Danendra dan Alena sudah hampir lima tahun berumah tangga, akan tetapi sampai detik ini pasangan tersebut belum juga dikaruniai keturunan. Awalnya mereka mengira memang belum diberi kesempatan namun saat memutuskan memeriksa kesuburan masing-masing, hasil test menyatakan bahwa sang istri tidak memiliki rahim, dia mengalami kelainan genetik.
Putus asa, Alena mengambil langkah yang salah, dia menyarankan agar suaminya melakukan program tanam benih (Inseminasi buatan). Siapa sangka inilah awal kehancuran rumah tangga tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunflowerDream, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saksi bisu
Menjadi orang tua adalah suatu anugerah sebuah kebahagian yang tidak dapat diukur, tidak semua orang bisa merasakan kenikmatan ini. Kesibukkan mengurus bayi kecil dengan segala hierarkinya mulai dari harus terbangun tengah malam hanya karena mengganti popok, memberi susu, atau terbangun karena sang buah hati menangis dan sepasang orang tua berusaha memahami maksud tangisan tersebut.
Dua sejoli itu sudah beberapa minggu ini tidak pernah tidur nyenyak. Karena mereka memiliki bayi kembar jadi harus pandai-pandai mencuri waktu tidur dan bergantian mengurusi bayi. Walaupun ada asisten rumah tangga di rumah tapi itu tidak membantu, Bu Hanum hanya bisa membantu mengurusi bayi mereka siang hari sedangkan pada malam hari itu menjadi tanggung jawab mereka berdua.
Tidak terasa Danea dan Daniel sudah berusia delapan minggu. Waktu itu sempat mertua Alena menawarkan diri untuk tinggal bersama mereka agar bisa membantu mengontrol si kembar, tapi pasangan tersebut menolak mentah-mentah, mereka ingin menikmati kesibukkan baru ini tanpa ada campur tangan lain.
Semenjak ada si kembar, Alena merasa bahagia, suaminya juga sering berada di rumah hanya seminggu sekali ia pamit karena harus mengurusi pekerjaan di kota sebelah menurut Alena. Padahal setiap sabtu minggu suaminya itu bukan bekerja tapi harus pulang ke rumah keduanya, bagaimanapun dia juga tidak bisa jauh dari wanita simpanannya, setiap melangkah jauh rasa rindunya pada wanita itu menggebu dan harus dituntaskan.
Tangisan itu pecah begitu saja, memecah keheningan malam seperti pecahan kaca yang jatuh ke lantai. Suaranya melengking, mengisi setiap sudut kamar dengan nada penuh kegelisahan. Alena yang baru saja memejamkan mata langsung terbangun, jantungnya berdebar.
"Adik bangun lagi?" suara Danen terdengar serak di sampingnya.
Alena tak menjawab. Ia sudah bergerak lebih dulu, meraih bayi kecilnya yang merengek dalam buaian. Tangisannya tidak mereda, justru semakin keras, tersendat-sendat seperti ombak yang datang bertubi-tubi.
“Kenapa sayang?” Danen yang masih terbaring di kasur melontarkan pertanyaan memandangi istrinya yang sibuk mendiamkan bayi perempuan mereka, Danea.
“Yang tolong ambilkan popok Danea eek!” Dengan cepat Danen bergerak ia meraih popok yang memang tidak jauh berada dari tempatnya, ia menyerahkan popok lembut itu menjulurkan pada Alena yang sibuk membersihkan bagian belakang tubuh bayinya.
Baru saja selesai mengganti popok Danea, bayi itu kembali menangis kencang membuat panik kedua orang tuanya. Karena suara tangisan Danea yang melingking saudaranya yang berada di keranjang sebelah terkejut lalu juga ikut menangis.
“Sayang anak ayah kenapa nak?” Danen tanpa diperintah langsung menggendong bayi laki-lakinya, ia tepuk lembut tubuh mungil putranya berharap bisa menghilangkan rasa terkejut pada Daniel.
“Haus, Daniel haus?” Danen bertanya lembut, “sabar ya nak bunda lagi buatkan susu.” Danendra segera mengambil Danea yang berada dalam gendongan istrinya lalu memberi isyarat agar wanita itu segera membuat susu formula. Kini kedua bayi itu berlomba menangis dalam gendongan sang ayah, Daniel berada dalam gendongan tangan kiri dan Danea sebaliknya.
Setelah diberi susu formula kedua bayi itu diam dan sibuk menyedot dot mereka masing-masing. Danen melirik wajah istrinya, terlihat masih sembab dan kurang tidur, wajar saja anak mereka cukup rewel membuat Alena hanya bisa tidur sebentar-bentar.
“Alena kamu tidur saja, biar anak-anak aku yang susuin.” Alena menoleh ke arah suaminya lalu menggeleng.
“Kamu saja yang tidur, besok ada jadwal operasikan? aku gak papa Danen.”
“Jangan, aku dari dulu memang sering begadang dan terbiasa kurang tidur. Sedangkan kamu bisa sakit jika memiliki jam istrirahat yang tidak teratur.”
“Tapi Danen… “
“Tidak ada tapi-tapi, aku memerintahkan kamu untuk tidur, jangan khawatirkan anak-anak ada aku.”
Karena memang Alena merasakan kepalanya pusing dengan mata yang berat wanita itu mengiyakan, ia menyerahkan tugasnya yang sedang menyusui Danea kepada suaminya. Jadi sementara Alena terlelap Danen sibuk dengan tangan kanan kirinya yang menyusui si kembar.
Danen tersenyum melihat isi botol susu kedua bayinya perlahan menepis dan anak-anak itu juga sudah kembali memejamkan matanya menandakan mereka sudah jatuh di alam bawah sadar. Pria itu sudah bersiap menyusul sang istri yang terlelap damai di kasur namun tiba-tiba ponselnya bergetar, ada notifikasi yang masuk.
“Mas kamu sudah tidurkah?” Meisya mengawali roomchat mereka hari ini.
“Aku sudah tidur Mei tapi terbangun karena kembar minta susu.” Danen bergerak menjauh ia mencari posisi agar bisa membalas pesan dari istrinya yang lain tanpa membuat keributan, pria itu berjalan ke balkon, sejuknya embun malam tidak mengusiknya.
“Oohh mereka merepotkanmu ya, kan ada Alena.”
“Alena sama dia juga baru tidur, karena kembar sejak sore tadi rewel tidak bisa lepas dari gendongan.”
“Mas aku gak bisa tidur, aku kangen kamu. Kamu kapan pulang aku gak tahan tau.” Mei membalas pesan Danen tidak lupa dengan emoji khusus yang menggambarkan perasaannya.
“Sabar ya, aku juga kangen tapi anak-anak kasian jika harus ditinggal.”
“Issh kan di sana ada Alena lagipula Alena dibantu sama dua pembantu, masa masih ngerepotin kamu sih.”
“Mas aku gak mau tau ya besok kamu harus pulang, jangan tinggalin aku lama-lama. Aku rindu tau, kamu cinta gak sih sama aku.” Wanita itu mulai kesal dengan percakapan ini karena suaminya terlihat lebih mementingkan urusan lain.
“Astaga kan aku sudah bilang aku cinta sama kamu Mei cinta banget, kamu jangan pikir aneh-aneh dong.” Danen panik, khawatir membuat Mei merajuk, wanita itu jika sudah merajuk susah sekali untuk dibujuk.
“Lebih cinta aku atau Alena?” Sebuah pertanyaan yang membuat senyum Danendra meluntur, awalnya dia tersenyum membayangkan wajah merajuk Mei yang begitu menggemaskan, ia menyukai jika Mei bertingkah seperti remaja membuat hubungan mereka seperti sepasang kekasih yang baru saja menunduki bangku sekolah, gemas sekali.
“Mas koq dibaca aja, jawab dong!”
Danendra masih terdiam. Jujur saat ini perasaannya dengan Alena dia juga tidak mengerti, tidak ada lagi debaran seperti dulu tidak ada lagi rasa rindu yang menyerang dia kembali ke rumah ini hanya demi anak-anaknya bukan demi Alena. Tapi setiap melihat wanita itu kerepotan karena bayi mereka Danen merasa kasian, nuraininya tersentuh.
“Tentu saja aku mencintaimu Mei, kenapa masih ragu.” Balas Danen akhirnya dengan tatapan kosong, seolah saat ini dia kehilangan jati dirinya.
“Kalo gitu… ayo ceraikan Alena. Aku cemburu jika kamu bersama dia.”
Danendra kembali terdiam, menceraikan Alena jika memang itu yang Mei inginkan dia sanggup, karena saat ini entah mengapa dia sama sekali tidak bisa membantah apa pun yang diperintahkan wanita itu. Tapiㅡ
“Mei aku bisa saja menceraikan Alena, tapi bagaimana dengan anak-anak bagaimana dengan pekerjaanku. Jika aku kehilangan pekerjaan kita dalam bahaya.”
Di seberang sana wanita itu terkekeh bahagia, Danendra seperti boneka menurut sekali dengan permainannya, dia tidak boleh membiarkan Danen menceraikan Alena, karena jika mereka berpisah tentu Danen kehilangan sumber penghasilan. Maka dengan senyum licik ia kembali mengirimi suaminya pesan.
“Aku bercanda masku sayang, aku tidak mungkin menyuruhmu meninggalkan Alena itu sama saja bunuh diri.”
“Lalu apa maumu cantik?”
“Kita harus menguras kekayaan Alena, kita harus bersenang-senang dengan kekayaan wanita itu, peras dia mas ambil semua hartanya.”
“Kamu jangan khawatir aku sedang berusaha, lagipula anak-anak kitakan menjadi pewaris HDM grup kita bisa untung banyak, itukan yang kamu mau?”
“Kamu hebat sekali sayangku… aku makin cinta tau.” Wajah Danendra dalam kegelapan malam merekah, ia merasa bahagia mendapat kata-kata cinta dari wanita yang menjadi lawan bicaranya.
“Oh iya mas, kamu juga udah gak pernah menyentuh Alena, kan?”
“Tentu tidak sayang, semenjak kita menikah aku mana mungkin menyentuh dia. Sesuai dengan keinginanmu aku sama sekali tidak berhubungan lagi dengan Alena tenang saja. Lagian Alena tidak secantik dulu, dia berubah. Sepertinya aku juga tidak lagi mencintai Alena, dia aneh bahkan bau badan Alena juga gak enak.”
Kedua insan itu menghabiskan malam yang larut dengan saling melempar pesan, mereka layaknya dua anak remaja yang sedang jatuh cinta. Saling menggombal dan mengucapkan banyak janji.
Karena tidak puas dengan melempar pesan pasangan itu memutuskan untuk berbicara melalui panggilan video. Mereka larut dengan percakapan mesra mereka, saling memuji dan melempar rindu, bahkan Mei sengaja mendayu-dayukan suaranya agar Danendra semakin tersiksa dengan rasa rindunya,
Danen yang terlalu lama mengobrol dengan Mei merasakan tenggorokannya kering, jadi ia berjalan ke dapur untuk mengambil minuman tanpa melepaskan ponselnya.
Dia terus meladeni wanita yang di seberang sana seakan meminta untuk ditemani, dia terus merayu istrinya agar wanita itu semakin mendayu manja, dan terus melempar gombalan mesra gombalan yang melebihi percakapan suami istri, dan terkadang saling melempar gombalan vulgar yang menimbulkan kekehan manja.
“Kamu cantik banget sayang, aku jadi gak sabar untuk pulang. Kalo aku punya pintu ajaibnya doraemon ni aku pasti langsung pindah ke tempat kamu. Aku kangen banget, rasanya udah mau meninggal saking kangennya tau.”
Danen yang sibuk menggombal wanitanya tanpa sadar ada orang lain di balik pintu kamar mandi yang berada di dapur. Dan sosok itu mendengar jelas semua yang dikatakan Danendra.
Bu Hanum mengepal erat kedua tangannya, ia merasa marah setiap mendengar percakapan yang ditimbulkan oleh majikan laki-lakinya. Tadinya wanita tua itu baru selesai buang air kecil dan bersiap untuk keluar, tapi saat mau keluar ia mendengar langkah kaki dan diringi oleh suara orang mengobrol jadi wanita itu menahan diri dulu untuk keluar, tidak bermaksud menguping dia hanya bingung harus apa.
Lagi-lagi Bu Hanum harus menjadi saksi perselingkuhan Danendra, ia tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa merendam semuanya sendiri, walaupun sebenarnya dia ingin sekali mengamuk dan memberi pelajaran kepada Danendra yang sibuk bermain api sedangkan Alena sibuk mengurusi anak dari hasil perselingkuhan suaminya.
“Bu bu, suamimu toh bajingan gini koq masih dipertahanin.” Gumam wanita itu sendiri di balik pintu kamar mandi.
Bersambung.