"Oke. Dua Cinnamon Pumpkin Chai latte," jawab gue sambil mencatat di kasir. Gue perhatikan dia. "Kalau mau sekalian nambah satu, gue kasih gratis, deh!"
"Lo kira gue butuh belas kasihan lo?" Nada suaranya ... gila, ketus banget.
Gue sempat bengong.
"Bukan gitu. Lo, kan tetangga. Gue juga naruh kupon gratis buat semua toko di jalan ini, ya sekalian aja," jelas gue santai.
"Gue enggak mau minuman gratis. Skip aja!!"
Ya ampun, ribet banget hidup ini cowok?
"Ya udah, bebas," balas gue sambil mengangkat alis, cuek saja. Yang penting niat baik sudah gue keluarkan, terserah dia kalau mau resek. "Mau pakai kupon gratis buat salah satu ini, enggak?"
"Gue bayar dua-duanya!"
Oke, keras kepala.
"Seratus sebelas ribu," sahut gue sambil sodorkan tangan.
Dia malah lempar duit ke meja. Mungkin jijik kalau sampai menyentuh tangan gue.
Masalah dia apa, sih?
────୨ৎ────
Dear, Batari Season IV
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Majalah Sportivo
"Rabbit Boy-nya lagi siap-siap buat pertarungan, ya?" kata dia, menutup pintu dan langsung nyelonong duduk di sofa sebelah gue. "Lo enggak bilang ke gue kalau berita ini bakal keluar hari ini."
Gue mengeluh, "Gue aja enggak yakin, mereka bakal untung jual majalah itu di sini."
"Lo becanda? Lokkie udah ke sana dan beli beberapa eksemplar buat kita."
"Wah, mantap," kata gue sambil bersandar. Terus gue lihat ke arah dia. Dia pakai sweater warna krem yang turun sebelah bahu, celana jeans, dan boots kesayangannya.
"Yuk kita baca bareng," kata dia sambil memutar badan menghadap gue.
Belakangan ini, keinginan buat sentuh dia sudah enggak tertahankan. Gue suka duduk berdua begini, menghafal setiap garis dan lengkungan di wajahnya. Cara lidah dia yang kadang menempel di pojokan bibir waktu lagi serius. Bintik-bintik kecil di hidungnya juga ... Ya, ampun, manis banget sumpah.
"Oke deh, gue bacain buat lo," katanya saat gue bengong.
"Gue udah baca kok," gumam gue. Octavia sudah mengirim versi final artikelnya seminggu yang lalu.
"Ya tapi gue belum. Dan lo juga belum pernah dengar gue yang bacain, kan. Jadi anggap aja lo lagi beruntung. Duduk manis, nikmati momennya. Wajah lo ada di cover majalah Sportivo, Nauru. Itu luar biasa."
Gue tutup mata dan dengar suaranya. Gue suka banget suara dia. Manis tapi juga seksi.
Pernah enggak sih, gue sampai sedetail ini memperhatikan suara atau bintik-bintik bekas jerawat cewek?
"The Rabbit Boy siap buat mengguncang dunia tinju beberapa bulan lagi. Saat Rahardian ‘The Lion’ mulai mencari perhatian dan menantang si Rabbit Boy dari kota kecil Royale Blossom, Nauru tidak punya pilihan selain menerima tantangannya. Setelah berbulan-bulan berkoar, The Lion benar-benar tidak ada lelahnya mengejar Nauru ..."
Ailsa berhenti sejenak. Gue buka satu mata dan melihat ke dia.
"Kenapa?"
"Gue benaran benci sama si Rahardian. Gue harap lo bisa habisin dia," katanya sambil senyum. Dan dada gue langsung sesak, terasa aneh.
Tangan gue yang lagi selonjor di sofa pun menyentuh tangannya, dan gue iseng menyangkutkan jari kelingking gue ke jari dia. Dia enggak mundur. Malah kayaknya ... dia suka.
Kita berdua suka.
Tarikan di antara kita itu sudah segila itu, sampai gue sendiri enggak tahu bagaimana caranya menahannya lagi.
"Gue cuma berharap wajah gue masih utuh. Tapi kalau bisa habisin dia sekalian, ya anggap aja itu bonus," canda gue.
Tatapan khawatir di matanya lucu banget, tapi dia memaksa senyum dan lanjut baca. Artikelnya bicara soal latihan intens gue, sama soal bagaimana pertarungan terakhir yang gue ikuti.
Itu terjadi waktu Papa ambruk di matras terus langsung dibawa ke rumah sakit. Ailsa berhenti sebentar setelah baca bagian yang bahas Papa enggak bakal kembali lagi hari itu.
"Lo masih bisa latihan buat tanding sekarang? Maksud gue, itu pasti bikin lo keingat Papa lo yang udah enggak ada?"
Cewek ini, sumpah.
Manis banget.
"Gue bohong kalau bilang gue enggak kangen sama dia. Susah buat orang lain ngerti. Dia enggak sempurna, emang. Dia bikin banyak kesalahan. Tapi dia tetap bokap gue, dan tinju itu hal yang kita berdua sama-sama suka."
Alisnya berkumpul, "Enggak penting, sih apa kata orang. Kalau lo udah sayang sama seseorang, lo bakal sayang sama seluruh dirinya secara utuh. Gitu juga perasaan gue ke Caspian. Kecanduannya enggak ngurangin rasa sayang gue ke dia. Gue sedih, tapi gue enggak pakai rasa sayang gue buat ngontrol dia."
"Maksud lo gimana?" tanya gue sambil memutar tangan kecilnya. Jari gue mengelus bekas luka yang sudah nyaris hilang di telapaknya.
"Maksudnya, gue enggak pakai cinta sebagai senjata. Gue bakal pilih baik-baik orang yang gue sayang. Dan kalau gue udah sayang, ya udah ... Ibarat remot, enggak bisa gue matiin atau hidupin seenaknya aja. Dan gue rasa lo juga gitu."
"Kayaknya kita punya banyak kesamaan," balas gue pelan.
"Karena kita sama-sama menyayangi seseorang dengan sepenuh hati?"
"Gue sebenarnya mikir, kita sama-sama punya keluarga yang ... ribet, sih. Tapi jawaban lo lebih cakep," ledek gue.
Dia tertawa, terus balik fokus baca artikel sampai habis.
"Nauru berlatih berat setiap hari. Lari sampai muntah, sparing sampai tangannya cidera parah dan besoknya enggak bisa mengangkat apa-apa, semua jenis latihan dia jalani buat menyiapkan diri di pertandingan. Sepertinya kita bakal dapat pertunjukan seru di Royale Blossom bulan Mei nanti. Jangan lewatkan pertarungan sengit ini!"
Dia lihat foto-foto yang diambil sama fotografer dari kantornya Octavia.
"Gue kelihatan jelek banget." Gue tertawa.
"Enggak! Lo kelihatan ganteng."
"Serius? Lo ngomong gitu ke 'TEMAN' lo, Beans?"
"Terus lo ngelus-ngelus telapak gue, lo pikir lo itu 'DEWA SEKS' gitu, Rabbit Boy?
Sial, cewek ini lucu banget.
Dan manis.
Dan ... jujur.
Dan ... cakep.
Dan ... hot.
Gue benar-benar sudah kepincut. Anak-anak juga pasti sudah sadar. Dan gue juga sadar.
"Jadi gue semacam 'Dewa seks' ya, sekarang?"
"Enggak tahu, deh. Dari tadi lo lihatin gue pakai tatapan mesum itu, terus jari lo ngelus telapak gue kayak gitu … bikin gue jadi ... ya, bingung."
Tiba-tiba ada yang ketok pintu. Gue langsung tarik tangan dari dia, dan kita berdua langsung duduk tegak.
"Masuk aja," teriak gue.
Itu si Pingko.
Dia lihat kita berdua sambil pasang muka penasaran, "Eh, Joulle barusan telepon. Katanya dia bakal sampai sini dalam dua puluh menit dan lo disuruh siap-siap buat dihajar mati-matian hari ini."
sampe Nauru akhirnya mau minuman gratis di cafe Ailsa 🤭
walau di cerita awal, Caspian itu adiknya tapi disini jd kakaknya, gpplah. mohon lanjutannya Thor 🙏🙏🙏🙏