Ketika Naya, gadis cantik dari desa, bekerja sebagai babysitter sekaligus penyusui bagi bayi dari keluarga kaya, ia hanya ingin mencari nafkah.
Namun kehadirannya malah menjadi badai di rumah besar itu.
Majikannya, Arya Maheswara, pria tampan dan dingin yang kehilangan istrinya, mulai terganggu oleh kehangatan dan kelembutan Naya.
Tubuhnya wangi susu, senyumnya lembut, dan caranya menimang bayi—terlalu menenangkan… bahkan untuk seorang pria yang sudah lama mati rasa.
Di antara tangis bayi dan keheningan malam, muncul sesuatu yang tidak seharusnya tumbuh — rasa, perhatian, dan godaan yang membuat batas antara majikan dan babysitter semakin kabur.
“Kau pikir aku hanya tergoda karena tubuhmu, Naya ?”
“Lalu kenapa tatapan mu selalu berhenti di sini, Tuan ?”
“Karena dari situ… kehangatan itu datang.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Bayi Dugong Vs Bayi pintar
...0o0__0o0...
...Pagi itu kembali pecah oleh suara tangis Karan—keras, menuntut, seperti alarm yang tidak pernah lupa jadwalnya....
...Karan terbangun lebih dulu, mencari sosok yang paling membuatnya nyaman:...
...Naya....
...Bukan Daddy-nya....
...Tidak pernah Daddy-nya....
...Dengan tangan mungil-nya, Karan menarik baju tidur tipis Naya yang sedang terlelap di sisi ranjang....
...Sementara di belakang Naya, Arya masih memeluk pinggang gadis itu erat—terlalu erat untuk seorang majikan terhadap Babysitter-nya....
...“Na… Na…” Karan merengek, tubuhnya meliuk-meliuk mendekati Naya. Namun wajahnya malah tertutup telapak tangan Arya yang tergeletak sembarangan....
...Bayi itu langsung mengamuk. Menepuk tangan Arya, menjerit, lalu menangis semakin keras seakan ingin membangunkan seluruh lantai mansion....
...Tangisan itu membuat Naya tersentak bangun. Napasnya pendek, panik refleks sebagai babysitter....
...“Tuan Arya!” Naya cepat menepis tangan besar itu dari wajah Karan....
...Arya mendengus, tapi tidak melepaskan pelukan di pinggang Naya. Justru ia menahan gadis itu lebih dekat, seolah menolak membiarkan-nya bangun dan pergi ke anaknya sendiri....
...“Kenapa dia harus bangun sekarang…” gumam Arya, suaranya berat dan gelap....
...Naya hendak bangun, tapi Arya menariknya lagi. “Nanti saja, Naya. Sepagi ini aku—”...
...“Tuan, saya harus menyusui Baby Karan.” Nada Naya lelah. Tidak marah—hanya pening....
...Kata yang paling menampar Arya....
...Arya akhirnya membuka mata. Tatapan-nya gelap, tajam, tapi juga… sebal....
...“Begitu saja terus,” katanya datar. “Menyusui tuyul itu, lalu mengabaikan jatah ku.”...
...Naya menahan napas....
...Arya… sedang dalam mode bayi dugong....
...Karan merengek lagi, lebih keras. Seolah menuduh Naya telah meninggalkan-nya....
...Naya buru-buru menggendong-nya. Lalu menyusui bayi laki-laki itu seperti biasanya....
...Begitu di angkat, bayi itu langsung diam—bahkan menatap Arya dengan mata bulat penuh… kemenangan. Bibirnya langsung menghisap puting Naya....
...Arya memicingkan mata....
...Tatapan laki-laki dewasa sedang bermusuhan dengan bayi satu tahun lebih beberapa bulan....
...“Kenapa tuyul itu selalu begitu ?” Arya mencibir. “Sombong sekali wajahnya.”...
...Naya terdiam, ingin tertawa tapi kondisi terlalu tidak bersahabat untuk itu....
...“Dia cuma bayi, Tuan.” Belanya. “Ngalah sedikit,” katanya serak, frustasi. “Itu putra Anda.”...
...Alih-alih menurut, Arya justru mendekat dan… menyentil kening Karan....
...Pelan....
...Tapi tetap menyentil....
...Karan langsung terdiam sepersekian detik—sebelum wajahnya memerah dan ia menjerit marah, tangan mungil-nya mulai menabok wajah Arya tanpa ampun....
...Pukulan kecil, tapi emosinya 100%....
...Arya menahan wajahnya sambil mendesis. “Sumpah, dia mewarisi temperamen, Neneknya.”...
...Naya memejam mata. Mencoba bersabar sambil ngempet tawa yang nyaris meledak....
...“Bukan. Baby Karan mewarisi tempramen tuan Arya.”...
...Karan menabok lagi....
...Lebih semangat....
...Seolah setuju....
...Arya mendecak rendah, suaranya gelap tapi sarkas, “Kalau kau tidak berhenti memukul wajah Daddy mu, aku sumpah… aku kirim kau balik ke dalam perut ibu mu.”...
...Naya langsung memelototi-nya. Sedangkan Karan menatap Arya tajam, seolah keberatan....
..."Tuan, Please.."...
...“Tidak,” Arya menjawab dingin, “itu wajah seseorang yang tahu dia berhasil merebut apa yang dia mau.”...
...Naya menelan ludah. “Apa maksud Anda ?”...
...Arya menatap-nya lama....
...Terlalu lama....
...“Kau.” Suaranya rendah. Menatap tajam ke arah Karan. “Merebut kenyamanan dari ku. Setiap pagi.”...
...Naya memeluk Karan lebih erat, bukan karena kalimat itu romantis. Justru karena menakutkan....
...“Tuan Arya—”...
...“Apa ?” Arya mendekat, bahunya menyentuh bahu Naya. Suaranya bergeser ke nada gelap yang membuat bulu kuduk berdiri....
...“Kau tahu dia hanya diam dan manja kalau kau yang memegang-nya. Kau tahu dia tidak mau di sentuh aku saat kau ada di dekatnya. Bahkan tuyul itu menatap ku seperti musuh-nya.”...
...Arya menunjuk Karan. “Lihat. Dia tatap aku seperti ini setiap pagi.”...
...Karan, seakan mengerti, menatap ayahnya dengan pandangan polos… tapi dingin. Lalu memeluk leher Naya erat-erat. Masih dengan bibir bergerak cepat. Menghisap asi Naya....
...Arya menatap ke bawah. Rahang-nya mengeras. Saat melihat Karan menghisap jatah ASI-nya....
...“Naya,” katanya pelan, hampir mengancam, “jangan biarkan aku murka pagi-pagi begini.”...
...Naya menggigit bibir, berusaha tetap tenang. Menghadapi perang ayah dan anaknya....
...“Tuan Arya, tolong pengertian-nya. Putra anda kelaparan, itu wajar, jadi dia butuh asi lebih banyak.”...
...“Justru itu masalah-nya.” Arya mendekat lagi, suaranya turun satu oktaf. “Tuyul itu mengambil kesempatan dalam kesempitan setiap pagi.”...
...Karan tiba-tiba menepuk pipi Arya dengan tangan-nya yang mungil....
...Terlalu Keras untuk ukuran bayi....
...PLAK..!...
...Bunyi pukulan itu terdengar renyah. Kayak kripik pedas di baluri balado. Dengan rasa pedas, manis, gurih, jos....
...Arya membeku....
...Naya menahan napas....
...Karan menatap ayahnya tanpa berkedip, lalu:...
...“Aaaa!”...
...Arya mengusap wajahnya. Napasnya dalam. Memburu....
...“…dia berani menabok aku seperti dia bayar gaji bulanan mu juga.”...
...Naya hampir tertawa—tapi ia menutup bibir cepat. Tidak boleh menyulut sumbu pendek....
...Arya tidak stabil pagi ini....
...“Baby Karan tidak bermaksud—”...
...“Tuyul itu sengaja.” Arya menatap Karan tajam. “Kau pikir aku tidak lihat ? Tatapan-nya jelas. Karan provokatif.” Tudingnya geram....
...Karan menjawab dengan suara,...
...“Aaaa!”...
...Yang kalau di terjemahkan, “Ya makanya jangan nyolot, Daddy.”...
...Naya mencoba memeberi pengertian, “Tuan Arya, tolong—”...
...Arya langsung memotong geram, “Bahkan tuyul itu tidak menghormati ku. Luar biasa.”...
...Karan menjawab dengan suara ocehan marah. Mengejek. Menantang sang Daddy. “Aaaa!!” (terjemahan: ayo gelut.)...
...Arya menunduk… dan akhirnya berkata dengan suara paling jujur, paling gelap:...
...“Naya… satu-satunya alasan aku tidak benar-benar hilang kendali—” Ia menatap Naya. Dalam. Berat. Gelap. “—adalah karena kau ada di sini.”...
...Naya tercekat....
...Karan, seakan mengerti, menatap ayahnya… lalu menggigit meremas dada Naya sambil tetap menatap Arya tanpa berkedip....
...Provokasi....
...Tingkat. Tinggi....
...Arya menghela napas sangat panjang “Lihat. Bahkan caranya menatap ku seperti—”...
...“Jangan bilang dia provokatif,” potong Naya cepat....
...Arya menatap-nya lama. Wajahnya gelap. Suaranya lebih rendah dari sebelum-nya. “Naya… aku bisa menghadapi apa saja di dunia ini.” Tatapan-nya menusuk. “Kecuali kalian berdua. Kalian mengacaukan segalanya. Termasuk kepala ku.”...
...Naya menggigit bibir, terdiam....
...Arya mengulurkan tangan ke arah Karan. Meremas udara dengan geram....
...Tidak kasar....
...Tidak lembut....
...Hanya… dongkol yang tertahan....
...Tapi Karan langsung memukul tangan Arya dengan tangan mungilnya sambil mengoceh marah....
...PLAKK..!...
...Karan langsung menabok pipi Arya lagi. Seolah tak terima....
...Kali ini pukulan tangan mungilnya, lebih keras dari sebelum-nya. ...
...Hingga membuat suasana kamar itu makin menegang....
...Arya menghela napas panjang—panjang sekali—seolah menarik semua kegelapan dunia ke dalam dadanya sebelum akhirnya menghembuskan-nya dengan pasrah....
...Tangan-nya yang meng-genggam pinggir kasur tampak tegang, seperti sedang menahan diri untuk tidak mencekik putra laknatnya itu. Tapi… Arya tetap tidak tega....
...“…aku benci pagi,” gumam-nya datar....
...Tanpa menunggu reaksi siapa pun, Arya berbalik dan melenggang masuk ke kamar mandi....
...BRAK!...
...Pintu kamar mandi di banting begitu keras hingga dinding kamar ikut bergetar....
...Karan dan Naya spontan saling pandang selama beberapa detik—mata membulat, bibir menahan tawa....
...Lalu—...
...“Hahahahahah!”...
...Tawa mereka pecah bersamaan. Keras, bebas, seperti baru saja mengalahkan raja kegelapan yang sedang murka....
...“Karan, kamu keren sekali!” seru Naya bangga. Ia langsung menghujani bayi tampan itu dengan ciuman gemas di pipi dan kepala....
...Karan menjerit tertawa, tangan kecilnya melingkar di leher Naya. Tubuh mungilnya memeluk erat seolah meminta lebih banyak perhatian setelah kemenangan-nya pagi ini....
...Naya ikut tertawa, bahunya naik turun. “Kamu barusan membuat Daddy mu menyerah total. Pagi ini kita menang telak.”...
...Tawa mereka masih pecah ketika suara shower menyala keras dari dalam kamar mandi, seperti Arya sengaja menyalakan-nya sampai maksimum hanya untuk melampiaskan frustrasinya....
...Naya mengusap perutnya yang sampai sakit menahan geli....
...“Astaga… pagi-pagi sudah perang dunia,” gumam-nya masih terkekeh....
...Karan—yang merasa dirinya pahlawan—mengangkat kedua tangan kecilnya seperti melakukan selebrasi....
...“Ahhh—!!” Teriaknya penuh kemenangan....
...Naya tertawa makin keras. “Iyaaa, kamu juara. Kamu bayi terkeren dan terhebat.”...
...Karan memeluk leher Naya erat-erat, pipinya menempel di bahu si babysitter. Napasnya hangat, baunya masih bau bayi yang lembut. ...
...Naya otomatis mengusap punggung mungil itu pelan-pelan....
...“Sudah… ayo kita siap-siap dulu sebelum raja kegelapan keluar lagi,” bisik Naya sambil menoleh ke pintu kamar mandi....
...BRAAAK!...
...Kali ini terdengar suara botol shampoo jatuh....
...Naya dan Karan kembali saling pandang....
...“…kita kabur ?” bisik Naya....
...Karan manggut lucu, seolah benar-benar mengerti....
...Naya menahan tawa sambil berdiri, menggendong Karan....
...“Baik. Misi penyelamatan pagi ini di mulai. Target: menyelamatkan mood raja kegelapan tuan rumah.” Bisiknya pada Karan....
...Naya berjalan pelan menuju dapur sambil bergumam, “Semoga kopi bisa menyembuhkan monster yang barusan bangun…”...
...Karan menepuk-nepuk pundaknya seolah memberi semangat....
...0o0__0o0...