NovelToon NovelToon
Garis Batas Keyakinan

Garis Batas Keyakinan

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Percintaan Konglomerat / Cintapertama / Idola sekolah
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: blcak areng

Indira mengagumi Revan bukan hanya karena cinta, tetapi karena kehormatannya. Revan, yang kini memeluk Kristen setelah melewati krisis identitas agama, memperlakukan Indira dengan kehangatan yang tak pernah melampaui batas—ia tahu persis di mana laki-laki tidak boleh menyentuh wanita.

​Namun, kelembutan itu justru menusuk hati Indira.

​"Untukku, 'agamamu adalah agamamu.' Aku tidak akan mengambilmu dari Tuhan-mu," ujar Revan suatu malam, yang di mata Indira adalah kasih yang dewasa dan ironis. Lalu ia berbisik, seolah mengukir takdir mereka: "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."

​Kalimat itu, yang diambil dari Kitab Suci milik Indira sendiri, adalah janji suci sekaligus belati. Cinta mereka berdiri tegak di atas dua pilar keyakinan yang berbeda. Revan telah menemukan kedamaiannya, tetapi Indira justru terombang-ambing, dihadapkan pada i

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blcak areng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Godaan Variabel dan Laporan Pertama

​Aku kembali ke rumah setelah sesi coaching yang menyakitkan dengan Gus Ammar Fikri. Saat aku melangkah masuk, aku merasa bukan lagi Indira yang sama. Aku adalah sebuah proyek yang harus dikelola dengan ketat, dan Ammar adalah Manajer Proyek yang tidak mentolerir kegagalan.

​Aku langsung masuk ke kamar. Rasa lelah, malu, dan marah bercampur menjadi satu. Ammar benar. Kami berdua melakukan zina hati. Dan aku harus menghentikannya.

​Aku membuka tas, mengeluarkan ponsel, dan hendak menaruhnya di meja. Tiba-tiba, sebuah notifikasi muncul.

​WhatsApp Message: Nomor Tak Dikenal

​Jantungku berdebar kencang. Aku tahu ini pasti Revan. Nomornya selalu berubah sejak Ayah Bimo memberinya peringatan.

​Aku membuka pesan itu, meskipun tahu itu adalah pelanggaran Garis Batas Keyakinan yang berpotensi merusak proyek taaruf-ku.

​Revan: Indira. Aku perlu bicara. Bukan tentang cinta kita. Tapi tentang pria itu. Aku tidak terima dia menghina cinta kita dengan sebutan 'zina hati'. Aku hanya ingin kamu tahu, dia salah. Dan aku akan membuktikannya.

​Revan: Tolong, jawab sekali saja. Aku tahu kamu marah, tapi aku hanya butuh kejelasan tentang apa yang kamu rasakan sekarang. Aku menunggumu.

​Aku menatap pesan itu. Kata-kata Revan menusuk lagi. Dia tidak menyerah. Dia tidak hanya kalah, dia marah karena Amman telah menyerang inti keyakinan pribadinya tentang hubungan mereka. Dia ingin membalas kekalahannya.

​Aku menutup mata. Ini adalah variable yang muncul. Variabel yang harus dilaporkan.

​Ujian Janji

​Aku bisa saja menghapus pesan itu, memblokir nomornya, dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Dengan begitu, aku tidak akan membuat Ammar kecewa, dan aku akan mendapatkan ketenangan sebentar.

​Namun, suara Ammar kembali terngiang, dingin dan mendominasi: "Mulai sekarang, setiap kali Anda merasa goyah, atau setiap kali ada variable dari masa lalu yang muncul, segera hubungi saya. Laporkan. Saya adalah Manajer Risiko Anda."

​Aku tahu, jika aku menyembunyikannya, aku akan melanggar prinsip kejujuran yang diutamakan Ammar. Dan jika ia tahu di kemudian hari, kegagalan itu akan jauh lebih besar daripada variable itu sendiri.

​Dengan tangan gemetar, aku membuka kontak Ammar Fikri. Aku harus melakukan ini. Ini adalah Laporan Pertama yang akan menguji seluruh komitmenku pada taaruf ini.

​Aku tidak tahu harus memulai dengan apa. Mengirim pesan WhatsApp terasa tidak sopan. Aku memberanikan diri, menekan tombol panggil.

​Panggilan tersambung setelah dua kali dering.

​"Assalamu'alaikum, Gus Ammar," kataku, suaraku tegang dan formal.

​"Wa'alaikumussalam, Saudari Indira. Ada apa? Anda menelepon saya di luar jam yang dijadwalkan. Apakah terjadi krisis? Apakah porsi makan Anda bermasalah?" tanya Ammar, nadanya menunjukkan sedikit keterkejutan karena aku yang menelepon, tetapi dengan cepat kembali ke mode profesional.

​"Bukan masalah makan, Gus. Ini tentang... variabel yang Anda bicarakan," aku menarik napas dalam-dalam. "Saya melapor. Saya baru saja menerima pesan dari Bapak Revan."

​Amman terdiam di ujung telepon. Keheningan itu terasa jauh lebih menakutkan daripada sindirannya tadi.

​"Jelaskan isinya," perintah Ammar, suaranya kini kembali tajam, penuh perhatian.

​Aku membacakan inti pesan Revan, menahan air mata. "Dia tidak terima Anda menyebut hubungan kami zina hati. Dia ingin saya menjawabnya, dan dia bilang dia akan membuktikan bahwa Anda salah."

​Ammar mendengarkan seluruh laporanku tanpa menyela, sebuah tanda bahwa ia menganggap ini adalah krisis serius.

​Setelah aku selesai, Ammar tidak langsung merespons dengan amarah. Ia merespons dengan logika yang mematikan.

​"Terima kasih atas laporan Anda, Saudari Indira. Anda berhasil memenuhi janji Anda sebagai mitra yang kooperatif. Itu adalah nilai plus."

​Kata-katanya yang memuji kejujuranku sedikit meredakan ketegangan ku.

​"Sekarang, mengenai konten pesan tersebut," lanjut Ammar, "Bapak Revan sedang memasuki Fase Deniability setelah kegagalan argumennya. Anda tidak perlu menjawabnya, dan Anda tidak perlu menghapus pesannya."

​"Kenapa tidak perlu dihapus, Gus?"

​"Karena pesan itu adalah bukti dan data yang berguna. Data adalah aset. Biarkan data itu tetap ada. Namun, Anda akan memblokir nomor tersebut. Segera setelah panggilan ini berakhir."

​"Baik, saya mengerti."

​"Indira," panggil Ammar, ia menggunakan namaku tanpa embel-embel 'Saudari' untuk pertama kalinya. Nadanya kini sedikit lebih personal, tetapi tetap dingin.

​"Ya, Gus?"

​"Perlu diingat: Reaksi Bapak Revan saat ini adalah bukti bahwa dia tidak hanya kehilangan Anda, tapi dia juga merasa harga dirinya dipertanyakan di ranah agama yang paling mendasar. Dia akan mencoba memenangkan kembali argumen itu melalui Anda. Jangan berikan dia ruang."

​"Saya tidak akan memberinya ruang," janjiku.

​"Bagus. Laporan ditutup. Tolong kirimkan pesan kepada saya melalui WhatsApp setelah Anda berhasil memblokir nomor tersebut, sebagai bukti audit telah selesai. Setelah itu, fokus pada tugas kuliah Anda. Jangan ada lagi variable malam ini."

​"Assalamualaikum, Gus," kataku.

​"Wa'alaikumussalam," jawab Ammar, lalu memutuskan panggilan.

​Aku segera memblokir nomor Revan, mengirimkan pesan singkat kepada Ammar sebagai konfirmasi, dan meletakkan ponselku. Aku berhasil melewati godaan Revan, tetapi sekarang aku merasa sepenuhnya terikat pada perintah Gus Ammar Fikri.

​Taaruf ini bukan lagi tentang cinta, tetapi tentang ketaatan pada seorang pria yang berjanji akan menjadikanku stabil dan seiman.

1
Suyati
cakep bunda nasehatnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!