"Dasar brengsek! Kadal burik! Seumur hidup aku gak mau ketemu kamu lagi. Bahkan meskipun kamu mati, aku doain kamu susah menjemput ajal."
"Siapa yang sekarat?" Kanya terhenyak dan menemukan seorang pria di belakangnya. Sebelah tangannya memegang kantung kresek, sebelah lagi memasukan gorengan ke dalam mulutnya.
"Kadal burik," jawab Kanya asal.
"Kadal pake segala di sumpahin, ati- ati nanti kena tulah sumpah sendiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati Yang Terbunuh
Kanya terbangun di ruangan serba putih yang sudah pasti rumah sakit.
Mengingat kejadian yang baru saja dia alami, Kanya segera bangun dan mendudukkan dirinya.
"Anda sudah bangun." Seorang suster tersenyum saat Kanya terbangun.
"Beruntung anda hanya mengalami memar di bahu dan dahi."
"Bagaimana keadaan yang lain Sus?" tanya Kanya.
Pengemudi mengalami cedera ringan di kepala, sementara yang satu lagi cukup serius, dan sedang menjalani pemeriksaan.
Kanya tahu itu Alan. Dia mengingat bagaimana pria itu menghalangi tubuhnya agar tidak terbentur, hingga akibatnya pria itu yang terluka.
"Saya mau melihat mereka Sus."
"Boleh. Mereka di ruangan sebelah." Kanya mengangguk lalu menurunkan kakinya untuk segera mencapai ruangan Alan.
Saat tiba di sana dia melihat Samuel duduk di kursi sebelah ranjang Alan.
"Bu, Kanya?" Samuel berdiri dari duduknya.
"Kamu baik- baik aja?" Kanya melihat luka Samuel memang hanya di dahi dan di balut perban.
Samuel mengangguk. "Tubuh saya tertahan airbag, jadi luka saya tidak terlalu parah. Maaf karena kelalaian saya kalian sampai begini." Samuel sungguh menyesal, apalagi keadaan paling parah di alami Bosnya.
"Gimana keadaan Mas Alan?"
"Bapak baru tidur setelah menjani pemeriksaan. Beruntung gak ada luka dalam, hanya luka luar saja. Bapak menolak istirahat sebelum memastikan kondisi Bu Kanya, setelah melihat Ibu, dan mendengar penjelasan Dokter, baru Pak Alan mau istirahat. Maaf, saya gak bisa hubungi orang tua, Bu Kanya. Saya gak berani."
Kanya menggeleng. "Gak usah, saya gak mau mereka khawatir. Lagian saya juga gak papa." Kanya melihat sekitarnya, ruang VIP ini hanya ada mereka bertiga termasuk Alan yang tengah tertidur.
"Gak ada keluarga Mas Alan?"
"Bapak larang saya untuk beritahu. Lagi pula meski saya beritahu mereka mungkin gak peduli." Kanya mengeryit.
"Istrinya mungkin khawatir?" Kanya menipiskan bibirnya.
Samuel menggeleng. "Selama ini hubungan mereka gak baik."
"Karena itu mereka mau cerai?"
Samuel menggeleng. "Yang saya tahu sejak dulu hubungan mereka memang gak baik. Mereka bahkan gak tinggal satu atap."
Dahi Kanya kembali mengeryit. " Kalau Bu Kanya mau tahu, anda bisa dengering penjelasan pak Alan." Kanya melihat ke arah Alan, dahi dan pelipis pria itu di balut perban, menandakan luka Alan memang cukup serius. Bayangan saat Alan memeluknya kembali terlintas hingga Kanya merasa dadanya terasa nyeri.
Kanya melihat jam di dinding menunjukkan pukul delapan malam. "Saya harus pulang." Samuel hanya bisa mengangguk dan membiarkan Kanya pergi. Dia juga tidak mungkin memaksanya untuk tetap tinggal untuk menjaga Alan. Karena bagaimana pun hubungan keduanya memang tidak baik. Terutama Kanya yang memang selalu menghindari Alan.
....
Saat Alan terbangun Samuel masih disana, hingga Alan tak bisa tak berdecak. "Harusnya kamu istirahat."
"Bapak sudah bangun? Bagaimana perasaan Bapak?"
"Aku gak papa, Sam."
"Syukurlah." Sam menghela nafasnya.
"Bagaimana Anya?" Sam terdiam.
"Sam?" Samuel menunduk. "Ya sudah aku mau melihatnya sendiri." Alan akan bangun namun gerakannya terhenti saat Samuel mencegah.
"Bu Kanya sudah pulang, Pak," katanya.
Alan tertegun. Bahkan Kanya tak sudi menunggu hingga dia terbangun. Alan terkekeh pedih.
"Dia benar-benar gak peduli padaku, Sam." Alan menunduk.
"Bapak menyesal hampir mati karena melindungi Bu Kanya?" Bagaimana pun, perjuangan Alan menyelamatkan Kanya seperti sia- sia. Sebab Kanya bahkan tak peduli dengan pengorbanannya.
Alan menggeleng. "Bahkan meski seumur hidup aku terus menyelamatkan Anya, belum tentu kesalahanku sama dia terhapus, Sam."
"Kesalahan Bapak bukan membunuh, hingga harus terus mempertaruhkan nyawa."
"Tapi hati Anya yang aku bunuh," lirihnya.
Lagipula bagi Alan keselamatan Kanya adalah yang utama.
coba alan tau klu kanya mau nikah biar tau tuh sakitnya kayak gmn bl orang yg di cintai nikah sama orang lain.