Diselingkuhi sedih? Sudah tidak jaman! Angkat kepalamu, gadis, mari kita balas dendam.
Betari diselingkuhi oleh kekasih yang dia pacari selama tiga tahun. Alih-alih menangis, dia merencanakan balas dendam. Mantan pacarnya punya ayah duda yang usianya masih cukup muda. Tampan, mapan, dan kelihatannya lebih bertanggungjawab. Jadi, Betari pikir, kalau dia tidak dapat anaknya, dia akan coba merebut ayahnya.
Namun ditengah misi balas dendamnya, Betari justru dikejutkan oleh semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekhawatiran Melvis
Nando menggenggam setir erat-erat. Pandangannya lurus ke depan, menyusuri jalanan malam yang tersorot lampu-lampu kota. AC menyala, tapi hawa di antara mereka terasa menyesakkan. Sesekali Andara menoleh ke arah Nando dengan isi kepala yang ribut. Sepulang dari rumah Nando, ketegangan masih saja menyelimuti mereka. Rasa-rasanya Andara agak sulit berpura-pura tenang seperti biasanya setelah tahu tentang kenyataan yang luar biasa.
"Nando, aku nggak nyangka banget sama apa yang aku saksikan sekarang. Betari. Pak Melvis. Aku sama sekali gak tahu kalau Betari ternyata istri Papa kamu, bahkan aku baru tahu kalau Pak Melvis, orang yang suka beli bunga di toko aku, itu ayah kamu."
Nando mendesah pelan. "Iya...Betari nikah sama Papa baru-baru ini. Aku juga nggak ekpect bakal punya ibu tiri, apalagi ternyata dia Betari."
Andara menghela nafas panjang. "Kalau aku tadi nggak nekat ke rumah kamu buat balikin dompet, aku nggak akan tahu apa-apa, ya?"
Nando menoleh sekilas, tapi segera kembali menatap jalan.
"Aku merasa kamu nyembunyiin terlalu banyak hal dari aku, Nando. Dan itu rasanya nggak enak. Aku ngerasa kecil, kaya... aku nggak cukup penting buat dikasih tahu."
"Nggak, jangan bilang gitu," potong Nando cepat. Dia menyentuh tangan Andara yang sedang memegang tas kecil di pangkuan.
"Kamu penting, Andara. Aku bukannya nyembunyiin karena kamu nggak penting, tapi justru bagiku kamu itu sangat penting. Aku nggak pengen ngelukain kamu dengan berita yang tiba-tiba." Begitu katanya.
Andara menunduk, menggigit bibir bawahnya.
"Tapi kenapa kamu nggak cerita pelan-pelan ke aku, Nando?"
"Aku pengen cerita, An. Tapi aku masih bingung. Masih nyari waktu yang pas. Aku takut kamu salah paham, takut kamu mikir yang aneh-aneh."
Andara mengerutkan alis. "Salah paham soal apa?"
"Aku takut kamu mikir yang nggak-nggak karena... ya, sekarang aku serumah sama Betari. Padahal aku sendiri masih ngerasa aneh tiap lihat dia di meja makan."
"Dan soal Papa..." lanjut Nando. "Aku beneran pengen ngenalin beliau ke kamu. Aku pikir bakal keren aja gitu, tiba-tiba kamu tahu kalau pelanggan setia toko bunga kamu itu ternyata calon ayah mertua kamu. Tapi ternyata malah kamu tahu dari kejadian kayak tadi. Aku nggak nyangka secepat itu kalian ketemu di rumah."
Andara masih diam, tapi bahunya tidak setegang tadi. Penjelasan Nando yang menganggap dirinya penting telah membuat Andara memiliki ruang tersendiri di hati laki-laki itu. Dan sekarang Andara mulai luluh, kembali ke mode si paling mengerti sebelum Nando merasa tidak nyaman dengan sikapnya.
"Nando, maafin aku ya. Aku bukan nggak percaya sama kamu. Aku cuma... pernah ditinggalin tanpa alasan. Maaf sudah bersikap seperti ini. Selain aku shock dengan kenyataan yang aku temui sekarang, hormon aku juga lagi nggak stabil."
"Nggak perlu minta maaf. Aku yang seharusnya minta maaf sama kamu."
Andara mengangguk lemah gemulai. "Sekarang Papa kamu sudah tahu tentang kondisi kita. Jadi, lebih baik kita fokus saja ke pernikahan. Soal kamu yang serumah sama Betari, aku nggak akan berfikir macam-macam karena aku percaya sama kamu Nando." Lanjut Andara.
"Terimakasih, An. Kamu sudah mau mengerti."
Ketegangan yang semula menyelimuti, kini sirna sudah berkat Andara yang kembali tenang. Ada sedikit kelegaan di hati Nando akan masalahnya tentang kehamilan Andara. Padahal sebelumnya, bayangan Melvis yang meledak marah terus menghantuinya. Ia sempat membayangkan skenario terburuk, seperti diusir dari rumah, di coret dari kartu keluarga, atau kemungkinan buruk dia tidak lagi dianggap anak.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Melvis menahan diri. Tidak ada ledakan emosi, tidak ada keributan. Hanya keputusan cepat dari seorang pria yang jelas-jelas sedang remuk tetapi tetap berdiri tegak.
Padahal, Nando punya senjata buat melawan Melvis kalau-kalau keadaan memburuk. Dia bakal menodong Melvis dengan persoalan Betari. Kenapa Papa juga nikah sama perempuan muda yang seumuran dengan anak? bukankah itu juga pilihan gegabah? Bukankah Papa pernah berdalih soal keadaan yang memaksa?
Tetapi rencana itu urung ia lontarkan. Karena yang dia lihat bukan Melvis yang keras dan otoriter. Yang ia saksikan adalah seorang ayah yang runtuh diam-diam, tapi berusaha menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan.
Untuk pertama kalinya, Nado berfikir, apakah selama ini ia dan sang ayah sejauh itu? Sampai-sampai tak lagi bisa saling membaca.
...*****...
Di kamar, Melvis risau sambil beberapa kali memijit pelipis. Besok memang sudah ada pergerakan pertanggungjawaban dengan mendatangi keluarga Andara terlebih dahulu-- dengan rencana lamaran seperti biasanya tanpa ada cerita khusus--tetapi ada yang masih menjadi beban pikiran Melvis mengingat Andara juga punya orang tua yang pastinya menginginkan terbaik untuk sang anak.
Melvis pernah mendengar suatu cerita dari kawannya. Ceritanya tentang seorang ayah yang anak laki-lakinya tanpa perhitungan menghamili seorang gadis. Waktu itu, si kawan mencoba menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, dengan itikad baik melamar dan mempertanggungjawabkan. Tapi sang ayah dari pihak perempuan merasa dihina, merasa harga dirinya diinjak-injak.
Alhasil, niat baik tak menemukan jalan. Peristiwa yang semula bisa ditutup dengan pernikahan, malah bergulir ke jalur hukum dan berubah menjadi tuduhan pemerkosaan, meskipun hubungan mereka berlangsung suka sama suka.
Itulah yang sekarang di khawatirkan Melvis. Lebih kepada kecewa, sebab dia membiarkan saja ketika Nando tak bercerita apapun kepadanya.
Cerita itu dulu hanya jadi pelajaran moral yang Melvis simpan di belakang kepala. Tapi sekarang, ketika posisinya tak jauh beda, kenangan itu menyeruak, membawa kecemasan yang tak bisa ditepis. Tak ada kedekatan, tak ada cerita, dan ketika semuanya meledak, Melvis merasa seperti orang asing yang hanya diminta bereskan reruntuhan.
"Saya merasa gagal jadi orang tua, Be. Saya pikir Nando sudah bisa menimbang konsekuensi sebelum bertindak, tapi ternyata saya salah," Ujar Melvis lirih pada Betari yang berada disebelahnya. Betari menoleh, menatap wajah suaminya yang lesu.
"Om, jangan salahin diri sendiri terus.Orang tua udah ngajarin anak dengan semua yang mereka bisa. Tapi kadang… anak-anak tetap harus jatuh dulu buat ngerti."
Melvis mengangguk pelan. "Saya cuma nggak siap kalau orang tuanya Andara ngerasa kita ini keluarga nggak tahu diri. Saya juga nggak pengen Andara atau Nando tersakiti lebih jauh. Saya cuma pengen Nando jadi laki-laki yang bisa bertanggung jawab sepenuhnya. Bukan cuma karena terpaksa."
"Yakin kita bisa ngelewati ini om. Jangan ngerasa sendirian, ada saya yang bakal siap membantu karena kita udah jadi partner hidup. Gini aja, besok kita tetep datang kaya rencana awal seakan-akan kita hanya melamar biasa. Kalau orangtua Andara merasa ada yang janggal karena terlalu mendadak dan menanyakan lebih khusus, barulah kita minta Nando dan Andara buat menjelaskan semuanya."
"Om udah ngelakuin yang terbaik menurut saya. Jangan terlalu dipikirkan, kita lihat besok saja ya. Kalau buat sekarang, mari kita tidur dulu om, sudah malam." Kemudian Betari menaikan selimut sampai ke bahu.
"Selamat tidur, om."
"Selamat tidur, Be."
Melvis menatap Betari yang terbaring berbalut selimut.
Kok saya nggak dicium lagi kaya tadi pagi ya?
.
.
.
Bersambung.
Betari yang bisa menguasai dirinya sendiri.
Om Durenku-Melvis yang bijak dalam menghadapi masalah dan bersikap adil meski itu ke anak sendiri..
dan perubahan positif Nando Andara...
aku menantikan karya luar biasamu yang lain kak.. semamgat berkarya😘😘🥰🥰❤️❤️❤️❤️
di tunggu cerita2 lain na...