NovelToon NovelToon
Rahasia Hati

Rahasia Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:727
Nilai: 5
Nama Author: Yunsa

Sebuah Cinta mampu merubah segalanya.Begitulah kiranya yang akan dirasakan Mars dalam memperjuangkan cinta sejatinya.
gaya hidup Hura Hura dan foya foya berlahan mulai ia tinggalkan, begitu juga dengan persahabatan yang ia jalin sejak lama harus mulai ia korbankan.
lalu bisakah Mars memperjuangkan cinta yang berbeda kasta, sedangkan orang tuanya tidak merestuinya.
Halangan dan hambatan menjadi sebuah tongkat membuatnya berdiri tegak dalam memperjuangkan sebuah cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 25

Mars terus menatap Amara dan semakin memajukan wajahnya dengan perlahan, dan dengan perlahan pula Mars memiringkan wajahnya hingga bibirnya saling bersentuhan satu sama lain. Lama Mars mencium bibir Amara, walau tanpa balasan, namun Amara tidak menolak ketika ciuman Mars mendarat di bibirnya.

Amara pun sadar dengan apa yang ia lakukan mulai memundurkan wajahnya dan menunduk tak berani lagi menatap wajah Mars. Ia merasa jantungnya serasa berhenti saat ini, dadanya begitu sesak, fikirannya pun butar entah apa yang di dalam otaknya.

"Mars aku harus turun sekarang, sebelum Amar tahu aku disini." ucap Amara seraya berdiri dan menaruh handuk kedalam mangkuk, selanjutnya Amara segera bergegas keluar dan menuruni tangga.

Sampai di depan rumahnya ia di buat terkejut bukan kepalang ketika membuka pintu, karena saat itu pula Amar juga hendak membuka pintu untuk keluar.

"Kenapa kau ini, seperti melihat setan." kata Amar dengan sedikit membentak, karena sejujurnya ia juga terkejut ketika melihat Amara yang seperti terburu buru hendak masuk rumah.

"Bukan setan tapi Iblis." jawab Amara kesal karena Amar membentaknya

"Apa kamu bilang..." kata Amar

Mulailah keduanya bertengkar, dan pertengkaran itu di dengar oleh Ibu mereka yang baru saja selesai dari apartemen Rebbeca dengan membawa sapu.

"Amar... Amara...." panggil Ibunya dengan suara keras, agar di dengar kedua anaknya yang sedang bertengkar, karena ia masih di lantai dasar. Keduanya saling membela diri ketika Ibunya mulai terlihat di depan pintu mereka.

"Bagus, teruslah bertengkar ketika Ayahmu tidak ada. Dan kamu Amar, sebagai kakak seharusnya kamu lebih menjaga adikmu ketika Ayahmu tidak ada. Bukan membuat keributan." kata Ibu mereka

"Kakak?? Kami lahir hanya beda beberapa menit saja, seharusnya dia yang lebih pantas di panggil kakak karena keras kepalanya." jawab Amar masih membela diri.

"Kamu yang tempramental." sanggah Amara tak mau kalah.

"Sudah... Cukup."

Brak....

Karena tidak bisa menghentikan kedua anaknya Ibu mereka membanting sapu yang ia bawa dari atas. Tentu saja hal itu membuat keduanya lantas terdiam dan Amara memutuskan untuk masuk rumah, sedangkan Amar mengambil sapu lidi di tembok depan pintu dan membawanya keluar untuk menyapu halaman apartemen karena hari sudah sore dan ada beberapa daun jatuh di depan.

Ibunya melihat Amara duduk di kursi, ia menaruh sapu yang ia banting tadi di dapur.

"Amara... Amar itu capek sudah bekerja, apa tidak bisa kamu lebih bersikap baik terhadapnya. Bagaimana pun dia, Amar itu saudara kembarmu. Kalian di besarkan bersama di perut ibu." kata Ibunya ketika sudah duduk di dekat putrinya, dengan nada yang rendah.

"Tidak mudah menjadi Amar, Amara. Cita citanya mempunyai motor telah sirna. Ia justru harus membayar cicilan tanpa adanya motor itu dalam waktu yang lama." kata Ibunya memperingati.

"Iya Bu." jawab Amara, yang sejujurnya kembali kasihan jika mengingat peristiwa itu. Amara bangkit dari duduknya dan hendak keluar.

"Mau kemana kamu?" tanya Ibunya

"Menyiram bunga di halaman Bu." jawab Amara meninggalkan Ibunya.

Di halaman Amara melihat Amar sedang menyapu, ia memaku melihat saudara kembarnya, ia merasa kasihan juga dengan Amar.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Amar ketus. Namun kali ini Amara tidak menjawab, ia akan patuh pada ibunya untuk lebih mengalah. Amara berjalan mendekat membuat Amar seperti hendak membenteng diri dengan berjaga jaga membawa sapu di dada. Namun ternyata Amara mengambil selang dan menyiram bunga, walau ketika mengambil selang dan membelakangi Amar ia sedikit tersenyum melihat Amar yang berjaga jaga takut di pukul Amara.

"Amara, kamu jangan sekali kali dekat dengan Pria di nomor sepuluh itu." kata Amar memperingati, membuat Amara mematung tidak bisa menjawab.

"Amara apa kamu tuli??" ucap Amar dengan intonasi keras lagi, seolah emosi dengan sikap Amara yang mendiamkannya.

Bukannya menjawab Amara justru menyiram kepala Amar dan membuat Amar sedikit menjauh, namun Amara mengarahkan selang tepat pada kemana Amar lari

"Amara apa yang kamu lakukan."

"Amara hentikan !!! Bajuku basah bodoh..!!" teriak Amar kesal

Dan Ibunya yang semula melihat kedua anaknya sedang bekerja seolah rukun, kini menjadi panik kembali.

"Amara apa yang kamu lakukan." teriak ibunya mendekati kedua anaknya di halaman depan di bawah pohon.

"Aku sedang berusaha mendinginkan bara api di kepala Amar Bu. Lihat saja apinya terus berkobar di kepalanya." kata Amara tidak berhenti menyemprotkan selang air di kepala Amar membuat seluruh tubuh Amar ikut basah karena walau berusaha menghindar, air itu terus mengikuti langkahnya.

"Amara berhenti...." kata Amar mendekati kran selang sembari mematikan, mulailah air itu berhenti namun baju Amar sudah terlanjur basah.

"Amar pergilah mandi, biarkan ibu yang melanjutkan." kata Ibu mereka seraya meminta sapu di tangan Amar namun Amar tidak memberikan.

"Aku akan melepas sapu ini, jika Amara yang meminta." jawab Amar menghindarkan sapu agar tidak bisa di pegang ibunya.

Dengan raut wajah terpaksa, Amara meminta sapu itu dari tangan Amar, setelah selesai menggulung selang, karena ia sudah selesai menyirami bunga dan rumput tanaman hias, sapu itu oun di berikan begitu saja oleh Amar.

"Biar Ibu yang melanjutkan, kamu ikutlah istirahat." kata Ibunya yang tidak mau melihat Amara marah, karena seakan Ibunya membela Amar.

"Tidak Bu. Ibu istirahat saja, ibu kan sudah bekerja seharian ini." kata Amara menyuruh Ibunya saja yang istirahat.

Ketika Ibunya ikut masuk ke dalam gedung mengikuti Amar yang sudah berjalan lebih dahulu, Amara pun akhirnya menyapu halaman itu. Di saat kesendirian Amara mengingat kembali, ia baru saja mendapat ciuman pertama dari Mars. Itu adalah pengalaman pertama yang ia rasakan saat ini, dan itu sungguh membuat Amara begitu bahagia. Tidak ia hiraukan Amar yang menasehatinya, karena otaknya sudah teracuni hatinya yang jatuh cinta pada Mars.

Disaat ia teringat ciuman itu, Amara pun mendongakan kepalanya ke atas, kearah jendela milik kamar Mars. Dan sungguh hal itu membuat Amara sangat malu. Bagaimana tidak, Mars ternyata sedang memperhatikan dirinya entah sejak kapan Mars berada di jendela itu, padahal tadi ia sempat melamun dan memegang bibirnya, dan Amara hanya bisa memejamkan matanya dengan terpaksa.

Mars melambaikan tangan pada Amara, ketika ia melihat Amara mendongakkan wajah ke atas. Karena sejak ia melihat sejak Amar menyapu, sampai Amara datang, Mars sudah memperhatikan. Dan Mars hanya tersenyum melihat tingkah Amara yang konyol, karena dengan beraninya menyiram Amar dengan air selang, walau ia tidak mendengar apa yang keduanya bicarakan, yang jelas terlihat Amar kesal hingga Amara menyiram Amar dengan selang air.

"I Love You." ucap Mars dengan isyarat bibir tanpa suara.

Bersambung.....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!