dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
027. Jebakan Jodoh
Seorang wanita yang memakai dress hijau selutut berlengan pendek tengah berjalan santai di lobby rumah sakit, Hilda baru saja selesai memeriksakan kandungannya. Tangan kanan memegang tas, sementara tangan kirinya memegang ponsel yang menempel ditelinga, Hilda tampak cantik dengan makeup tipis menghiasi wajahnya, rambut hitamnya sudah dipangkas sebahu menambah kesan dewasa yang membuat penampilannya kian menawan. Dirinya datang seorang diri, Ibunya sedang sibuk, sementara Bayu, Hilda memang tidak menghubungi lelaki itu sama sekali.
"Kamu dimana? Ini aku udah di lobby, baru masuk."
Sementara seorang lelaki dengan pakaian kaos berlengan pendek dan celana pendek berwarna hitam senada dengan kaosnya tengah berjalan masuk kedalam lobby rumah sakit sembari menempelkan ponsel di telinga. Fandi, lelaki tampan itu memperhatikan sekitar mencari seorang wanita yang tengah berbicara dengannya ditelepon. Fandi yang baru beberapa langkah memasuki pintu menghentikan langkahnya, matanya terpaku pada wanita yang juga tengah menatap kearah dirinya. Fandi dan Hilda saling menatap, Fandi dengan tatapan malas sedangkan Hilda dengan tatapan sendunya menatap dalam lelaki yang semakin terlihat tampan itu.
Fandi yang pertama kali memutus kontak mata, lelaki itu tersenyum dan merentangkan tangan kearah wanita yang berada tepat di belakang Hilda. Diandra dengan tatapan menyipit berjalan cepat kearah Fandi yang berada tiga meter di depannya, melewati Hilda begitu saja. Fandi tadi tidak melihat ke depan, matanya memperhatikan sekitar yang tampak sepi.
"Loh, lohh. Peluk, kok malah nyubit." Fandi mengelus lengannya yang terasa sedikit panas akibat cubitan Diandra.
Bukannya memeluk, Diandra malah menyubit lengan atasnya. Padahal Fandi sangat berharap Diandra berlari kearahnya dan memeluk erat dirinya seperti di drakor yang biasa dirinya tonton.
"Malu ih, banyak orang." Diandra berbisik pelan, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada orang yang memperhatikan mereka.
"Fandi?"
Sebuah panggilan dari seorang perempuan membuat Diandra membalikan badannya, Hilda menatap kearah mereka dengan mata berkaca-kaca. Diandra menghela napas lelah, sebuah drama akan segera dimulai pikirannya. Sadar posisi, Diandra bergeser ke samping hendak pergi namun cekalan lembut pada tangannya membuat Diandra tidak bisa pergi dari sana.
"Mau kemana? Disini aja, aku takut." Bisik Fandi pelan pada telinga Diandra, yang sukses membuat Hilda panas dingin di tempat.
"Udah gede, masa takut." Ujar dia Diandra galak, "Beresin sendiri ihh, aku mau cari makan." Diandra bersiap untuk melangkah pergi dari sana.
Baru selangkah maju, Diandra ditarik secara paksa kebelakang. Fandi melingkarkan kedua tangannya pada perut Diandra lalu dengan cepat menarik wanita itu agar tidak pergi, punggung Diandra bahkan menabrak dada bidang Fandi dengan cukup keras. Diandra mencoba memberontak, namun Fandi tak melepaskannya sedikitpun. Pelukannya pada perut Diandra semakin menguat seiring pergerakan Diandra yang mencoba melepaskan tangan Fandi yang melingkari perutnya.
"Fan? Apa-apaan sih kamu?! Ada aku loh disini!" Hilda berseru marah, dirinya cemburu melihat kedekatan Fandi dan Diandra.
"Apaan? Nggak jelas." Fandi menjawab singkat dan ketus, dirinya lalu menempelkannya dagunya pada puncak kepala Diandra, "Ayo naik, Jerry udah ngomel-ngomel gara gara Abang lama datangnya. Ada makanan juga, tadi Abang masak." Fandi mendorong Diandra yang masih dalam dekapannya untuk berjalan maju.
Posisi keduanya terlihat sangat aneh jika terlihat dari sudut pandang lain. Fandi memeluk Diandra dari belakang lalu keduanya berjalan maju ke depan, Fandi bahkan harus mengangkangkan kakinya agar bisa berjalan. Jujur saja Diandra sangat malu, untung saja lobby rawat jalan ini sangat sepi karena jam besuk memang belum dibuka dan IGD serta unit penanganan darurat lainnya berada di gedung sebelah kanan gedung rawat jalan. Hanya ada beberapa perawatan yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing, ruangan Sisilia sendiri berada di lantai 5. Untuk Hilda sendiri, berada disini pada jam setengah 7 pagi, Diandra tidak tahu mengapa, mungkin saja memang sudah memiliki janji terlebih dahulu? Entah lah, Diandra tak ingin ambil pusing. Satu hal lagi, Fandi menyebut dirinya Abang. Apa-apaan ini, Diandra bahkan geli sendiri mendengarnya.
Sementara Hilda menjadi sangat marah mendengar perkataan Fandi, semasa mereka pacaran Fandi hanya menyebut dirinya dengan kata Saya, bahkan terkadang hanya menggunakan kata Aku, itu juga Hilda yang meminta karena mereka terasa jauh meski berpacaran. Lalu apa-apaan tadi, memasak katanya? Fandi juga tidak pernah memasakkan dirinya makanan apapun, bahkan mie instan sekalipun. Tapi dengan wanita gatal yang Fandi peluk ini, lelaki itu bahkan rela bangun pagi hanya untuk memasakkan makanan.
Merasa tak terima dengan itu semua, Hilda bergerak maju mengikuti Fandi dan Diandra yang sudah beberapa meter di belakangnya, bahkan keduanya masih berpelukan. Sialan, Hilda sangat tidak terima. Fandi bahkan tak pernah memperlakukannya semanis itu dulu.
"Apaan sih?!" Fandi berseru marah pada seseorang yang menarik tangannya, jelas lelaki itu tahu siapa pelakunya.
"Ada aku disini?! Kamu tega giniin aku?! Aku masih pacar kamu Fan!" Hilda juga berseru marah pada Fandi, tangannya menggenggam tali tas dengan sangat kuat.