Niat hati hanya ingin menolong seorang pria yang baru saja mengalami kecelakaan motor tunggal di jalanan, namun keadaan itu malah dimanfaatkan oleh seorang wanita yang tidak bertanggung jawab.
Alana dipaksa menikah hari itu juga oleh segerombolan orang-orang yang menangkap basah dirinya bersama seorang pria di sebuah kontrakan. Alana tidak dapat membela diri karena seorang wanita berhasil memprovokasi massa yang sudah berdatangan.
Bagaimanakah cara Alana menghadapi situasi ini?
Bisakah dia mengelak atau malah terpaksa menikah dengan pria itu? Pria yang tidak dia kenal sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26.
Alana keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri, dia mengenakan pakaian santai dan merapikan rambutnya di depan cermin.
Setelah itu Alana meninggalkan kamar dan berjalan menuju dapur, dia ingin memasak untuk santapan mereka malam ini.
"Azzam, kenapa tidur di sini?" tanya Alana saat mendapati suaminya yang tengah duduk di kursi meja makan, satu tangannya berada di atas meja dan dijadikan sebagai bantalan kepala.
Azzam yang mendengar suara Alana langsung mengangkat kepalanya, dia tersenyum menatap Alana dengan mata merah dan berkaca-kaca.
Melihat itu, Alana tiba-tiba merasa bersalah atas apa yang terjadi di kamar mandi tadi, tidak seharusnya dia menolak Azzam yang nyata adalah suaminya.
"Pindah ke kamar yuk!" ajak Alana sembari melangkah menghampiri Azzam. Seketika keningnya mengernyit saat merasakan sesuatu yang menempel di kakinya.
Alana lantas menunduk, alangkah terkejutnya dia melihat darah yang tergenang di lantai.
"Azzam, kamu-"
Alana membuka mata lebar-lebar saking terkejutnya, kakinya terasa goyah saat menangkap tangan Azzam yang menitikkan darah itu.
"Azzam, apa yang kamu lakukan?" bentak Alana, dia marah karena Azzam selalu saja membuatnya hampir jantungan.
Alana lekas berlari mengambil kotak obat di lemari dapur. Setelah kembali, dia dengan cepat membersihkan luka di telapak tangan suaminya itu dan membalutnya dengan perban.
"Apa kamu sudah gila? Mau mati sekarang, hah?" sergah Alana tersulut emosi, tatapannya sangat tajam seperti ingin menelan Azzam mentah-mentah.
"Jika takdirku harus mati seperti yang dialami ibuku, aku bisa apa?" jawab Azzam dingin lalu mendorong kursi ke belakang dan berlalu pergi begitu saja.
"Azzam..." pekik Alana yang sudah tidak tahan melihat tingkah suaminya itu.
Alana ingin menyusul, tapi tiba-tiba ucapan Erni di rumah sakit tadi terngiang-ngiang di telinganya.
"Tolong jaga Azzam untuk Ibu, belajarlah memahaminya! Dia sebenarnya anak yang baik, hanya saja terkadang sikapnya terlalu kekanak-kanakan. Dia merasa semua orang telah meninggalkannya, dia butuh perhatian layaknya anak kecil."
Alana terduduk lesu di kursi yang tadi diduduki Azzam, hatinya mencelos, sepertinya dia harus benar-benar bersabar menghadapi sikap suaminya itu.
Setelah cukup lama terdiam di tempat duduknya, Alana berdiri dan mengambil kain pel. Air matanya menetes saat membersihkan lantai yang sudah berubah menjadi merah itu.
Setelah lantai kembali kinclong, Alana memasuki dapur dan bergegas menyiapkan makanan untuk mereka berdua.
Satu jam kemudian, Alana menata masakannya di meja makan lalu berjalan menuju kamar.
Raut wajahnya nampak sendu kala menatap tubuh suaminya yang terbaring di kasur.
Alana duduk di sisi ranjang sembari menatap lekat wajah lelap suaminya, dia tidak mengerti kenapa Azzam harus terjerat dalam masa lalunya yang kelam.
Sedalam itukah luka yang dipendam Azzam selama ini? Tidak bisakah dia melupakan semua itu dan memulai kehidupan baru?
Alana benar-benar bingung. Apa yang harus dia lakukan agar Azzam mengubur kenangan buruk itu dari pikirannya?
"Bawa aku bersamamu, Bu. Aku mohon, tolong jangan tinggalkan aku sendirian!
Aku tidak punya siapa-siapa lagi selain Ibu, tidak ada yang menginginkan aku si dunia ini, untuk apa aku di sini?
Bahkan satu-satunya wanita yang aku cintai tidak pernah menganggap ku ada, kepada siapa luka ini harus ku adukan?"
Deg...
Alana terperanjat kaget mendengar Azzam yang tengah mengigau, tubuh ringkih itu nampak berkeringat dengan kepala bergerak ke kiri dan ke kanan seperti orang ketakutan.
"Azzam, bangun!"
Alana menepuk-nepuk pipi Azzam pelan, bermaksud membangunkan suaminya itu dari mimpi yang tengah mengganggu tidurnya.
Azzam tersentak kaget dan membuka mata lebar-lebar, dia langsung terduduk dan memeluk Alana dengan erat.
Sama seperti anak kecil yang tengah ketakutan, wajahnya disembunyikan di belahan dada istrinya itu. "Jangan tinggalkan aku, aku mohon!" lirih Azzam berderai air mata.
Alana terkesiap saat Azzam menarik tubuhnya.
Ternyata benar yang dikatakan Erni tadi, Azzam tidak ubahnya seperti anak kecil yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari seseorang.
"Tenanglah, aku tidak akan ke mana-mana." ucap Alana, kemudian mendekap Azzam sembari mengusap kepalanya.
Azzam semakin mempererat pelukannya seakan tidak ingin lepas lagi dari istrinya.
Alana mengangkat sudut bibir hingga membentuk senyuman kecil, dia merasa seperti seorang ibu yang tengah berusaha menenangkan putranya.
Kini Alana mulai mengerti bagaimana cara menghadapi suaminya itu.
Mungkin sudah waktunya Alana mengalah dan menyerahkan hidupnya untuk Azzam, lagian Azzam sangat mencintainya, apa lagi yang dia ragukan?
Sembari mengusap kepala Azzam, Alana mendaratkan sebuah kecupan kecil di kening suaminya itu.
Azzam yang merasakan sentuhan bibir Alana sontak mendongak dan mematut istrinya itu dengan intim. Alana mengulas senyum dan mengacak rambut suaminya itu.
"Lagi!" pinta Azzam dengan manja.
"Mmuach..." Alana mengecupnya lagi tanpa penolakan.
Seketika tubuh Azzam seakan melayang di udara, betapa bahagianya dia mendapatkan ciuman itu dari istri yang sangat dicintainya.
Kembali Azzam menurunkan pandangan dan menenggelamkan wajahnya di dada Alana.
Tidak ada yang bisa Alana lakukan selain membiarkan Azzam mengendus dirinya.
"Makan yuk! Aku sudah membuatkan sop untukmu, kamu pasti lapar 'kan?" ajak Alana seolah-olah sedang membujuk anak kecil.
Azzam mengangguk pelan dan mengurai pelukannya. "Aku mandi dulu." ucapnya sembari turun dari ranjang.
Ya, karena kesalahpahaman tadi, Azzam belum sempat mandi hingga detik ini.
"Mau dimandiin?" tawar Alana, dia tidak boleh takut seperti tadi, dia harus belajar melayani apapun yang dibutuhkan Azzam.
"Tidak usah, aku tidak ingin merepotkan mu." tolak Azzam, dia tidak mau kejadian tadi terulang kembali.
"Tangan, kepala dan kaki kamu masih terluka, biar aku bantu ya!"
Alana menyusul turun dari ranjang dan memeluk lengan Azzam, perubahan sikap gadis itu tentu saja membuat Azzam keheranan.
Sesampainya di kamar mandi, Alana melepaskan handuk yang melingkar di pinggang Azzam, beruntung masih ada segitiga pengaman yang tersisa untuk menutupi bagian sensitif suaminya itu.
Lalu Alana menyalakan shower sesuai permintaan Azzam, pria itu tidak ingin berendam mengingat lukanya yang masih basah.
Alana hanya tersenyum saat memandikan Azzam. Canggung memang, apalagi ini kali pertama bagi Alana menyentuh tubuh laki-laki. Akan tetapi, Alana harus membuang jauh perasaan itu.
Alana tidak membasahi kepala Azzam langsung dengan air mengingat luka di dahi suaminya belum mengering.
Dia memilih menampung air dengan tangan dan menyapukannya ke rambut Azzam lalu menggosok tubuh suaminya itu dengan sabun.
Hanya bagian inti Azzam saja yang tidak berani dia sentuh, selebihnya tidak ada yang terlewat.
"Itunya sekalian dong, sayang!" desis Azzam dengan tatapan tidak biasa.
Alana melongo saat Azzam memintanya menggosok bagian terlarang itu.
Ah, inilah yang Alana takutkan, dia tidak mungkin memasukkan tangannya ke dalam pembungkus berbentuk segitiga itu. Melihat tonjolan itu saja sudah membuat nafas Alana berasa di ujung tanduk.
"Gosok sendiri saja ya, aku-"
"Kamu lupa tanganku baru saja terluka?" sela Azzam menautkan kedua alisnya.
Alana menghela nafas berat. "Aku takut, aku tidak berani-"
"Apa yang kamu takutkan? Ini milik kamu loh." potong Azzam dengan tatapan tak biasa.
"Tapi-"
Alana mengerjap beberapa kali, apa dia bisa?
Tidak tidak, Alana tidak berani menyentuhnya. Bagaimana kalau benda itu bangun? Apa yang harus Alana lakukan? Dia belum siap melakukan hubungan itu.