Ayah kandung yang tega menjadikan putra keduanya bayang-bayang untuk putra pertamanya. Menjerumuskan putra kedua menuju lembah kehancuran yang menimbulkan dendam.
Ayah dan saudara yang di cari ternyata adalah sosok manusia namun tak berperasaan. Sama seperti iblis yang tak punya hati.
"Rahmat Rahadian"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neng Syantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERMAINAN AKAN SEGERA DI MULAI!
“Benar, ketua. Yang menghabisi rekan kelompok kami, adalah Argo,” kata salah satu dari dua anak buah Ken yang selamat.
“Argo? Berani sekali dia berkhianat!” geram Ken. “Jika yang melawan kalian adalah Argo, lalu di mana Sam, Iwan, Joe dan Erick?” tanya Ken, kemudian.
“Kami tidak tau, ketua. Kami hanya melihat Argo, yang memimpin kelompok itu,” jawab salah satu dari mereka.
“Ya, sudah. Sana beristirahatlah!”
“Terimakasih, Ketua. Ketua tidak menghukum kami,” ucap kedua anak buahnya itu.
Ken hanya tersenyum. Kedua anak buahnya segera berbalik badan dan berjalan pergi dari hadapan Ken, dengan tertatih.
Namun sesaat kemudian , Dor dor.. Ken melepaskan dua tembakan ke punggung masing-masing anak buahnya.
“Arrhhkk..” Kedua anak buah Ken segera tumbang, dan tergeletak di lantai ruangan Ken, tanpa nyawa.
“Beristirahat lah dengan tenang,” kata Ken, lalu meniup pistolnya.
“Kalian, seret mereka dan buang ke sungai!” perintah Ken pada anak buahnya yang lain.
“Baik, ketua!”
.
.
.
“Kak Jack, sampai saat ini, Marco masih terus datang ke Club butterfly. Sepertinya, dia masih penasaran kepada pembunuh temannya itu.” Sam berbicara kepada Jack, yang sedang fokus pada laptopnya.
“Kalau begitu, malam ini. Aku akan memberinya kejutan,” Jack tersenyum smirk, membuat Sam yang di dekatnya bergidik ngeri. Pembunuhan yang di lakukan Jack tempo hari, masih terbayang bayang di benaknya.
“Apa yang akan kau lakukan lagi?” tanya Dean, Dean yang semula sedang fokus bermain catur di ponselnya. Seketika mendongakkan wajahnya pada Jack.
“Kakak lihat saja nanti, pasti akan sangat menyenangkan,” kata Jack.
“Jangan aneh-aneh, Kak. Aku tidak ingin ikut lagi!” Seru Sam, dengan keras.
“Siapa juga yang mau mengajakmu, aku akan memerintah Erick dan Joe, untuk menangkap mereka. Kita tinggal tunggu saja!” sahut Jack dengan tatapan sinis.
Dean yang menjadi saksi perdebatan dan pertengkaran dua orang itu, hanya bisa menepuk jidat nya.
Jack, pun segera mengubungi Erick. “Hallo!” kata Jack pada Erick yang ada di seberang telpon.
“Ya, Tuan,” jawab Erick.
“Nanti malam, ajak Joe dan beberapa anak buahmu untuk menangkap Marco Widjhaha serta anak buahnya. Bawa mereka ke markas, aku akan memberinya kejutan,” kata Jack, lalu memutuskan sambungan telpon itu.
“Aku bukan hanya akan memberi kejutan pada Marco, tapi juga pada kalian semua,” batin Jack.
.
.
.
Malam harinya, di Club Malam Butterfly. Erick dan Joe sudah menyebar bersama anak buahnya.
“Kalian semua, menyebar. Tunggu aba-aba dariku,” kata Erick pada anak buah yang di percayakan Jack padanya.
“Baik, Bos!” sahut mereka, lalu segera bergerak menyebar di area Club itu.
Sedangkan di dalam Club itu, Marco sedang bersenang-senang bersama para wanita. Namun di balik kesenangannya itu, ia sudah di awasi dan di jaga oleh anak buahnya.
“Mau kemana?” tanya Jhon, saat melihat Marco beranjak dari duduknya.
“Ke belakang,” jawab Marco tanpa melihat ke arah Jhon.
Ia pun segera pergi meninggalkan ruangan yang remang-remang itu.
Saat tiba di tempat yang ia tuju, yaitu toilet. Ia segera buang air, namun saat ia hendak keluar dari toilet, tiba-tiba ada seseorang yang memukul belakangnya menggunakan sepotong kayu.
Dan, Bukk! Marco tergeletak lalu tak sadarkan diri.
Dua jam kemudian, Marco mengerjapkan matanya. Ia pun memandang ke arah di sekitarnya. Pandangannya di penuhi dengan sosok manusia yang berbaris di ruangan itu. Ya, ruangan yang luas. Markas milik Klan Dragon.
“Siapa kalian?” teriak Marco yang kesadarannya telah kembali sepenuhnya.
Tak ada yang menjawabnya, semua diam. Tiba-tiba terdengar suara ketukan sepatu mendekat.
Tap tap tap.. Seiring mendekatnya suara sepatu itu, membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu menundukkan kepala mereka.
“Apakah dia sudah sadar?” tanya Jack yang datang bersama Dean dan juga Sam.
Ya, suara sepatu itu berasal dari sepatu, Jack, Dean dan juga Sam. Mereka datang bersama-sama ke tempat itu. Tempat yang menjadi markas seluruh anggota Klan Dragon selama ini.
“Sudah, Tuan!” sahut mereka bersama-sama.
“Bagus!”
“Bagaimana, kabarmu? Tuan Muda Pertama?” tanya Jack dengan menekan kata Tuan Muda Pertama, sambil mendudukkan bokongnya di samping Marco yang terikat.
“Siapa kamu?” teriak Marco, ia memberontak dan terus bergerak di atas kursi tempatnya di ikat.
“Tenang lah, jangan habiskan tenaga mu, karena permainan baru akan di mulai,” kata Jack dengan santai. Ia mengambil sebatang rokok, lalu dengan sigap, salah satu anak buahnya, mengeluarkan pematik api dan menghidupkannya untuk Jack.
“Apa mau mu?” teriak Marco dengan kesal.
“Aku mau, kau mencicil hutang-hutangmu,” jawab Jack. Ia meng*isap rokoknya lalu membuang asap rokok itu dari hidungnya.
“Hutang apa? Hutang apa yang kau maksud? Aku Marco Widjhaja tidak pernah berhutang pada siapapun!”
“Hahahaha..” Tawa Jack terdengar sangat mengerikan, membuat suasana menjadi kian tegang untuk para anak buahnya, termasuk Sam. “Tidak pernah berhutang?” tanya Jack, setelah tawanya redam.
“Ya, kami adalah orang terkaya di urutan ketiga di negara ini! Jadi mana mungkin kami berhutang.”
“Kau yakin?” tanya Jack lagi.
“Aku yakin, jadi siapa kalian? Cepat lepaskan aku!” teriak Marco.
“Tapi, bagaimana jika, kau berhutang pada orang terkaya nomer satu di negara ini?”
“Aku tidak perduli! cepat lepaskan aku, jika tidak. Papaku akan membunuh kalian semua!” maki Marco dengan sombong dan angkuh.
“Kemarikan ponselnya!” pinta Jack pada anak buahnya. Erick yang memegang ponsel itu, segera memberikannya pada Jack.
“Tutup mulutnya!” perintah Jack lagi pada anak buahnya yang lain.
Jack pun segera menelpon nomer seseorang yang ada di ponsel Marco.
“Hallo, Papa,” kata Jack kepada seseorang yang ada di seberang telpon.
“Hallo, kau dari mana saja? Jhon bilang, kau menghilang dari Club. Dan, Papa sudah menyebar para pengawal untuk mencarimu!” orang di seberang telpon berbicara panjang lebar. Orang itu adalah Tuan Brahma.
“Papa tidak usah khawatir, Marco sedang berada di hotel, sekarang. Besok pagi, Marco akan segera kembali,” kata Jack.
“Baiklah kalau begitu, Papa jadi lega.” Jack pun mematikan sambungan telpon itu.
“Bagaimana sekarang?” tanya Jack kepada Marco dengan senyum mengejek.
Marco hendak memaki Jack, namun tidak bisa. Sebab, mulutnya masih di sumpal oleh anak buah Jack.
“Buka, biarkan dia memaki ku, selagi ia bisa!” perintah Jack.
Anak buah Jack segera melepas kain yang di gunakan untuk meyumpal mulut Marco.
Marco langsung berteriak ke arah Jack, dengan cacian dan juga makian-makian kasar.
“Anj*ng kau, bangsat! Ku bunuh kau, aku akan membuat hidupmu sengsara!” teriak Marco dengan sangat kencang, emosinya sudah berada di ubun-ubun. Mungkin, jika ia tidak terikat. Ia sudah melayangkan pukulan ke wajah Jack. Namun sayang seribu sayang, ia tidak dapat melawan kecuali hanya berteriak-teriak.
Jangan sungkan-sungkan mengkritik dan memberi saran , jika terjadi salah pada pengetikan. Author akan sangat senang, jika kalian perduli!