Squel Cinta Setelah Pernikahan
21+
“Gimana mau move on kalau sering berhadapan dengan dia?”
Cinta lama terpendam bertahun-tahun, tak pernah Dira bayangkan akan bertemu lagi dengan Rafkha. Laki-laki yang membuatnya tergila-gila kini menjadi boss di perusahaan tempat ia bekerja.
“Tolong aku Ra, nikah sama aku bisa?” ucap lelaki itu. Dira bingung, ini lamaran kah? Tak ada kata romantis, tak ada cincin, tiba-tiba lelaki itu memintanya menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Telepon
Dua hari berlalu pasca lamaran dadakan Rafkha ke Dira. Gadis itu tengah menatap langit-langit kamarnya bergantian dengan tangan kanannya yang ia lambungkan ke udara. Kini, di jari manisnya melingkar sebuah cincin yang nilainya tak terhingga baginya, bukan tentang harganya. Tapi tentang maknanya.
Berulang kali Dira meyakinkan bahwa ini bukanlah mimpi. Ini nyata, Rafkha datang padanya memintanya menjadi istri. Mungkin terdengar konyol, tapi begitulah adanya.
“Ya ampun, kayaknya bentar lagi aku bakalan gila, senyum-senyum terus dari kemarin,” Gumam Dira, sambil mengingat bagaimana cara lelaki itu memintanya menjadi istri kemarin, tidak romantis. Tapi Dira suka, sejak dulu Dira sudah paham bagaimana watak Rafkha. Lelaki itu selalu tegas, tidak banyak basa-basi, berbicara seperlunya saja.
Dira ingat bagaimana perubahan sikap Rafkha yang drastis padanya, pasca berfoto untuk tugas ospek terakhirnya. Lelaki itu semakin cuek dan dingin padanya, Dira tak paham dimana letak salahnya. Tapi kini, semua berubah.
Alhamdulillah ya Allah. Gadis itu memegang dadanya, disana ada jantung yang berdegup kencang. Memejamkan mata untuk mengingat sekilas wajah tampan calon suaminya itu. “Aku cinta kamu, selalu. Sejak dulu, sekarang dan selamanya,” tanpa ia sadari, Dira meneteskan air matanya, haru.
Dira belum menceritakan kepada siapapun, termasuk kepada Fatya sahabatnya tempat berbagi cerita. Gadis itu sengaja menyimpannya, jika diumbar lebih awal ia takut terjadi hal-hal yang tak diinginkan, gagal misalnya.
Saat ini, yang sedang berputar-putar di pikirannya adalah bagaimana cara menyampaikan pada kedua orang tuanya. Papanya, terutama. Soal Mama, Dira tak terlalu peduli karena, menurutnya Papa lebih peduli padanya ketimbang mama.
Meraih ponselnya di atas meja rias, Dira mencari kontak nama sang papa disana, tak mau langsung menghubungi, Dira mengirim pesan singkat terlebih dahulu.
Satu jam berlalu, ponselnya berdering. Dira yang tengah sibuk di dapur membuat santapan malamnya, masih mengenakan apron, ia segera berjalan menuju ruang TV yang tak jauh dari dapur. Ia raih ponsel di atas sofa.
Tapi bukan nama Papa yang tertulis dilayar ponselnya. Melainkan Rafkha. Mengatur napas, sebelum menerima panggilan itu.
“Halo,”
“Kamu ngapain?”
Mendengar suara Rafkha, senyum Dira mengembang. Hari ini, mereka tidak bertemu sama sekali. Kangen pastinya. Terakhir mereka bertemu kemarin sore, Rafkha menepati janjinya. Memberikannya cincin sebagai tanda sah ia telah dilamar.
“Lagi masak makan malam,”
Hening sejenak, Rafkha tengah hendak berbicara sesuatu namun terhenti.
“Ada apa Bang?”
“Nggak ada, cuma pingin ngobrol sama calon istri aku aja, boleh ‘kan?”
“Ya boleh dong, kamu lagi apa?”
“Lagi ngomong sama kamu,”
Dira terkekeh mendengar jawaban itu, “Ya kalau itu aku juga tau, Bang.”
“Masak apa Ra? kayaknya kamu hobi masak ya? cocok nih sama mamaku.”
“Cuma tumis-tumisan aja, sama telur dadar. Oh ya? wah skill masak aku pasti kalah jauh deh.”
“Itu makanan favorit aku, ya kamu bisa belajar nanti sama mama.”
“Telur dadar makanan favorit kamu?”
“Iya, kok kaget gitu dengarnya?”
“Nggak apa-apa, gampang banget ternyata.”
“Ya bukan berarti nanti tiap hari kamu masaknya telur dadar ya Ra!”
“Ya enggak lah Bang, kamu ada-ada aja, aku juga bisa masak yang lain kok,”
“Ya udah, lanjutin. Sampe ketemu hari sabtu ya Ra.”
“Iya Bang.”
Mendengar kata sabtu, Dira menghitung hari, ini masih hari Rabu. Berarti, ada beberapa hari lagi yang harus mereka lewati untuk bisa bertemu. Dan harus menahan rindu.
Bertemu dan berbincang di kantor sepertinya bukan pilihan yang tepat, Dira masih belum siap dengan terkejutnya orang-orang tentang hubungan yang baru mereka mulai.
Kemarin, Rafkha mengatakan bahwa akan membawa Dira ke rumahnya bertemu kedua orang tuanya, lagi. Dalam kondisi yang berbeda.
Dira kembali ke dapur, ia sudah selesai memasak. Hanya tinggal menyajikannya saja, sambil bersenandung ria, Dira menyajikan masakannya di atas meja makan minimalis yang hanya tersedia dua kursi disana.
Melihat telur dadar yang masih utuh, ia ingat ucapan Rafkha tadi, makanan favoritnya sederhana sekali.
Mengambil dua sendok nasi hangat dari dalam rice cooker, Dira kembali ke meja makan. Belum sepat Dira melahap satu suapan, ponselnya kembali berdering. “Papa.”
“Halo Pa,”
“Nak, kamu serius dengan isi pesan yang kamu kirim ke Papa? ada yang melamar kamu? siapa? Papa perlu tahu orangnya, Papa nggak mau kamu salah pilih suami.”
Tadi, Dira langsung mengatakan to the point, tentang apa yang ia alami. Dilamar menjadi istri oleh seseorang, Dan saat ini, Dira menceritakan semuanya ke Papa tanpa ada yang tertinggal. Papa adalah orang pertama yang ia beritahu. Dira bercerita banyak seperti apa sosok Rafkha, hingga ia membuka rahasianya sendiri bahwa lelaki itu adalah lelaki yang sudah ia cintai bertahun-tahun.
“Gimana menurut Papa?” pertanyaan Dira setelah menceritakan semuanya.
“Pilihan kamu adalah yang terbaik, kamu yang jalani. Asal jangan berakhir seperti Papa dan Mamamu aja.”
Ucap lelaki diseberang sana.
Amit-amit, Dira pun tak ingin hubungannya dengan Rafkha akan berakhir seperti orang tuanya. Miris.
🌸🌸🌸
Dikit dulu ya, nanti lagi. Hihi
Binatang saja ga segitu kejamnya kok Sama anak sendiri...
Ga Ada roman2 nya Blas..