Novel ini hasil collab antara Siti H dan Mom Young penulis novel 'Santet Pitung Dino'.
Sumber: Mbah Tainah, Desa Tiga Sari, kecamatan Jatenegara. Tegal-Jawa Tengah.
Diangkat dari sebuah kisah nyata. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 1968 silam, dimana seorang pemuda miskin harus terjebak oleh sesosok makhluk ghaib Ratu Ular bernama Nyi Arum Lopa.
Tanpa sengaja, ia bertemu dengan Nyi Arum Lopa dibawah pohon Gintung yang tumbuh tinggi menjulang dan berusia ratusan tahun.
Dibawah pohon Gintung itu juga terdapat sumber mata air yang membentuk sebuah telaga kecil dengan airnya yang sangat jernih.
Karena persekutuannya itu, membuat pemuda bernama Saryat mendapatkan wajah tampan dan tidak pernah tua, serta harta yang melimpah. ia memulai usahanya dengan menyewakan gamelan saat setiap ada hajatan, dan harus dikembalikan sebelum pukul 12 malam..
Ada apa dengan gamelan tersebut, dan bagaimana kisa Saryat dengan sang Ratu Ular Nyi Arum Lopa?
ikuti novel ini selan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Terima
Saryat baru saja pulang dari lahan yang akan ia jadikan sebagai ladang jagung.
Letaknya cukup jauh dari kediamannya saat ini yang ada ditepian sungai Kali Gede.
Saryat sudah memesan bahan bakar bensin, dan ia sedang menunggu kedatangan barang tersebut, yang mana hanya sampai diujung desa.
Dua buah drum besar diangkut menggunakan pedati kerbau dan kini sedang menuju ke arah rumahnya.
Hari ini, ia merasa sangat lelah, ditambah lagi adanya penambahan pekerja, yang membuatnya harus mengeluarkan uang yang cukup banyak.
Saryat tiba dirumahnya hampir senja. Mentari sudah meredup, dan safak menggantung dilangit yang kian temaram.
Pria itu memarkirkan motornya diteras rumah. Dimana bentuknya sudah sangat lebih modern, berpagar kayu dan hanya ia satu-satunya memiliki rumah tergolong mewah pada zamannya.
Sesaag hidungnya mengendus aroma masakan yang baru saja dimasak oleh seseorang.
Ikan goreng sambal dan juga gulai umbut lengkuas yang biasa dimasak oleh si Mboknya, dan merupakan masakan khas daerah tersebut.
"Siapa yang sedang memasak? Aku tidak ada menempatkan pembantu atau siapapun dirumah ini," gumamnya dengan lirih.
Langkah tampak sangat hati-hati dan ingin melihat siapa yang sedang memasak didapurnya.
Ia mendekati pintu dapur, lalu mengintai dibalik celah kunci dengan perasaan tak menentu.
Terlihat lampu minya yang tabungnya terbuat dari kaca dan juga memakai penutup agar terhindar dari tiupan angin, dan disebut dengan lampi semprong, sedang memperlihat cahayanya yang redup.
Saat ini Saryat tersentak kaget sebab melihat seseorang yang sedang memasang menggunakan kompor minyak merk legendaris, Hock.
Disaat yang lain masih menggunakan kayu bakar, Saryat justru sudah memakai kompor minyak sebanyak tiga buah.
Tak hanya itu, Saryat juga sudah menggunakan penerangan yang menggunakan daya dari Aki mobil, meski dengan kemampuannya yang terbatas, hanya dapat digunakan untuk lampu bagian ruang tamu, kamar dan teras saja.
Pria itu tersentak kaget saat melihat seorang wanita yang sedang memasak didapurnya.
Pria itu melangkah mundur, dan tatapannya tampak nanar bercampur kesal.
Ia tidak tahu bagaimana caranya wanita itu bisa sampai dirumahnya?
Saryat merasa tidak terima jika wanita itu benar-benar mengendalikan dirinya. Ia merogoh saku celananya, dan mencoba mengambil kunci rumah.
Akan tetapi, ia tak menemukan bemda itu disana, dan ternyata ia baru mengingat sepertinya kunci tersebut ikut bersama lembaran uang yang ia berikan kepada sosok didalam dapur.
"Sial!" makinya dalam hati, dan ia sangat menyesali, mengapa harus begitu baik.saat pagi tadi, sehingga membuatnya terjebak dalam perangkap licik.
Ia menarik nafasnya dengan berat, lalu mengjelanya dengan perlahan, dan ia mengetuk pintu.
Tok tok tok
Terdengar suara langkah kaki menuju ke arahnya, lalu pintu terbuka.
Wanita itu berjalan menuju ke arah pintu dengan senyumnya yang melebar.
Ia membukanya, dan menyambut sang pria dengan wajah sumringah. "Masuklah, Sayang, aku sufah menyiapkan makan malam untukmu,"
Saryat serasa ingin muntah saat mendengarnya. Ia menatap sang wanita dengan pandangan tak suka. "Siapa yang memintamu tinggal dirumahku? Dan kau sudah lancang menggunakan semua perkakas milikku," ucapnya dengan penuh penekanan.
"Tenanglah, Sayang. Kita sudah suami istri, lalu apalagi yang membuatmu begitu sangat marah?" wanita itu masih berusaha untuk tenang dan berjalan mundur, saat Saryat ingin masuk ke dalam dapur, sebab hari sudah sangat gelap.
"Aku bisa menyiapkan semua keperluanmu, setidaknya aku berguna tinggal disini," sang wanita yang tak lain adalah Suketi menawarkan dirinya.
Saryat menatap penuh kebencian. Ia tidak menyukai wanita, tetapi ada benarnya, jika ia bisa saja dimanfaatkan untuk menjadi pembantu dirumahnya.
Sesaat ia mendapatkan ide yang sangat cemerlang. Setidaknya dapat mengurangi pekerjaannya sepetri mencuci, memasak, dan membersihkan rumah.
"Baiklah, jika itu maumu, dan kamarmu ada dibagian tengah." tunjuknya pada arah kamar tempat dimana nantinya wanita itu akan tidur. "Dan kamar bagian belakang yang ini, dan juga gudang, jangan pernah sekalipun kau mencoba untuk membukanya!" Saryat mengingatkan agar Suketi tidak lancang membuka pintu kamar rahasia miliknya, dan juga gudang penyimpanan gamelan.
Wanita itu mengerutkan keningnya. Ia merasa ada yang janggal dalam ucapan Saryat saat ini.
"A-apa? Aku tidur dikamar tengah? Aku ini istri kamu," Suketi mencoba mengingatkan jika mereka sudah me jadi suami-istri, dan mengapa harus tidur terpisah kamar?
Saryat menatapnya tajam. "Kamu harus sadar diri, jika aku menikahimu bukan karena sebuah inginku, tetapi keterpaksakan yang dipaksakan oleh kelicikanmu!" ucap Saryat dengan senyum sinis.
Suketi mengangakan mulutnya. Ia sudah rela meninggalkan kedua anaknya demi pria itu, tetapi Saryat tak sedikitpun menghargainya.
"Siapkan saja makam malam untuk untukku, aku akan menggajimu, dan kau butuh uang--bukan?" ucapnya dengan nada sinis, dan ia dapat melihat wajah Suketi yang semakin memelas.
"Sudah ku katakan padamu, masalah hati tidak dapat dipaksakan," Saryat kembali menegaskan, dan ia melangkah meninggalkan wanita itu, lalu menuju kamarnya.
Suketi diam termangu, ia me atap punggung Saryat dengan rasa sakit hati. Namun, dapat tinggal serumah dan mendapatkan uang dengan mudah, hal itu akan menjadi pilihan baginya.
Saryat memasuki kamarnya. Ranjang ukiran yang terbhat dari kayu jati pilihan dengan kasur kapas yang yang empuk, membuatnya ingin segera merebahkan dirinya.
Akan tetapi, ia belum membersihkan diri, dan ingin mandi ditepian Kali Gede yang ada disamping rumahnya.
Ia keluar dati kamarnya dengan hanya menggunakan handuk yang dililitkan dipinggangnya.
Pria itu melewati dapur, lalu tanpa sengaja berpapasan dengan Suketi, dan melihat hal itu, tentu saja Suketi merasakan cenat-cenut melihat tubuh Saryat yang hanya terbalut kain handuk.
Saryat tampak tak perduli. Ia keluar menenteng tempat sabun, lalu menuju kali dan akan mandi disana.
Sedangkan Suketi tampak tak tahan dengan apa yang dilihatnya. "Aduh, Kang. Kamu buat aku gak nahan saja" wanita itu merasakan area intinya basah, ia menginginkan Saryat malam ini.
Akan tetapi, ia seperti merasakan ada sesuatu yang sedang memperhatikannya, dan membuat bulu kuduknya meremang.
"Apaan, ya? Kok aku jadi merinding?" gumamnya dengan lirih, lalu bergidik.
Wanita itu berjalan menuju kamar tengah yang dikatakan menjadi tempat tidurnya.
Ia merasa jika itu cukup baik, daripada tidur didapur dan ini masih cukup layak.
Ia memasuki kamarnya. Wanita merasa takjub. Ia merasa menjadi nyonya dirumah ini, dan ternyata ada untungnya ia dapat menjerat Saryat, sebab akhirnya ia merasakan tidur dikasur empuk.
"Gak sia-sia aku maksa Kang Saryat nikahi aku, kalau akhirnya aku bisa menikmati kemewahan ini." decaknya dengan kagum.
Suketi berjalan menuju tepian ranjang, dan duduk diatas kasur untuk merasakan betapa nyamannya tidur malam ini.
itu pedati bisa berubah jd ulaarrrr..