NovelToon NovelToon
Kabut Cinta, Gerbang Istana

Kabut Cinta, Gerbang Istana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Murni
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: souzouzuki

Jadi dayang? Ya.
Mencari cinta? Tidak.
Masuk istana hanyalah cara Yu Zhen menyelamatkan harga diri keluarga—yang terlalu miskin untuk dihormati, dan terlalu jujur untuk didengar.

Tapi istana tidak memberi ruang bagi ketulusan.

Hingga ia bertemu Pangeran Keempat—sosok yang tenang, adil, dan berdiri di sisi yang jarang dibela.

Rasa itu tumbuh samar seperti kabut, mengaburkan tekad yang semula teguh.
Dan ketika Yu Zhen bicara lebih dulu soal hatinya…
Gerbang istana tak lagi sunyi.
Sang pangeran tidak pernah membiarkannya pergi sejak saat itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon souzouzuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bumerang Dua Skandal Wanita

Selir Ji'an menuruni tangga paviliun dengan langkah cepat, hampir ingin berlari ke kandang kuda, untuk berkuda ke tempat Xuan dan melukainya sekarang juga. Dadanya membuncah dengan kemarahan, kekecewaan, dan rasa tidak adil yang sulit dijelaskan.

Bukan semata karena cinta Kaisar—

tapi karena ia tahu dunia istana seperti medan perang tanpa darah:

siapa yang bersinar di mata Kaisar...

dialah yang bertahan.

Dan tadi malam...

yang bersinar...

adalah Xuan.

Kalau rumor menyebar...

bahwa Kaisar menginap di Kediaman Barat,

bahwa perhatian Kaisar berbalik lagi pada Xuan,

maka semua mata—mata para selir, mata para menteri, mata para pengintai kekuasaan—akan mengarah dan faksi akan menguat pada wanita itu juga putranya, Jing Rui.

Bukan lagi padanya, Ji'an, yang bertahun-tahun menjaga tahta wanita tertinggi setelah Permaisuri.

"Aku membangun jalanku di atas tulang-tulang perempuan lain,"

gumamnya dingin di dalam hati,

menggenggam ujung lengan bajunya erat.

"Ada berapa banyak...

berapa banyak... yang kubuat tersingkir dengan tangan bersihku sendiri."

Seolah hanya lewat kesopanan, hadiah manis, dan pesta-pesta kecil...

tapi di balik semua itu, ada siasat racun, ada aib tersebar, ada dukungan yang hancur tanpa suara.

Dan semua itu... semua perjuangan itu...

bisa runtuh... hanya karena satu malam kesalahan kecil Kaisar?

Tidak.

Dia tidak akan membiarkan itu terjadi.

Namun saat Ji'an hendak berbelok ke lorong luar,

hendak menaiki kudanya,

pelayan pribadi terdekatnya—Nyonya Yu—mendekat cepat dan berbisik lembut di samping telinganya:

"Yang Mulia... maafkan kelancanganku."

"Mohon tenanglah seperti yang sudah sudah. Daripada bertindak gegabah...

bukankah lebih baik membalas dengan cara yang lebih indah?"

"Festival Kue Bulan sudah dekat.

Semua perhatian akan tertuju ke istana bagian dalam.

Ini... kesempatan sempurna."

Selir Ji'an menghentikan langkahnya, mata tajamnya menyipit.

"Kau punya ide, Yu?"

Pelayan itu menunduk rendah, senyum kecil menghiasi wajahnya.

"Mumpung semua mata berkumpul besok...

kita bisa merusak kepercayaan Selir Xuan dengan dayang baru yang menyerang Tuan Muda, lalu juga memperburuk citra Selir Xuan."

"Ciptakan insiden kecil.

Biarkan orang melihat siapa yang pantas, siapa yang ceroboh."

"Kalau Yang Mulia mau, aku punya orang dalam di dapur perayaan."

Selir Ji'an tidak langsung menjawab usulan pelayannya.

Ia berdiri diam, memandang jauh ke taman batu yang dipenuhi pepohonan pinus tua.

Dalam pikirannya, semua kejadian bertahun-tahun ini bergulir cepat:

Bagaimana ia dahulu menyingkirkan satu demi satu selir saingan dengan tangan bersih.

Bagaimana ia... dengan rencana busuk yang rapih, membuat permaisuri kehilangan anak yang dikandungnya—dan akhirnya mandul selamanya.

Semua demi satu tujuan: bertahan. Berkuasa. Bertahan.

Dan kini... Xuan, wanita yang dulu hampir ia anggap remeh,

muncul lagi.

Diam-diam menguat.

Semalam Kaisar ke kediamannya.

Hari ini, seluruh istana berbisik dalam diam.

Bagaimana mungkin ia bisa membiarkan itu?

Apalagi, Xuan... masih punya satu kekuatan yang lebih berbahaya dari sekadar kecantikan:

Ia punya hati Kaisar.

Sesuatu yang bahkan Ji'an tidak pernah sepenuhnya miliki.

"Tidak cukup," katanya pelan, suaranya menusuk seperti duri.

Pelayan di sampingnya mengangkat wajah.

"Tidak cukup... hanya mempermalukan dayangnya," Ji'an melanjutkan, nadanya penuh keangkuhan dan ketamakan.

"Aku ingin Xuan jatuh bersama dayang itu."

Pelayan itu berbisik takut, "Yang Mulia... kalau terlalu terang-terangan—"

"Siapa bilang harus terang-terangan?" Ji'an tersenyum tipis.

"Pakai tangan mereka sendiri."

Ia melangkah pelan menuju paviliunnya, jubah emasnya menggeser lantai batu dengan suara mendesis seperti ular.

"Festival Kue Bulan.

Persembahan ritual untuk langit dan bumi.

Momen sakral."

"Kalau ada barang persembahan tercemar... siapa yang disalahkan?"

"Yang menyiapkan persembahan."

"Yang bertanggung jawab atas dapur utama."

"Dan tentu saja... penguasa paviliun yang bertugas."

Pelayan itu menahan napas, mengerti.

Kalau ada kesalahan sekecil apapun dalam persembahan resmi, itu dianggap penghinaan terhadap surga dan leluhur kerajaan.

Itu... bukan sekadar aib.

Itu kejahatan besar.

Hukuman atasnya... bisa sampai hukuman mati.

"Kalau dayang itu yang bertugas,

kalau Xuan terlalu percaya dan membiarkan dia mengatur,

dan ada cacat dalam ritual..."

"Maka bukan hanya dayangnya yang hancur.

Tapi juga Xuan."

Senyuman Ji'an mengembang lebar.

Senyuman yang tak membawa kehangatan,

hanya racun yang disamarkan dalam sutra keemasan.

Pelayan menunduk, menahan getar di tubuhnya.

Karena ia tahu:

Sekali Ji'an menetapkan target...

tidak akan ada belas kasihan.

Tanpa sadar rencana Nona Ji, dan Selir Ji'an sama persis. Dan keduanya menyasar Yu Zhen dan Selir Xuan.

---

Matahari mulai condong ke barat, menumpahkan cahaya keemasan ke atas altar utama yang berdiri megah di tengah halaman upacara.

Bendera-bendera kecil dengan lambang keluarga kekaisaran berkibar malas diterpa angin.

Di sepanjang jalan setapak berlapis batu putih, para dayang dan pelayan dapur bekerja tanpa henti.

Piring-piring persembahan disusun dengan teliti—setiap kue bulan, buah pir, anggur, dan teh harum,

harus diletakkan di posisi yang sudah ditentukan berdasarkan aturan leluhur.

Meja altar utama dibentangkan kain sutra berwarna gading, bordir naga dan phoenix saling bertaut.

Di atasnya, sesajen ditempatkan dalam pola simetris sempurna: tanda penghormatan mutlak kepada Surga dan Leluhur.

Hari ini bukan hari biasa.

Festival Kue Bulan hanya datang sekali setahun,

dan dipercaya malam ini para leluhur akan turun dari langit untuk melihat siapa yang menjaga martabat mereka dengan hati suci—

dan siapa yang mencorengnya.

Semua persembahan harus sudah lengkap sebelum matahari tenggelam.

Maka kegugupan merayap di udara,

seperti kabut tipis yang tak kelihatan tapi membebani setiap langkah.

---

Di antara para dayang,

Yu Zhen berdiri setengah di bawah pohon besar di sudut halaman.

Tangan kirinya masih dibalut perban tipis,

sementara tangan kanannya memegang papan kecil bertuliskan daftar pengaturan persembahan Kediaman Barat.

Ia tidak diizinkan ikut menyusun langsung,

atas perintah lembut dari Selir Xuan:

"Kau belum sepenuhnya pulih, Zhen.

Cukup awasi dari jauh."

Zhen menuruti, tapi matanya awas, mengamati.

Pipinya sedikit memerah oleh matahari, tapi sorot matanya tetap jernih, penuh keingintahuan.

Lalu… insiden kecil itu terjadi.

Tiba-tiba, dari balik kerimbunan semak,

seekor kucing putih meloncat ke tengah altar.

Bulu putih bersihnya berkibar,

matanya besar, bulat, berkilat memandang para pelayan yang kaget.

Dayang-dayang berteriak kecil.

"Kucing di altar! Itu sial!"

"Cepat usir! Nanti persembahan kita dikutuk!"

Beberapa pelayan berlari mengejar dengan sapu di tangan, wajah tegang seperti menghadapi setan.

Yang mereka semua tidak tahu:

kucing itu bukan kebetulan.

Sejak pagi,

orang suruhan Nona Ji sudah menyelundupkan hewan itu diam-diam,

dengan satu tujuan sederhana:

mengacaukan pengawasan di saat genting.

"Buat keributan kecil,"

"Lalu, di tengah kekacauan, kita bertukar persembahan."

Sebuah rencana licik yang sederhana—

dan efektif.

Yu Zhen, melihat kucing itu nyaris dipukuli,

tak tahan.

Tanpa pikir panjang,

ia melangkah maju,

menyisihkan dirinya dari kerumunan yang berteriak-teriak.

Tangannya yang sehat terulur,

mengambil kucing putih itu ke pelukannya.

Kucing itu mengeong kecil, tubuhnya gemetar.

Zhen mengusap bulunya lembut, membisikkan sesuatu yang hanya bisa didengar hewan malang itu:

"Jangan takut... aku akan keluarkanmu."

Dengan tenang, ia berjalan cepat ke sisi halaman,

melewati lorong samping kecil,

membuka celah pagar batu tua,

dan melepaskan kucing itu ke taman luar istana.

---

Semua itu tidak lebih dari tiga menit.

Tapi dalam tiga menit itu—

pengawasan altar renggang.

Dan dalam sela-sela keributan, dua rencana gelap saling beradu.

Dengan nampan kecil yang dibungkus kain sutra,

ia mendekati altar Kediaman Barat.

Berpura-pura mengatur posisi buah pir,

ia menukar tumpukan kue bulan utama Xuan dengan kue yang sudah diam-diam diracuni bahan najis.

—Bahan yang, bila disentuh altar suci, akan dianggap penghinaan berat terhadap Surga.

Selesai dalam satu tarikan napas.

Tak ada yang sadar.

Hampir bersamaan,

suruhan lain muncul dari arah belakang altar,

membawa nampan cadangan.

Berpura-pura memeriksa posisi teko teh,

ia mengambil tumpukan kue yang baru saja ditukar oleh orang Nona Ji—

tanpa tahu isinya sudah haram parah—

dan meletakkannya di altar persembahan Kediaman Timur milik Ji'an.

Dengan langkah rapi,

ia pergi, merasa tugasnya sempurna.

Dalam medan perang para bangsawan, bahkan rencana sempurna bisa bertukar pemilik tanpa tahu malu.

Yang satu ingin menjerumuskan lawan... malah menggelincirkan dirinya sendiri.

Yang lain ingin mencemari dari balik tirai... malah mengotori baju keluarganya sendiri.

Dan seekor kucing putih—yang bahkan tak tahu apa itu politik,

—telah menjadi saksi bisu kebodohan manusia hari itu.

Saat Zhen kembali ke tempatnya,

tidak ada satu pun yang terlihat salah.

Semua persembahan tampak mulus, rapi, sempurna.

Namun...

di antara lapisan kue bulan manis itu,

telah tersembunyi benih skandal yang akan meledak sebelum bulan purnama benar-benar penuh.

1
Rachmahsetiawardani
Belum berani kasih ulasan
Masih trauma dengan kesalahan diri
Sudah pencet bintang 5 untuk seorang author
Begitu muncul hanya 3.
Dan akhirnya kena block.
Berasa berdosa sama sang author
Rachmahsetiawardani
Di tunggu nextnya thor
Vote terimakasih untukmu
Rachmahsetiawardani
Selalu ada keberuntungan bagi jiwa jiwa yg baik..
Sekalipun cara yg di tempuh salah.
Rachmahsetiawardani
Semoga ada titik terang
Rachmahsetiawardani
Ketika nafsu di jadikan tuhan.
Orang tak bersalahpun menjadi korban
Rachmahsetiawardani
Selalu ada kerakusan akan kekuasaan
Hingga menjatuhkan menjadi keharusan
Rachmahsetiawardani
Jadi inget Papua..
Riwayat sebuah propinsi kaya yg rakyatnya menderita
Rachmahsetiawardani
Antara ada dan tiada..
Kesenjangan yg di sengaja
Rachmahsetiawardani
Kog ikut nyesek baca part ini
Rachmahsetiawardani
Kaisar yg bijaksana
Rachmahsetiawardani
Intrik dari pemuja cinta
yang memaksakan kehendak lewat cara tetcela.
Rachmahsetiawardani
Harusnya pangeran lebih bisa menjaga rasa dengan kontrol diri yg lebih baik.
Demi keamanan dan kenyamanan Yu zhen
Rachmahsetiawardani
Ketika perhatian yg di berikan selir tak sesuai realita..
Semoga Yu Zhen tetap baik baik
Rachmahsetiawardani
Yu Zhen...
Tolong jangan bermain dengan perasaan dulu..
Sebelum semua baik baik saja
Rachmahsetiawardani
Suka dengan sosok ibunda pangeran ke empat.
Kalem tapi tegas
Rachmahsetiawardani
Selalu ada si antagonis yg tak ingin di saingi.
Rachmahsetiawardani
Semangat Yu Zhen..
Tetaplah tumbuh dengan karaktermu
Arix Zhufa
Terima kasih banyak untuk up nya thor..
cerita bagus begini kenapa sedikit sekali peminatnya
Arix Zhufa
cerita nya bagus kok, semagat up nya thor
Rachmahsetiawardani
Betapa kerennya Yu Zhen..
Semoga rasa yg ada,tak berbuah petaka kedepannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!