Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terbuka Hati
"Kenapa teriak-teriak gitu sih mak? Andin kan, lagi makan," sahut Amar membalikkan badan sekilas. Kemudian kembali melanjutkan cuci piring.
"Iya emak tahu, tapi kamu kan, baru pulang," bela Rohani mendekati anaknya.
"Sama kan? Seperti almarhum ayah lakukan dulu, walaupun capek pulang kebun ataupun sawah dia tetap harus melakukan pekerjaan rumah," sahut Amar membantah emaknya.
"Itu beda Amar, ayahmu dulu melakukannya karena,"
"Karena tidak sanggup mendengar keluhan emak yang setiap hari mengeluh capek," potong Amar seraya melap tangannya.
"Mak, aku pulang ingin membawa Andin ikut bersamaku. Setuju ataupun tidak, aku akan membawanya. Sekarang, dia lagi hamil mak, aku gak mau jika nanti mak kembali membuatnya sedih," ujar Amar.
"H-hamil? Andin hamil? Ba-bagaimana bisa?" Rohani terlihat shock.
"Karena kami tidur bersama, berhubungan, jadi lah," sahut Andin mengangkat bahunya.
Sejak tahu istrinya hamil, Amar tak kunjung balik ke tempatnya merantau.
Terhitung sudah dua bulan dia berada di kampung halamannya. Dan hari ini dia berencana untuk ke klinik, untuk melalukan usg pada Andin.
Dan Rohani sendiri, sudah banyak berubah semenjak tahu menantunya hamil. Bahkan, dia diam-diam bangun lebih pagi, hanya sekedar untuk masak, ataupun mencuci bajunya sendiri.
Tak hanya itu, bahkan Rohani tak segan membawakan Andin buah-buahan. Dia juga mulai menanan sayur-sayuran sendiri, agar Andin bisa menikmatinya.
"Emak ikut," cetus Rohani, kala tahu anak mantunya ingin ke klinik.
"Tapi kami mau usg mak," ungkap Andin, dia sedikit keberatan.
"Maka dari itu mak harus ikut, mak harus memastikan jika calon cucu emak baik-baik aja," keukeh Rohani.
Akhirnya, Amar dan Andin memilih untuk mengalah. Rohani sendiri, menghubungi Juli untuk menemaninya ke klinik. Karena Amar, melarang emaknya untuk mengendarai sepeda motor seorang diri.
Sampai disana, Rohani termasuk yang paling antusias kala mendengar perkembangan calon cucunya. Dia bahkan tidak segan mengeluarkan uangnya untuk menembus vitamin yang di rekomendasi kan, oleh dokter.
Andin tersenyum simpul, hatinya tersentuh melihat ketulusan yang diberikan oleh mertuanya.
Semenjak Andin hamil, Rohani mulai menjaga sikap dan perilakunya. Itu semua atas permintaan Andin.
Ya, Andin meminta Rohani untuk tidak lagi ikut campur dalam setiap masalah orang lain. Itu semua semata-mata karena Andin tidak mau jika nanti anaknya menanggung karma sang nenek.
Apalagi, Andin menakut-nakuti Rohani dengan mengatakan jika umur tiada yang tahu, dan bisa saja Rohani pergi lebih dulu, serta mengharuskan keturunan Rohani untuk menaggung kesalahan yang Rohani perbuat di dunia.
"Makan lah, bukan kah, aku mau ini?" Rohani menyodorkan ayam kecap buatannya.
Iya, semalam tak sengaja Rohani yang hendak ke dapur mendengar perbincangan antara Amar dan Andin. Yang dimana, Andin mengaku ngidam ayam kecap, yang pernah di buat oleh Rohani.
Tentu saja, perempuan yang tak lagi muda itu merasa senang. Dia beranggapan jika calon cucunya, akan menyayanginya.
Di rumah sebelah, Azhar yang ada di rumah memilih untuk mengajak Tari ke sebuah toko emas. Dia ingin memberikan hadiah pada istrinya yang telah bertahan dalam pernikahan yang penuh duka cita itu.
Azhar ingat, bagaimana dulu dia di tampung dengan sabar oleh mertuanya. Bahkan, Tari tak mengeluh, kala ia tidak bekerja selama berbulan-bulan lamanya.
Tak pernah Azhar mendengar cemoohan dari keluarga istrinya itu.
Dan karena dia mempunyai sedikit rezeki yang lebih. Dia berencana menghadiahi mertuanya emas yang sama dengan Tari.
Dia juga ingin membahagiakan kedua mertua yang sudah dianggap bak saudara kandung itu. Mengingat kedua orang tua kandung Azhar, telah berpulang sebelum dia menikah dengan Tari.
"Beli lah, mana yang kamu suka," perintah Azhar. "Untuk ibu juga, sebagai ucapan terima kasih, karena telah menerima setiap kekurangan ku," sambung Azhar.
Tari berbinar, dia tidak menyangka sang suami tidak melupakan ibunya, kala rezeki mereka sudah membaik.
"Bagaimana dengan ini, kamu suka?" Azhar menunjuk sebuah kalung.
"Suka, apapun yang abang suka, aku suka," sahut Tari.
Setelah menemukan apa yang mereka cari, keduanya memilih untuk menghabiskan waktu dengan jalan-jalan. Sesekali, mereka berhenti di stan-stan yang menjual aneka makanan viral. Mereka menikmati waktu layaknya anak muda.
Kala hari mulai sore, keduanya bergegas untuk pulang.
Di rumah, Daffa yang tadi sudah di beritahu jika ibu ayahnya pulang terlambat, memilih menghabiskan waktu di kamar. Namun, yang membuat Tari senang, sang anak telah membersihkan seluruh area rumah. Bahkan beberapa perabotan rumahnya telah di tata ulang oleh anak semata wayangnya.
"Daffa, ayuk makan," panggil Tari, mengetuk pelan pintu kamar anaknya.
Tadi di perjalanan, Azhar dan Tari memilih untuk membeli beberapa bungkus makan malam. Begitu juga untuk Sari dan suaminya.
"Kamu cekatan sekali ya Daffa," puji Azhar.
"Memang anakmu sering melakukannya bang, dia gak segan-segan membantuku mengurus rumah," tambah Tari memuji anaknya.
"Sudah seharusnya, karena pekerjaan rumah bukan tugas perempuan aja," sahut Daffa.
Azhar manggut-manggut pertanda setuju dengan ucapan anaknya. Karena selama ini pun, dia kerap kali membantu Tari, kala ia ada di rumah.
...****************...
Hari ini, merupakan hari perayaan tujuh bulanannya Andin. Rohani mengundang seluruh penghuni kampung tanpa terkecuali. Tak hanya itu, dia bahkan memperingatkan Andin dari jauh-jauh hari, untuk memberi kabar pada kerabatnya yang berada di kampung yang jauh dengannya.
Bahkan Rohani tak segan menyuruh Andin untuk memakai uangnya, supaya di kirimkan pada keluarganya. Agar semua keluarganya bisa berkumpul di hari yang bahagia itu.
Rohani sedikit demi sedikit mulai berubah. Walaupun sesekali, sifat iri itu muncul, dia berusaha menghilangkannya dengan perbanyak istighfar. Walaupun tidak langsung hilang, setidaknya rasa iri itu sedikit berkurang.
Itu semua Rohani lakukan demi sang buah hati anaknya.
Di saat acara tujuh bulanan berlangsung, Sari dan Tari menjadi salah satu orang yang paling sibuk, karena Rohani menyerahkan urusan dapur pada anak dan ibu itu.
Berutung, mereka bukan orang pendendam. Jadi, keduanya tidak masalah dalam hal bantu-membantu tetangganya.
"Mak, lihatlah, bu Sari dan Tari. Mereka masih mau membantu kita, bahkan mereka tidak sempat memakai pakaian bagus, seperti kita," ujar Amar kala dia melihat ke belakang, untuk mencari Rohani.
"Kan kita tetanggaan, jadi wajar saling bantu-membantu," sanggah Rohani berdecak.
"Kira-kira, kalo emak sendiri mau gak kayak gitu? Di fitnah habis-habisan, eh akhirnya di mintai tolong juga," tanya Amar melirik emaknya.
"Kamu ngomong apa sih," Rohani memukul punggung Amar.
Tapi, di hatinya mulai menyadari, apa yang Amar katakan ialah kebenaran. Apalagi, mereka mau bersusah-payah tanpa dibayar sedikit pun.