang tahun ayah Dimas, suasana kembali hening. Tapi bagi Alya, ketenangan itu hanya seperti air yang tampak tenang di permukaan, sementara badai bergolak di bawahnya. Ia tahu, perlakuan dingin dari Karin bukan yang terakhir. Bahkan mungkin belum benar-benar dimulai.

Dan Dimas… pria itu semakin sulit ditebak.

Setiap malam, Alya tidur sendiri. Dimas tak pernah kembali ke apartemen itu. Ia hanya mengirim kabar lewat pesan singkat. Bahkan saat Alya mengalami mimpi buruk dan meneleponnya dengan panik, yang ia terima hanyalah balasan dingin:

“Tidurlah. Kau akan terbiasa.”

Alya menatap pesan itu lama, seolah berharap huruf-huruf di layar bisa berubah menjadi pelukan hangat. Tapi tidak. Hanya dingin dan jarak.

Hari itu, ia memutuskan untuk pergi keluar, mengunjungi ayahnya yang kini dirawat di rumah sakit pasca pendarahan ringan. Di bangsal kelas dua yang sederhana itu, Alya merasa lebih hidup.

“Alya...” suara ayahnya bergetar. “Kamu terlihat capek, Nak. Apa suamimu memperlakukanmu dengan baik?”

Alya tersenyum, mengusap tangan ayahnya pelan. “Kami baik-baik saja, Yah. Dia sibuk kerja, jadi aku sering sendiri.”

Ayahnya menarik napas dalam. “Ayah tahu kamu terpaksa, Alya. Tapi kamu anak Ayah yang paling kuat. Jangan pernah merasa rendah karena jalan yang kamu pilih.”

Alya menahan air mata. Kata-kata itu menembus jiwanya lebih dalam dari apa pun yang pernah dikatakan Dimas.

Saat pulang, ia melewati taman kecil dekat rumah sakit. Di sana, seorang wanita duduk sendiri di bangku taman. Saat Alya melintas, wanita itu menoleh.

Alya menahan napas.

Karin.

“Kita ketemu lagi, rupanya,” ucap Karin sambil mengenakan kacamata hitam. “Apa kamu suka apartemen barumu?”

Alya ingin berlalu, tapi Karin menepuk bangku di sebelahnya. “Duduklah. Kita bicara sebentar. Tidak akan ku bunuh, tenang saja.”

Dengan hati-hati, Alya duduk. Hatinya berdebar kencang.

“Dimas pernah bilang, pernikahan kami dulu juga diawali karena kewajiban,” Karin memulai. “Ayahnya mengatur semuanya. Aku anak pengusaha besar, Dimas hanya pengusaha kecil waktu itu. Tapi aku jatuh cinta padanya.”

Alya mendengarkan dalam diam.

“Kamu tahu kapan cinta berubah jadi racun, Alya?” tanya Karin sambil menoleh. “Saat dia mulai berhenti memandang kita sebagai manusia, dan melihat kita sebagai tanggung jawab. Kamu mungkin istri barunya, tapi itu tidak berarti kamu mengenal siapa dia sebenarnya.”

Alya menelan ludah. “Saya tidak berniat merebut siapa pun dari Ibu.”

“Oh, kamu memang tidak berniat. Tapi kamu tetap melakukannya.” Karin tersenyum sinis. “Dan kamu akan tahu, suatu hari, bahwa jadi madu bukan hanya soal status. Tapi tentang dihancurkan perlahan, tanpa kamu sadari.”

Sebelum pergi, Karin menyodorkan sebuah amplop. “Kalau kamu cukup pintar, kamu akan baca ini. Kalau cukup bodoh, buang saja.”

Alya memegang amplop itu sepanjang perjalanan pulang. Sesampainya di apartemen, ia membukanya.

Di dalamnya hanya ada satu hal—foto.

Foto Dimas. Bersama seorang wanita muda. Sedang menggendong bayi.

Dan di balik foto itu, tertulis,

“Dia juga pernah berjanji pada yang lain sebelum kamu.”

Malam itu, Alya menunggu. Untuk pertama kalinya, ia menelepon Dimas dan berkata tegas:

“Datanglah malam ini. Kita harus bicara. Kalau tidak, aku akan pergi.”

Dimas datang satu jam kemudian. Mengenakan jas abu-abu dan wajah letih. Tapi saat melihat mata Alya, ia tahu tak bisa menghindar.

“Siapa dia?” tanya Alya tanpa basa-basi, menunjukkan foto itu.

Dimas menghela napas. Ia duduk di sofa, menyandarkan kepala ke belakang.

“Namanya Vanya,” katanya pelan. “Kami dulu dekat. Saat aku kuliah. Tapi keluargaku memaksaku menikah dengan Karin. Aku… tinggalkan dia. Dan anak itu—ya, anakku.”

Alya menatapnya tajam. “Kamu tinggalkan mereka?”

“Waktu itu aku tak punya kekuatan menolak ayahku. Tapi aku tetap kirim uang, tetap perhatikan mereka dari jauh.”

“Kamu tahu kamu sedang mengulang pola yang sama, Dimas?”

Dimas membuka mata. Menatap Alya. “Aku tahu. Dan itu yang paling ku takuti.”

Alya berdiri. “Kalau kamu terus begini, kamu akan kehilangan semuanya. Aku tidak akan jadi boneka yang kamu tempatkan di apartemen hanya untuk kamu pamerkan sesekali.”

“Lalu kamu mau apa?”

Alya menatapnya penuh keberanian. “Kalau kamu ingin aku bertahan, kamu harus berhenti memperlakukan aku seperti beban. Bukan sebagai tanggung jawab. Tapi sebagai manusia. Istri. Atau aku akan pergi dan tidak menoleh ke belakang.”

Dimas berdiri perlahan. Ia menatap Alya lama, lalu berkata, “Kamu berbeda dari yang lain.”

“Sayangnya, itu tidak cukup,” jawab Alya, lalu masuk ke kamar dan menutup pintu.

Malam itu, Dimas duduk sendirian di ruang tamu, memandangi foto anaknya bersama Vanya. Ia tahu, luka-luka dari masa lalu tak bisa dihapus. Tapi ia tak mau kehilangan Alya—satu-satunya wanita yang berani menantangnya, bahkan saat dunia membencinya.

Dan di balik pintu, Alya duduk di lantai, menggenggam lututnya sendiri. Ia tahu, badai belum selesai. Tapi untuk pertama kalinya, ia merasa tidak lagi hanya korban—melainkan seseorang yang akan melawan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!