KARMA
Sebelum membaca karya ini alangkah baiknya jika membaca karya pertamaku yang berjudul Aku Bukan Pelakor, agar bisa mengikuti jalan ceritanya.
Karya KARMA ini menceritakan tentang pembalasan pengkhianatan yang di lakukan julio kepada istri dan anak-anaknya.
Julio bukan hanya mengkhianati istrinya namun ia membohongi ana dengan mengaku lajang untuk mendapatkan hati dan tubuh ana, selain itu ia juga di duga menggelapkan dana perusahaan tempatnya bekerja serta perusahaan milik istrinya.
Lalu apa sajakah KARMA yang akan di terima oleh julio?
Semuanya akan di ceritakan di Novel ini.
Terima kasih, selamat membaca😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Satu minggu setelah kepergian ibu mertuanya, Retno mulai menata hidupnya kembali. Ia mulai masuk ke kantor mengurus perusahaannya yang kini mengalami masalah keuangan yang cukup serius.
"Pulangnya di jemput bibi ya mas." ucap retno.
Baru saja ia ingin membuka helm, putra sulungnya sudah meraih tangannya dan memberikan helmnya kepada dirinya.
"Baik Umi, Assalamualaikum." Rangga mencium tangan uminya kemudian berlari masuk ke dalam sekolahnya.
Retno nampak heran dengan sikap Rangga pagi itu yang tak seperti biasanya, biasanya bocah itu selalu minta diantar hingga lobby sekolah namun kali ini Rangga seolah enggan di atar oleh Uminya, Rangga langsung lari ketika selesai bersalaman.
"Apa Rangga malu ya di antar dengan motor?" gumam Retno.
"Sudahlah nanti malam aku akan mengajaknya ngobrol." Retno menghela nafasnya kemudian melanjutkan perjalanannya menuju kantor.
Tiba di kantor retno langsung mengadakan meeting internal terbatas untuk mengetahui kondisi perusahaannya secara keseluruhan.
"Bu, ini neraca terbaru perusahaan kita yang ibu minta kemarin." Tia menyerahkan laporannya pada retno.
Retno mengerutkan keningnya melihat laporan keuangan perusahaannya yang carut marut.
"Penalti dari perusahaan PT. Indosari?! Ada masalah apa sampai kita kena penalti sebesar ini?" tanya Retno sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Itu bu... beberapa waktu lalu bapak, mengambil dana alokasi project tersebut sehingga project tersebut merangkak dan kita terkena penalti karena tidak sesuai dengan target yang ada di kontrak kerja sama." ucap Tia dengan ragu-ragu.
"Saya minta bukti pengambilan dananya" seakan tidak percaya jika mantan suaminya tega melakukan itu, Retno meminta bukti-bukti pengambilan dana tersebut kepada tia.
"Ini bu" dengan ragu-ragu Tia memberikannya kepada Retno.
"Astagfirullah, lima ratus juta!!" dada Retno terasa sangat sesak melihat nominal sebesar itu yang Julio ambil dari perusahaannya, tepat sehari sebelum Julio meminta izin kepadanya untuk pergi ke Jakarta.
"Meeting saya tunda hingga besok pagi, terima kasih semuanya." Retno beranjak dari tempat duduknya kemudian ia berjalan sempoyongan menahan sakit di kepalanya menuju ruang kerjanya.
Sesampainya di ruang kerjanya, Retno mengambil foto alm.bapaknya yang terpajang di meja kerjanya.
"Pak, maafkan aku yang tak bisa menjalankan amanatmu untuk meneruskan perusahaan yang bapak rintis dengan susah payah huhhuuu...." Retno menitikan air matanya sambil mengelus foto alm. bapaknya.
"Maafkan aku pak... hiks..." Rento mendekap erat foto tersebut.
Lama ia menangisi nasib perusahaannya yang ambang kebangkrutan, Retno menyalakan laptopnya membuat surat pencabutan kuasa terhadap pengacara yang menangani kasus hukum Julio terkait insiden penabrakan ana.
"Uruslah urusanmu sendiri!" gumam Retno, ia sudah tidak sudi lagi membantu mantan suaminya, mau dipenjara seumur hidup pun ia tak peduli, lagi pula Rangga sudah tidak pernah menanyakan tentang keberadaan Abinya.
Drrrt... drrrt... drrrt...
Retno menerima satu pesan masuk dari lyra.
Lyra:
Ret, besok jadikan antar aku medical check up?
^^^Retno:^^^
^^^Iyo lyr, agak pagi ya setelah aku antar rangga ke sekolah.^^^
Lyra:
Oke, Terima Kasih ya ret.
Retno menaruh kembali handphonenya di dalam tasnya, kemudian ia keluar dari ruang kerjanya memberikan surat yang ia buat kepada sekretarisnya.
"Tolong ini di berikan kepada kuasa hukumku, aku mau meeting dengan client di luar."
"Baik bu."
Retno keluar dari kantor menuju tempat meeting yang telah di tentukan oleh client, harinitu meeting berlangsung dengan lancar, setelah dua jam berdiskusi kedua belah pihak menemukan kesepakatan dan menadatangani kontrak kerja sama.
"Terima kasih atas kerja samanya, semoga project ini berjalan dengan lancar" ucap Pak Andini sambil mengulurkan tangannya.
"Sama-sama Bu Andini, aku juga berharap demikian" Retno menerima jabatan tangan clientnya.
karena hari sudah sore, selesai meeting Retno memutuskan untuk tidak kembali ke kantor, wanita itu langsung kembali menuju ke kediamannya.
Selama empat puluh tiga menit mengendarai sepeda motornya akhirnya retno tiba di kediamannya, rasa lelah menghinggapi badan dan pikirannya. Wanita itu duduk di meja makan kemudian menuangkan air didalam gelasnya dan meminumnya.
"Apa masalah perusahaan benar-benar serius nduk?" Tanya ibundanya yang juga mencemaskan kondisi perusahaan peninggalan alm. suaminya.
Retno hanya bisa menganggukan kepalanya perlahan sambil menaruh gelas di atas meja.
"Maafkan aku bu, aku terpaksa harus melepasnya karena banyak project yang merangkak hiks..." Buliran-buliran bening menetes di pipinya.
"Sudahlah nduk, ibu sudah ikhlas. Ibu yakin allah pasti akan memberikan jalan untuk kita" Ibu Sartika memeluk dan mengelus putrinya dengan lembut.
Meski hatinya sangat berat untuk melepaskan perusahaan yang di bangun oleh alm.suaminya dengan susah payah, namun wanita paruh baya itu pun tak tega melihat putrinya bersedih dan terpuruk. Sebisanya ia mencoba melapangkan hati putrinya dan mencoba memberikan solusi untuk kehidupannya kedepan.
"Tapi itukan peninggalan bapak."
"Roda kehidupan itu berputar nduk, saat di bawah kita harus ikhlas, sabar dan percaya jika allah akan memberikan jalan untuk kita. Materi boleh saja berkurang tapi keimanan kita jangan sampai berkurang." Bu sartika menghapus air mata putrinya.
"Tetap bersyukur, allah masih memberikan nikmat yang luar biasa kepada kita. Jangan bersedih lagi ya, ikhlas. Kita fokus mengurus anak-anak dengan apa yang masih kita miliki saat ini." Bu sartika menatap retno dalam-dalam.
"Ia buk, terima kasih." Retno tersenyum kepada ibundanya, ia merasa jauh lebih lega setelah menceritakan semuanya kepada ibundanya.
"Ya sudah kamu ganti baju dulu, ajak rangga makan bersama. Dari tadi anakmu itu belum mau keluar kamar"
'Apa ini ada kaitannya dengan kejadian tadi pagi?' gumam Retno dalam hati.
"Baik, Bu." Retno beranjak dari tempat duduknya berjalan menuju kamar putra sulungnya.
Tok...tok...tok...
"Boleh umi masuk?" tanya Retno dari balik pintu kamar Rangga.
"yes of course, Umi." Ucap rangga.
Retno pun perlahan mendekat ke arah putranya yang sedang duduk di depan meja belajarnya.
"Maafin umi ya jika membuat mas malu dengan teman-teman mas." Retno mengelus kepala rangga dengan lembut.
"Maksud umi?" Tanya rangga heran.
"Mas malu kan jika umi antar dengan sepeda motor, umi janji besok kita naik taxi berangkatnya."
"Malu? malu kenapa umi? aku TPA pun naik sepeda"
"Kan beda sekolah mas."
"Ah sama saja umi."
"Lalu mengapa tadi pagi mas langsung berlari tidak mau umi antar hingga lobby?" tanya Retno kembali.
" Ada buku yang ingin aku pinjam di perpustakaan sekolah, sudah dua minggu aku menunggunya tapi selalu saja keduluan kelas lain."
"Buku? buku apa mas?"
"Ini umi." Rangga memperlihatkan buku kimia yang ia pinjam dari perpustakaan sekolahnya.
"Lihatlah ini umi." Rangga memamerkan galaksi buatannya dari bahan susu, sabun cair dan pewarna makanan.
"Baguskan umi? ada lagi nih umi." Rangga meletakkan balon di leher botol yang berisi cuka, soda kue di dalamnya.Soda kue bereaksi dengan cuka dan balon mengembang dengan sendirinya.
"Keren kan umi? ini semua aku pelajari dari buku ini" ucap Rangga dengan penuh semangat.
"Umi bangga sekali padamu, mas" Retno jadi tidak enak kepada putra sulungnya karena ia sempat berfikir yang tidak-tidak kepadanya, padahal putranya justru sedang bersemangat belajar.
"Mas lanjutin lagi ya, umi mau ganti baju dulu." Retno beranjak dari kamar putra sulungnya menuju kamarnya.
sungguh menguras air mata, tapi sangat puas n byk pelajaran yg bisa diambil dlm cerita ini
sungguh sangat terharu dgn novel ini