KISAH PERJUANGAN SEORANG LAKI-LAKI MENGEJAR CINTA GADIS BERCADAR YANG BELUM MOVEON SAMA PRIA MASA LALUNYA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
"Mas Tama, kamu tinggal dikontrakan itu, nggak takut sama hantu gitu? Kan serem tuh!" Celetuk livy mengalihkan.
Bella beralih, lalu menimpali. "Bener mas. Saya aja takut loh sama hantu." Candanya.
"Ngapain juga takut sama hantu? Hidup menderita lebih horror dibandingkan melihat hantu."
Bella menggeleng, takjub.
"Masa Lo nggak takut sama sekali, bro? Amit-amit ini mah. Kalo tiba-tiba digentayangin depan mata gimana?" Tanya lucky mengusap lengannya, merinding.
Semenjak tinggal di Indonesia lucky jadi percaya sama hal-hal mistis dan cerita-cerita seram yang bertebaran disana-sini. gara-gara cerita itu, lucky sering was-was. Kadang-kadang ia memilih nginap dirumah orang kalau mendiang istri dan anaknya kerumah orang lain atau nyuruh Revan tidur dirumahnya. Lucky tak berani tinggal sendiri dirumah miliknya dulu.
Bahkan rumah yang pernah ditinggali mendiang istri dan anaknya, dijual. Karena tak laku-laku juga. Akhirnya rumah itu diberikan pada siapa saja yang mau tinggal.
Alasannya satu : dirumah itulah istri dan anaknya terb*n*h. jadi.... Lebih baik dijual saja, sekalian membuang kenangan kelam dan kesedihan atas kehilangan. Lebih tepatnya, takut digentayangin juga.
Berbeda banget waktu dia masih di Amerika, yang lebih skeptis soal hal-hal gaib.
Indonesia membawa perubahan terbesar di dalam hidup lucky.
"Kalau mereka nampakin diri didepan mata saya. Palingan bakalan saya habisi seperti orang-orang sebelumnya. Satu persatu kepalanya saya buntungin!" Kata Tama dengan santainya, "mbak saya minta minum ya!" Izin Tama, Sabrina mengganguk dengan wajah tercengang.
"Ihhhh takutnyeeeee!" Revan memegang kepalanya, takut beneran.
"Gak usah ngelawak dulu pan. Gue lagi nggak mau ngakak, capek!" Ucap Raka nyaris tertawa mendengar nada suaranya.
"Diem dulu lor. Ngomong Mulu. Nanti, muntah lagi bikin ruwet!" Bahas lucky tentang muntah.
"Lama-lama gua muntahin juga ke muka Lo, bang. Itu Mulu bahasannya." Sinis Revan membuka mulutnya, seolah ingin memuntahkan isi perutnya ke wajah lucky.
"Berani muntah ke muka gue. Nih toples gue pecahin ke muka Lo, mau?" Ancam lucky mengangkat toples nastar, tepat didepan muka Revan.
"Canda bang!" Revan cengar-cengir, membayangkan toples itu dipecahkan ke mukanya. Ia meringis ngilu.
"Astaghfirullah. Kamu ngapain ngerokok disini!" Pekik Bella.
Kini Semua mata tertuju pada Tama yang sedang menyesap sebatang rokoknya dengan eskpresi santai.
"Matiin bro!" Titah Raka kesal. Padahal kepengen juga.
"Matiin nggak! Buruan! Jangan mencemarkan ruangan ini dengan asap rokok! Bahaya. Berhenti ngerokok demi diri kamu sendiri, mas. Gak ada salahnya berhenti sebelum terlambat. Ayo matiin! Ini demi kebaikan bersama" Ucap Bella lembut, perhatian dengan Tama.
Tama berdecak pelan. "Rewel banget sih!"
Mereka melongo. Lucky nyaris ngakak.
Bella terbelalak, tersinggung. "Kamu bilang saya rewel? Mas, yang saya omongin ini serius! Rokok itu nggak cuma merusak diri sendiri tapi juga orang lain di sekitar! Apa kamu nggak mikir dampaknya? Nanti kalau udah parah, baru nyesel. Emangnya susah ya berhenti demi kesehatan? Apa harus nunggu ada yang kena kanker dulu baru sadar?" Cerocosnya mencoba tetap lembut, meski hatinya gundah pengen ngamuk.
"Hust! Hust! Berisik banget jadi cewek! Ganggu orang aja. Mulut nyerocos Mulu kek kereta api" tukas Tama mengisap rokoknya, satu tangannya mengibas. "Dasar cerewet!" Lanjutnya.
"Astagfirullah. Ada orang peduli bukannya direnungi" Bella menggelengkan kepalanya sambil beristighfar, menahan amarahnya yang ingin meledak.
"Jangan peduliin saya. Saya gak butuh kepedulian dari anda. Saya butuhnya dari mbak Sabrina."
Mendengar pengakuannya. Hati Bella seketika mendidih. Namun ia hanya bisa diam.
"Ngapain peduliin dia? Peduliin si Ammar aja Sono!" Celetuk lucky menghembuskan asap rokoknya keatas.
Bella menengok kerahnya dan botol air mineral kosong mendarat tepat diwajah lucky. Rokoknya terjatuh kelantai, yang lain menahan tawa.
"CK!" Decak lucky menatap sinis bella, sembari menyesap rokoknya.
"Ammar siapa bro?" Tanya Raka penasaran.
"Pemuka agama yang disukain Bella. Kebetulan orangnya dah punya bini. Cuman, Bellanya masih ngarepin dia. Kasihan banget dah ngarep, gak taunya ditinggal nikah, yaaaaaa!" Cibir lucky ngakak geli.
Raka dan yang lain menatap Bella dengan sorot mata tak percaya.
"Jangan percaya. Dia tukang bohong." Bella meyakinkan mereka sembari menggeleng serius. "Lucky. kamu bisa nggak sih?! gak usah ngarang-ngarang cerita. Sejak kapan saya suka sama dia. Hati-hati kalau ngomong! omongan kamu bisa jadi fitnah dan asumsi-asumi buruk dari orang-orang !" Tekan Bella marah.
"Bukan mengarang Bella. Tapi kenyataannya emang gitu. Orang mana sih! yang mau ngaku kalau dia suka sama pasangan orang lain? Nggak ada bel. Pasti mereka bakal nutup-nutupin. Dan kamu termasuk orang yang nutupin!" Sindir lucky dengan santainya.
Bella mengepalkan tangannya erat-erat. Sorot matanya tajam, menyala. Namun ia tak bisa menyangkal.
"Anda Mau jadi pelakor dalam rumah tangga orang?" Tuduh Tama menyeletuk.
Bella melotot sempurna, tak terima dengan tuduhan tersebut. "Gak usah fitnah! Saya gak seburuk itu!"
"Lah saya kan bertanya. Kok marah?" Jawab Tama.
"Itu bukan nanya! Tapi nuduh orang! Kamu sudah menggangap saya buruk. Saya nggak Setega dan seburuk itu buat ngehancurin rumah tangga orang." Oceh Bella tegas.
"Nggak ada orang yang mau mengakui dirinya buruk. Mungkin kamu juga salah satunya. Kamu pengen merusak rumah tangga orang? Hati-hati! Jangan sampai gara-gara kelakuan kamu yang bertindak seperti itu orang lain yang kena imbasnya. Nanti ujung-ujungnya semua orang mengecap tentang pakaian dan membawa-bawa agama. Padahal yang salah bukan imannya.... Tapi manusianya!" Peringat lucky bijaksana. Sebuah peringatan keras, tapi jujur. Lebih baik diperingatkan sekarang daripada telat. Meski menusuk perasaan bella.
"Tumben bener bang! Biasanya juga sesat!" Celetuk Revan membuyarkan semua kata-kata bijak lucky.
Suasana yang semula tegang langsung sirna. Sebagian tertawa kecil, melupakan kata-kata lucky yang nyaris masuk ke relung hati.
"Emang jago bener kalo urusan ngancurin suasana!" Dengus lucky menatap Bella yang terdiam.
"Efek ditolak sampe ceramah bak ustad dipengajian malam Jumat!" Ucap Raka membuat Revan ngakak.
"Kasihan banget Abang gue. Cup! Cup! Cup! Ditolak mentah-mentah dihadapan mertua." Kata Revan cekikikan. Sontak Raka, Kevin, Aldo, Sean, Raya, Eva, Mala, Rara, livy dan juga Sabrina ikut ketawa, bahkan Bella juga ikut terkekeh pelan.
"Yan! Gelas dirumah aman kan?" Tanya Aldo.
"Hahahahah! Gelas tak terlupakan!" Kata mereka ngakak sampai wajahnya memerah, tak kuat.
Tama hanya terdiam, melirik lucky dengan sorot pandangan sulit ditebak.
"Dah diganti sama bang lucky, yang nggak bang?" Tanya Sean.
"Widih diganti juga ternyata! Kirain mecahin langsung pulang bang!" Tawa Revan meledak, ia menepuk-nepuk bahu lucky pelan.
"Ceritanya gimana sih? Kok gelasnya bisa pecah gitu?" Tanya Rara.
"Gara-garanya mah bang lucky grogi habis digodain sama gue. Terus Arsa tiba-tiba nyeletuk gini pas dia mau nyeruput kopi. 'gemeteran banget om, hati-hati gelasnya jatuh!' eh beneran jatuh dengan kondisi bang lucky tersedak kopi panas yang sehabis ia seruput." Cerita sean. Tawa mereka pecah kembali, membayangkan lucky yang tersedak kopi.
"Lidahnya melepuh bersamaan dengan harapan yang ikut hangus. Menggambarkan betapa runtuhnya perasaan lucky seusai ditolak dihadapan calon istri. Ia duduk. Kepalanya tertunduk, hatinya sedih tanpa bisa di pungkiri." Revan dramatis.
Raka ketawa. "Cocok jadi pengarang novel Lo pan! Emang dramatis banget nih orang."
"Mendalami tragedi yang harus dikenang, rak." Balas Kevin. Lucky hanya bisa geleng-geleng kepala terus diroasting tanpa henti. Sementara Bella, masih tertawa. Wajahnya memerah bener-bener puas.
"Kasihan banget bang lucky ditolak mana depan orang banyak lagi. Aduh bang! Sakitnya mah kagak seberapa. Tapi malunya Allahu Robbi." Kata Revan menahan tawa.
"Mendingan cari cewek lain, Luk. Ngapain masih ngarepin dia." Celetuk Tama.
Tawa seketika lenyap. Semua mata tertuju padanya. Bella mengerutkan alisnya. Lucky menatapnya intens.
"Jangan ngerendahin diri sendiri demi seorang wanita. Lo itu laki-laki, punya harga diri. Kalau dia bener sayang-sayang sama lo, dia nggak akan bikin lo merasa rendah atau nggak cukup. Tapi kalau lo terus bertahan dan mengorbankan harga diri lo demi orang yang bahkan nggak menghargai itu, lo bukan sedang cinta... lo sedang nyiksa diri sendiri." Jelas Tama panjang lebar, mencoba menyadarkan lucky.
"Kalau gue ada diposisi Lo. Mending ngejauh aja. Ngapain masih ngejar cewek kek gitu? Nggak penting. Buang-buang energi doang. Kecuali dia minta maaf. Kalau nggak ya udah terpaksa harus pergi, menghilang dari hidup dia."
Lucky teringat momen Bella menginjak bunganya tanpa menghargai sedikitpun jerih payahnya.
"Lo laki-laki, berhak memilih cewek. Bukan seolah-olah cuma bisa nunggu dipilih. Lo punya kendali, punya prinsip, dan punya nilai diri." Tama menatap serius lucky, "Masa Lo mau terus direndahin sama cewek? Jangan karena mereka cewek! Jadi bikin Lo gak tegaan saat direndahin. Buang jauh-jauh rasa nggak tegaan itu. Hajar aja siapapun yang ngerendahin. Sekalipun itu cewek. Lo punya tangan kan? Tampar dia. kalau ngelunjak banget. Langsung tonjok!" Ujar Tama langsung menghantam keras meja didepannya menggunakan tangan yang terperban. Meja itu retak. Serpihan kaca jatuh kelantai.
Ruangan langsung sunyi, semua terdiam, menahan nafas. Terkejut dengan aksinya.
Tama mengambil serpihan beling kaca, "jangan uji kesabaran laki-laki yang sudah kehilangan segalanya. Diamnya bukan berarti takut. Tapi menghormati. Dan kalau rasa hormat itu diinjak-injak, dia bisa berubah jadi neraka yang nggak akan sanggup kalian hadapi!" Tegasnya, meremas beling kaca itu sampai retak, tak peduli cairan kental yang mengalir dari tangannya.
"Buang! Buang! Tangan kamu d4rahan!" Teriak Sabrina cemas.
Tama mengurai perlahan, serpihan kaca itu jatuh kelantai. Dengan cepat Sabrina menarik tangannya, memeriksa balutan ditelapaknya, penuh cairan merah.
Didera rasa panik Sabrina langsung bangkit dan kembali membawa kotak obat.
Lucky memerhatikan Tama yang sedang diobati dengan sangat hati-hati oleh Sabrina. Walau disepanjang mengobati, Sabrina mengomelinya.
Itu bukan Omelan marah, melainkan Omelan khawatir. Pikir lucky.
"Allahuakbar! Ngomong tonjok-tonjok! Beneran ditonjok. Mana kaca lagi. Harganya itu loh! Mahal bet. Ratusan juta!" Raka menyapu serpihan kaca sambil menggerutu.
"Vin! Bantuin gua kek! Lo ngapa diem-dieman dah! Anteng Bae kek penonton!" Decak Raka berkacak pinggang, menatap Kevin yang tengah duduk seorang diri.
"Gue emang penonton!" Balas Kevin terkekeh.
"Penonton! Penonton! Sini bantu! Kacung harus nurut sama bos!" Kata Raka kesal.
"Anj**g Lo. Gue disama-samain kayak kacung." Kevin melongo.
"Gc cung! Jangan ngebantah Ama bos! Buruan atau gue blacklist dari apartemen gue!" Ancam Raka.
"CK!" Dengan wajah memberengut Kevin bangkit dan membantu Raka.
Disaat yang lain fokus dengan Raka dan kevin yang tengah bersih-bersih. Beda halnya dengan Bella. Ia fokus memperhatikan Sabrina dengan penuh perhatiannya mengganti perban Tama. Hati Bella hancur melihat Sabrina mengecup punggung tangan Tama.
'kenapa sakit banget.... Hiks...' Batin Bella