Season 2
Bersama Rendra -The young and dangerous-, Anggi menjalani kehidupan baru seperti menaiki wahana rollercoaster.
Kebahagiaan dan kesedihan datang silih berganti.
Sempat jatuh, namun harus bangkit lagi.
Hingga akhirnya Anggi bisa berucap yakin pada Rendra, "It's always gonna be you."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. You're Just Too Good To Be True
Rendra tak henti-hentinya melempar senyum pada semua orang yang mereka lewati mulai dari ruang tunggu, sampai apotek RS, lalu lift, hingga sekarang mereka sedang menyusuri lorong menuju paviliun. Sambil sesekali meremas bahunya lembut atau mengelus puncak kepalanya.
Begitu mereka masuk ke dalam paviliun, Rakai yang sedang menonton televisi bangkit dari sofa dan melihat kearah mereka dengan penuh rasa ingin tahu. "Gimana?"
Namun Rendra tak menjawab, justru berlari dan melompat menubruk Rakai seperti striker usai mencetak gol ke gawang lawan. "GUA MAU JADI PAPI!!!!"
Rakai yang terkejut jelas tak siap dengan serbuan Rendra, alhasil membuat tubuh mereka berdua jatuh berguling di atas sofa.
"A*n**jirrr!!!" maki Rakai kesal karena ulah membabi buta Rendra.
"I'm a father now," seloroh Rendra riang sambil melepaskan pelukannya ke tubuh Rakai yang masih saja memaki-maki kesal. Kemudian mendekatinya untuk bertanya, "Mau tiduran sayang?"
Ia menggelengkan kepala, lebih memilih berjalan keluar dari kursi roda. Namun Rendra keburu mencegahnya dengan gestur panik, "Eit....mau kemana....ibu hamil duduk manis aja.....biar Abang yang ambilin. Mau apa? Minum? Makan?"
Ia menggeleng sambil mengernyit, "Kebalik Bang. Yang sakit kan Abang, bukan aku."
"Udah sembuh....udah sembuh....," seloroh Rendra sambil memperlihatkan lengannya. "Langsung sembuh total," lanjut Rendra diikuti cibiran Rakai yang rupanya masih kesal.
"Aku cuma mau duduk di sofa Bang," ujarnya hendak kembali bangkit. Namun Rendra keburu mencegahnya, untuk kemudian mendorong kursi roda menuju sofa. Ketika Rendra mengulurkan dua tangan untuk merengkuhnya, ia buru-buru mendecak, "Abang, aku bisa sendiri!"
"Oke...oke....," Rendra terkekeh sambil mengangkat kedua tangannya keatas. Sementara Rakai memperhatikannya dan Rendra sambil mencibir, "Iya deh iya.....yang dunia milik berdua. Yang lain cuma numpang!"
"Kok berdua sih?!" protes Rendra cepat. "Bertiga dooong.....sama baby di perut," lanjut Rendra sambil mengelus perutnya lembut. Membuat Rakai semakin mendesis sebal.
"Makanya buruan kawin!!!" ujar Rendra penuh kepuasan bisa meledek Rakai habis-habisan.
"Kawin sering Reeen!! Sampai bosan gua!" jawab Rakai sembari terus mencibir. Kali ini giliran membuatnya mendesis sebal. Namun Rendra justru terbahak.
Tengah malam, saat ia meringkuk nyaman di dada Rendra, sebuah dorongan mual luar biasa yang tak tertahankan tiba-tiba menyerang. Membuatnya cepat berlari ke kamar mandi, lalu muntah sepuasnya. Di tengah-tengah rasa mual yang masih menyerang, sebuah sentuhan lembut menghampiri tengkuknya.
"Mual lagi?" tanya Rendra dengan suara berat sambil memegangi ujung rambutnya.
Dan malam ini ia terbangun hingga empat kali hanya untuk membuang air dari dalam perut melalui mulut dengan suara keras. "Hoeeek......."
Selama itu pula Rendra selalu ikut terbangun untuk memijat tengkuknya lembut. Kemudian membuatkan segelas teh manis hangat. Tanpa mengeluh sedikitpun, meski ia tahu kondisi tubuh Rendra belum 100% fit.
"Abang tidur aja," bisiknya merasa tak enak karena telah mengganggu waktu tidur Rendra. Namun Rendra tak menjawab, justru mengecup keningnya lembut.
Untungnya cek lab terakhir Rendra menunjukkan hasil yang memuaskan. Hb, trombosit, dan lekosit telah berada di batas normal. Begitu juga dengan kekentalan darah, tes anti HAV IgM negatif, SGOT, SGPT, dan tes bilirubin normal. Membuat Rendra diperbolehkan pulang sore ini.
Setelah mengurus administrasi dan lain-lain, menjelang malam barulah mereka sampai di apartemen, dengan diantar Rakai yang langsung pamit pulang begitu mereka sampai di parkir basement.
"Oke....sehat-sehat ya kalian berdua.....," Rakai melambaikan tangan. "Sori nih, nggak mampir. Ada urusan penting."
"Iya....tahulah....si itu kan?" seloroh Rendra yang hanya mendapat cibiran dari Rakai.
"Makasih banyak, Bang," ia tersenyum sambil ikut melambaikan tangan.
"Yo, Nggi, sama-sama. Kalau tuh bocah rese macem-macem, gibeng aja biar nurut!" teriak Rakai yang sudah berjalan menjauh. Membuat mereka berdua tertawa sambil berpandangan.
"Gibeng...gibeng apaan," desis Rendra sebal sambil meraih bahunya lembut. Kemudian mereka berjalan bersama menuju lift, sambil Rendra menarik travel bag berisi baju dan perlengkapan selama dia dirawat di rumah sakit.
"Welcome hooomeee....," Rendra tersenyum manis begitu membuka pintu apartemen.
"Harusnya aku yang bilang gitu ke Abang," desisnya sambil langsung berjalan menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamar untuk mencuci tangan, kaki, dan berganti baju. Meninggalkan Rendra yang hanya terkekeh pelan, dan melewati living room dan dining room yang gelap gulita.
Setelah membersihkan diri dan mengganti baju dengan piyama tidur favoritnya, ia pun keluar dari kamar, berniat memasak sesuatu untuk makan malam.
Sempat berpapasan dengan Rendra yang juga hendak ke kamar mandi, "Kamu kalau di kamar mandi selalu lama ya," seloroh Rendra sambil terkekeh.
Namun ia hanya mencibir. Padahal kamar mandi di apartemen ada dua, namun mereka lebih suka memakai yang ada di dalam kamar dan rela meski harus bergantian.
Pikirannya kini sedang dipenuhi 'ingin memasak apa' karena selama Rendra dirawat di rumah sakit, ia tak pernah memperhatikan kondisi kulkas dan dapur. Wah, jangan-jangan mereka harus makan malam hanya dengan sereal dan susu nih. Big no banget, yeah ujung-ujungnya palingan Gofood.
Namun begitu keluar dari kamar, langkahnya sontak terhenti di depan pintu, karena tertegun demi melihat ruang makan yang telah di dekorasi sedemikian rupa hingga penampilannya menjadi semenarik dan seromantis setting table restoran yang biasanya ada di hotel berbintang lima.
Lampu ruang makan yang sengaja dimatikan jelas makin menonjolkan kesan hangat yang penuh romansa. Dengan deretan lilin aromaterapi warna warni yang diletakkan mengelilingi meja makan, kelopak bunga mawar merah yang disusun berserakan di atas meja, serta piring dan gelas lengkap dengan serbet cantik berwarna pastel yang semakin menghangatkan suasana.
"You like it?" sebuah suara hangat dan rengkuhan lembut mendadak menyergapnya dari belakang.
"Abang ngapain?" ia tersipu malu, pasti wajahnya sudah memerah sekarang. "Kapan bikin beginian?"
Rendra hanya terkekeh sambil mengecup lembut pipinya sekilas. "Ibu Anggi Darmastawa duduk dulu dong," Rendra menuntunnya lalu menarik sebuah kursi untuk diduduki olehnya.
"Makasih," ia makin tersipu malu ketika Rendra mendorong kursi sehalus mungkin agar duduknya semakin nyaman.
"Wait a minute," Rendra mengedipkan sebelah mata kemudian berlalu menuju pantry. Disusul bunyi suara ting yang cukup keras berasal dari microwave.
"Abang ngangetin apa?" tanyanya sambil berusaha memanjangkan leher mencoba mencari tahu apa yang sedang Rendra lakukan.
"Nope," jawab Rendra cepat. "Kamu tunggu disitu aja...."
"Aku bantuin ya," tawarnya.
"Nggak usah," jawab Rendra lebih cepat. "Just sit down please....."
Saat menunggu Rendra kembali, lamat-lamat didengarnya bunyi alunan instrumen lembut dan menenangkan yang berasal dari televisi di ruang tengah.
"Taraaa.....," Rendra muncul dari pantry sambil membawa buket bunga mawar putih yang indah, lalu menyerahkan padanya sambil membungkuk, "For my heavenly.....," lalu menyentuhkan diri dengan lembut dan berkata, "Untuk calon Mami yang paling cantik."
Ia tak mampu berkata apapun selain tersipu malu dengan wajah panas terbakar karena terlalu bahagia.
Kemudian Rendra kembali ke pantry untuk mengambil piring berisi makanan. Lalu berturut-turut Rendra hidangkan di atas meja yaitu cheese potatoes fries, nasi beef teriyaki yang masih hangat mengepulkan asap halus, Belgian Chocolate yang menggoda, fruit salad lengkap, terakhir lemon infused water yang segar.
Ia hanya bisa menggelengkan kepala sambil terkagum-kagum, "Abang kapan nyiapin ini semua?"
Rendra hanya terkekeh lalu berkata, "Untuk yang selalu ada di perjalanan cinta kita," sambil meletakkan empat kaleng Bear brand keatas meja.
Ia hanya tersenyum melihat Bear brand ikut serta di candle light dinner kali ini.
"Aku udah cek di internet," Rendra mendudukkan diri di kursi tepat di hadapannya. "Semua makanan ini aman buat ibu hamil," lalu wink mengedipkan sebelah mata membuatnya kembali tersipu.
"Kamu mau makan sekarang? Udah lapar belum?" Rendra menatapnya penuh arti. Namun ia hanya mengangkat bahu, "Terserah."
"Oke...let's go!" Rendra mulai dengan appetizer cheese potatoes fries yang lembut dan renyah, kemudian disusul menikmati nasi beef teriyaki yang lezat. Namun membuatnya berpikir keras mengingat sesuatu,
"Kayak pernah makan ini dimana ya?" keningnya berkerut.
Membuat Rendra terkekeh, "Ketahuan deh. Kalau tadi aku delivery order dari Mreneo."
Ia tersenyum lebar sambil menggelengkan kepala, "Jadi main sponsornya Mreneo nih?"
"Nggak juga sih," Rendra tergelak. "Dessert dari toko bakery Mamanya Rafa. Inget Rafa nggak?"
"Rafa?"
"Anak SD yang ikut taekwondo."
Ia kembali mengernyit.
"Stadion Garuda? Sore hari? Anak-anak latihan taekwondo?" Rendra memandangnya sambil mengulum senyum. "Nggak ingat?"
Ia menggeleng. Stadion Garuda senja hari tentu tak lekang dari ingatan, tapi nama Rafa sama sekali tak ada dalam memorinya.
"Oke, sekarang biar kamu ingat," Rendra menyorongkan sekotak Belgian Chocolate yang terlihat sangat lezat menggiurkan kearahnya. Lalu berjalan menuju ruang tengah, dan tak sampai dua menit telah kembali sambil membawa gitar.
"Mau kusuapin apa makan sendiri?" kerling Rendra sambil berusaha meraih sendok untuk dessert. Namun ia keburu mengambilnya. Membuat Rendra tersenyum, kemudian berkata, "Yang pertama biar kusuapin," Rendra mengambil sendok dari tangannya. Kemudian menyuapkan sesendok kecil Belgian Chocolate ke mulutnya.
Saat ia masih merasakan lezat dan lumernya Belgian Chocolate di dalam mulut, Rendra sudah mulai memetik gitarnya dan memainkan sebuah intro lagu yang membuat hatinya tercekat.
"Dengerinnya bisa sambil menikmati Belgian Chocolate," kerling Rendra mulai bernyanyi yang membuat hatinya mencelos.
'You're just too good to be true
I can't take my eyes off you
You'd be like heaven to touch
I wanna hold you so much
At long last love has arrived
And I thank God I'm alive
You're just too good to be true
Can't take my eyes off you'
(Frankie Vallie, Can't Take My Eyes Off Of You)
Mendadak ruang makan berubah menjadi suasana senja di salah satu sudut Stadion Garuda. Dengan dirinya duduk di sebuah kursi sedang tertawa sendiri.
"Kenapa ketawa?" Rendra memandangnya heran sambil ikut tertawa. "Ada yang lucu?" Rendra masih berdiri dengan jarak kurang dari 2 meter di depannya yang duduk di kursi. Dengan tangan berkacak pinggang, rambut dan seragam taekwondonya basah karena keringat. Membuatnya harus menelan ludah berkali-kali sebelum berkata,
"Aku marah banget sama kamu."
Namun Rendra masih saja menyanyi sambil terus menatapnya penuh arti,
'Pardon the way that I stare
There's nothing else to compare
The sight of you leaves me weak
There are no words left to speak
But if you feel like I feel
Please let me know that is real
You're just too good to be true
I can't take my eyes off you'
(Frankie Vallie, Can't Take My Eyes Off Of You)
Yang membuat matanya mendadak memanas.
"Tulisannya Belgium Chocolate. Kayaknya enak. Cobain yuk. Nih sendok nya, pas banget ada dua," Rendra terkekeh sambil mengangsurkan sendok ke arahnya, tapi ia hanya diam mematung dengan pandangan kosong.
Ia memandang sendok kecil di tangannya dengan mata berkaca-kaca, lalu mulai menyendok Belgian Chocolate dan memakannya sepelan mungkin.
"Kenapa kamu lakuin itu?" Ia menoleh ke samping, menatap tepat di manik Rendra.
Rendra masih tersenyum, "Tell me how to win your heart. Why is it so hard to trust me?"
Ia mencibir. "Mau kamu apa sih?"
Rendra tak menjawab, tapi malah menyuapkan sesendok Belgium Chocolate ke mulutnya, "Cobain deh, enak. Mamanya Rafa punya toko bakery. Katanya ini jadi salah satu best seller."
Jadi, dessert lezat ini dari toko bakery Mamanya Rafa, batinnya sambil berusaha keras menahan air mata yang berdesakan memaksa ingin keluar. Sementara Rendra masih saja menyanyi sambil tak pernah lepas menatapnya,
'I love you, baby
And if it's quite alright
I need you, baby
To warm the lonely night
I love you, baby
Trust in me when I say
Oh, pretty baby
Don't bring me down, I pray
Oh pretty baby
Now that I've found you stay
And let me love you, oh baby
Let me love you'
(Frankie Vallie, Can't Take My Eyes Off Of You)
Kali ini matanya tak lagi mampu membendung lesakan airmata. Ditatapnya wajah Rendra dengan mata yang telah menganak sungai,
"Jangan ngeles...kamu maunya apa?"
Rendra menelan suapan terakhir Belgium Chocolatenya dengan terburu-buru sampai tersedak dan terbatuk-batuk. Setelah minum dia berkata, "Let me love you."
'I need you baby
And if it's quite all right
I need you baby
To warm the lonely nights
I love you baby
Trust in me when I say okay
Oh pretty baby
Don't let me down I pray
Oh pretty baby
Now that I've found you stay
And let me love you, oh baby
Let me love you
(Frankie Vallie, Can't Take My Eyes Off Of You)
Rendra segera menghentikan nyanyian dan menyimpan gitarnya demi melihatnya kini terisak-isak. Lalu mendekat untuk berlutut di hadapannya.
"Kenapa nangis?" Rendra mengulurkan tangan menghapus airmatanya yang mengalir tak terbendung.
"Aku bikin begini biar kamu bahagia," Rendra meraih tisu di atas meja untuk menyeka wajahnya dari airmata. "Kok malah nangis."
Ia masih terisak-isak akibat dari perpaduan Belgian Chocolate dan Can't Take My Eyes Off Of You yang membuatnya kembali mengingat kejadian yang sama di Stadion Garuda beberapa waktu silam, sekaligus mengingatkannya akan perjalanan panjang dan melelahkan mereka hingga hari ini.
"Mamimu melow nak," tangan Rendra bergerak ke bawah untuk mengelus lembut perutnya. Membuatnya semakin terisak.
"It's okay....it's okay....," sambil tetap berlutut Rendra meraihnya ke dalam rengkuhan, kemudian mencium keningnya lembut. Lalu turun ke bawah untuk mencium perutnya sambil berbisik, "Sehat-sehat disana sayang....baik-baik ya.....jangan bikin Mamimu repot....."
Ia tak lagi mampu mengatakan apapun dengan semua sikap manis yang Rendra lakukan untuknya, meski Rendra sendiri masih dalam tahap pemulihan. Seperti menyiapkan infused water lemon atau jahe setiap pagi agar ia tak terlalu merasa mual. Atau menyediakan biskuit dan cracker favorit di setiap sudut apartemen agar ia bisa langsung memakannya saat tiba-tiba merasa lapar.
Rendra bahkan selalu ikut membantunya saat ia sedang muntah-muntah dikamar mandi, entah itu pagi, sore sepulang mereka bekerja, atau bahkan malam dan dini hari. Rendra tak pernah mengeluh sedikitpun. Selalu bertanya dengan wajah khawatir, "Kamu nggak papa?"
Atau dengan mimik cemas, "You Okay?"
Bahkan selalu siap sedia menawarkan bantuan meski ia tak pernah meminta, "Kamu mau apa nanti aku siapin?"
Namun satu hal yang paling ia rasakan di awal kehamilan ini adalah perut yang sama sekali terasa tak nyaman, sering mual lalu muntah-muntah berlebihan, bahkan sampai membuat telinganya berdenging dan kepala menjadi pusing. Membuatnya malas makan karena takut akan dimuntahkan lagi.
"Kamu harus makan sayang," Rendra selalu mengingatkannya lembut. "Aku suapin ya?"
Ia bahkan selalu membawa kantong kresek ke mana-mana karena rasa mual dan muntah tak mengenal tempat. Bisa di jalan, di kantor, di kampus, dimanapun. Dan menurut anak-anak kantor, mukanya berubah menjadi kusut dan berantakan.
"BB lo turun kali Nggi," ujar Erra siang ini saat ia sedang menahan mual di depan sekotak makan siang dari katering sehat kiriman Rendra.
"Masa sih?" ia melihat jam di pergelangan tangan kiri yang mendadak longgar sejak beberapa hari terakhir.
"Coba lo cek ke dokter deh," saran Lika dengan wajah mengkerut. "Khawatir dehidrasi."
"Oiya bener," sambung Rinda cepat. "Dulu gue pas hamil pertama sampai dirawat gara-gara dehidrasi."
Ia mengangguk-angguk, "Iya. Kebetulan malam ini jadwal ke dokter."
Jam 17.00 tepat, karena sudah ijin, ia pun bisa langsung pulang, dan menemui Rendra yang sedang duduk menunggu di deretan panjang kursi tunggu di depan lobby.
Sambil merengkuh bahunya lembut, Rendra tersenyum lebar lalu membimbingnya berjalan menuju tempat parkir dan langsung meluncur ke klinik tempat dr. Mazaya praktek malam ini.
"Halo, ketemu lagi?" sapa dr. Mazaya ceria. Membuatnya ikut merasakan kehangatan dan semangat yang terpancar dari senyum sang dokter.
"Gimana...ada keluhan?" tanya dr. Mazaya sambil membuka buku bersampul hijau miliknya yang tadi telah diisi dengan BB, tekanan darah, dan suhu tubuh oleh perawat di depan.
"Muntah terus Dok," Rendra yang menjawab cepat. "Tiap hari dari pagi sampai malam."
"Oh," dr. Mazaya terlihat membaca bukunya dengan teliti.
"Saya sampai nggak tega lihat istri kalau lagi muntah," lanjut Rendra sambil meremas bahunya. "Kalau bisa, biar saya aja yang mual sama muntah."
Kalimat Rendra membuat dr. Mazaya tertawa, "Bener Masnya mau ngerasain mual sama muntahnya ibu hamil?"
Rendra mengangguk yakin.
"Kalau gitu Mba Anggi berdoa aja, biar semua mual dan muntah pindah ke Mas Rendra," ujar dr. Mazaya yakin. "Udah ikhlas bersedia loh ini."
Membuat mereka bertiga tertawa bersamaan.
"Selain muntah ada keluhan lain? Sakit perut misalnya atau sering berdebar cemas atau keluhan lain?"
Ia menggeleng. "Paling muntah sama jadi sering berdebar Dok."
Dr. Mazaya menganggukkan kepala lalu berkata, "Susah makan nggak? Ini berat badan sampai turun empat kilo."
"Turun Dok?!" justru Rendra yang terkejut. "Empat kilo?! Wah...wah...."
"Iya ini turun. Tapi memang wajar ya untuk awal kehamilan trimester pertama, beberapa ibu BBnya turun. Asal tidak turun drastis masih wajar."
"Nanti biasanya mulai membaik di trisemester kedua. Saat morning sickness sudah berlalu, mual mulai hilang, makan jadi enak."
"Jadi aman ya Dok?" tanya Rendra cepat. "Nggak papa turun sampai empat kilo?"
"Masih aman, BB Mba Anggi masih di level ideal, jangan khawatir."
Rendra pun bernapas lega.
"Sebelum kita ketemu baby-nya di layar televisi, perlu saya sampaikan ada beberapa skrining tes standar untuk ibu hamil. Apakah mau diambil atau tidak?"
"Skrining tes?" Rendra mengulangi kalimat dr. Mazaya. "Apa aja itu Dok?"
Dr. Mazaya pun menjelaskan tentang skrining tes di usia kehamilan trisemester pertama, salah satu yang paling penting adalah tes TORCH, untuk mengetahui apakah ibu menderita tokso atau rubella yang dapat berakibat fatal bagi janin.
"Siap, Dok. Kami ambil semua skrining tes," ujar Rendra mantap setelah mendengar penjelasan dari dr. Mazaya.
"Baik, ini saya buatkan pengantar untuk ke lab ya," dr. Mazaya menuliskan sesuatu di atas selembar kertas berkop surat, "Bisa dipakai selama sebulan ini, sebelum jadwal kontrol bulan depan."
"Terima kasih Dok," Rendra mengangguk mengerti.
"Ayo, sekarang waktunya kita ketemu baby.....," dr. Mazaya tersenyum ceria sambil berjalan menuju examination table.
Begitu ia merebahkan diri, dengan tangan Rendra menggenggam erat dirinya, seorang suster mulai mengoleskan gel dingin di sekitar perut bagian bawah.
"Tadi udah minum air putih belum?" tanya dr. Mazaya sambil mulai mengetikkan sesuatu di peralatan USG.
"Udah dok," jawabnya.
"Banyak nggak?"
"Lumayan," ia mengingat kapan terakhir kali meminum air putih. "Kenapa dok....apa harus minum air putih dulu sebelum di USG?" tanyanya ingin tahu.
"Iya, karena mengkonsumsi air putih bisa membantu membersihkan cairan ketuban dan membuat kandung kemih penuh, jadi hasil USG bisa terlihat lebih jelas."
Ia mengangguk mengerti. Sementara Rendra mulai mengelus kepalanya lembut, bersamaan dengan layar besar yang menampilkan keadaan kantung rahimnya.
"Halo sayang..... apakabar?" dr. Mazaya seolah sedang menyapa sosok yang nyata di hadapan mereka.
"Ini Papa Mama nengok dede lagi...," lanjut dr. Mazaya. "Sehat-sehat kan sayang?"
Dr. Mazaya mulai menggerakkan alat di atas perutnya perlahan, lalu keningnya sedikit mengkerut dan kembali menggerakkan alat dengan penuh kehati-hatian. Membuat jantungnya berdebar kencang, kira-kira apa yang dilihat oleh dr. Mazaya? Apakah semuanya baik-baik saja?
"Wow," dr. Mazaya memandang kearah mereka berdua secara bergantian dengan surprise.
"Apa semua baik-baik saja Dok?" Rendra bahkan tak tahan untuk tak bertanya. Dengan genggaman di tangannya yang semakin menguat.
Dr. Mazaya kembali menempelkan alat USG di perutnya, "Sekarang baru jelas terlihat ada dua kantung rahim," dr. Mazaya tersenyum simpul, membuat mereka semakin penasaran dengan kelanjutan kalimat yang akan diucapkan oleh dokter.
"Ada dua kantung rahim....dua kantung janin....dan dua detak jantung," lanjut dr. Mazaya dengan mata berbinar.
"Ada dua calon bayi kembar di perut istri Mas Rendra......"
***
Keterangan (dari berbagai sumber ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan) :
Tes anti HAV IgM. : antibodi terhadap virus HA yang spesifik
SGOT. : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, yaitu tes untuk mengetahui kondisi organ hati, apakah memiliki kerusakan atau berfungsi normal
SGPT. : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase, yaitu tes lanjutan untuk mengetahui kondisi organ hati
Skrining tes. : (Selama trimester pertama, dilakukan dua jenis tes serum darah ibu, yaitu Pregnancy-associated plasma protein (PAPP-A) dan hormon hCG (Human chorionic gonadotropin). Ini merupakan protein dan hormon yang diproduksi oleh plasenta pada awal kehamilan. Jika hasilnya tidak normal, berarti ada peningkatan risiko kelainan kromosom.
Tes darah juga dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit menular pada bayi, atau disebut dengan tes TORCH. Tes ini merupakan akronim dari lima jenis infeksi menular yaitu toksoplasmosis, penyakit lain (termasuk HIV, sifilis, dan campak), rubella (campak Jerman), sitomegalovirus, dan heroes simplex.
Selain itu, tes darah juga akan digunakan untuk menentukan golongan darah dan Rh (rhesus) Anda, yang menentukan hubungan Rh Anda dengan janin yang sedang tumbuh. - sumber : hellosehat.com)
Mereka ngapain siii...
gara² ada yg ngomong ikam, auto ingat Rendra
sedangkan utk saat ini sungguh..saudara2 "malika" masih banyak berulah di jogja... shg warga sendiri yg banyak menjadi korban ketidakadilan 😭
karya nya smua bagus" bnget ak udah baca smua bnyak pembelajaran d dlam nya
syang gak ad karya yg baru lgi ya, sukses slalu