Mampukah janda muda menahan diri saat godaan datang dari pria yang paling tabu? Setelah kepergian suaminya, Ayana (26) berjuang membesarkan anaknya sendirian. Takdir membawanya bekerja di perusahaan milik keluarga suaminya. Di sana, pesona Arfan (38), paman direktur yang berkarisma, mulai menggoyahkan hatinya. Arfan, duda mapan dengan masa lalu kelam, melihat Ayana bukan hanya sebagai menantu mendiang kakaknya, melainkan wanita memikat yang membangkitkan gairah terpendam. Di antara tatapan curiga dan bisikan sumbang keluarga, mereka terjerat dalam tarik-ulur cinta terlarang. Bagaimana Ayana akan memilih antara kesetiaan pada masa lalu dan gairah yang tak terbendung, di tengah tuntutan etika yang menguji batas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25: Retakan Kepercayaan
Udara di koridor rumah sakit terasa dingin, menusuk hingga ke tulang. Ayana tidak merasakannya. Yang ia rasakan hanyalah panas di dada, campuran antara amarah yang membakar dan ketakutan yang mencekik.
Di balik pintu kamar operasi, Raya berjuang. Sementara di sisi lain, perang Ayana baru saja dimulai. Tangan Arfan menggenggam tangannya erat, tapi kehangatan itu tidak cukup menenangkan badai dalam dirinya.
“Sampai titik darah penghabisan,” Arfan mengulang janjinya, suaranya serak namun tegas. Ayana menatapnya, mencari kekuatan, mencari pegangan. “Kita akan membalas Vina, Arfan. Dia harus membayar semua ini.”
Beberapa jam berlalu terasa seperti siksaan. Setiap menit adalah neraka, diisi dengan skenario terburuk yang tak henti membayangi. Lampu operasi itu masih menyala merah, menjadi penanda antara hidup dan mati yang tak terelakkan.
Akhirnya, pintu terbuka. Seorang dokter keluar, wajahnya lelah namun dengan senyum tipis. Ayana dan Arfan langsung berdiri, jantung mereka berdebar tak karuan.
“Raya sudah melewati masa kritisnya,” kata dokter itu, membuat Ayana nyaris jatuh saking leganya. Arfan menopangnya, raut tegang di wajahnya perlahan mengendur.
“Tapi… kondisinya belum stabil sepenuhnya. Ada benturan keras di kepala dan beberapa luka memar. Kita harus memantau dia selama 24 jam ke depan. Ada kemungkinan trauma jangka panjang, tapi kita akan melakukan yang terbaik.”
Ayana menelan ludah. Trauma jangka panjang? Raya yang periang dan ceria… kini terbaring lemah karena ulah Vina.
“Bisa kami melihatnya?” tanya Ayana, suaranya bergetar.
Dokter mengangguk. “Sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang perawatan. Untuk sekarang, biarkan dia istirahat.”
Ayana menghela napas panjang, air mata yang tadi tertahan kini mengalir perlahan. Arfan memeluknya erat, menciumi puncak kepalanya. “Dia akan baik-baik saja, Sayang. Dia kuat.”
Namun, di tengah kelegaan yang rapuh itu, Ayana tahu, pertempuran yang sebenarnya belum dimulai. Setelah memastikan Raya aman, ia akan mencari Vina. Dan kali ini, tidak akan ada ampun.
Beberapa anggota keluarga mulai berdatangan. Papa dan Mama Arfan, juga beberapa kerabat jauh. Wajah mereka menunjukkan kekhawatiran, tapi juga tatapan menyelidik yang tak bisa Ayana abaikan.
“Bagaimana bisa ini terjadi, Arfan?” tanya Mama Arfan, menatap Ayana dengan sorot yang sulit diartikan. “Anak Ayana kenapa bisa terlibat pertengkaran dengan Vina?”
“Ini bukan pertengkaran biasa, Ma,” Arfan menyahut tegas. “Vina yang menyerang Raya.”
Papa Arfan mengerutkan kening. “Vina? Tidak mungkin. Dia tidak akan melakukan hal sepicik itu.”
Ayana merasa amarahnya kembali memuncak. “Anak saya di sini terbaring tak berdaya, Pak! Ini semua karena Vina!”
Suasana menjadi tegang. Kerabat lain berbisik-bisik. Pandangan mereka beralih antara Ayana dan Arfan, seolah sedang menghakimi hubungan terlarang mereka yang kini membawa malapetaka.
“Mama akan bicara pada Vina,” Mama Arfan akhirnya berkata, nada suaranya dingin. “Tapi… Ayana, kamu harus mengerti. Vina adalah bagian dari keluarga ini. Ada banyak hal yang lebih besar dari sekadar pertikaian pribadi.”
“Lebih besar dari nyawa anak saya?” Ayana menatap tajam. “Maaf, Tante, tidak ada yang lebih penting dari Raya saat ini.”
Papa Arfan menghela napas. “Dengar, Ayana. Kita semua sedih atas kejadian ini. Tapi ada hal-hal yang tidak seharusnya kamu tahu. Rahasia keluarga… rahasia perusahaan… bisa menghancurkan segalanya.”
Ayana merasa bingung. Rahasia apa lagi? Apa hubungannya dengan Raya dan Vina?
Arfan menarik Ayana menjauh dari kerumunan, membawa gadis itu ke sudut koridor yang lebih sepi. Wajahnya terlihat muram, sorot matanya yang tadi penuh keberanian kini dipenuhi kegelisahan yang mendalam.
“Ayana, aku harus memberitahumu sesuatu,” katanya, suaranya nyaris berbisik. “Ini tentang Vina… dan kenapa dia begitu membencimu.”
Ayana menatapnya, jantungnya berdebar kencang. “Apa? Ada apa, Arfan?”
“Vina… dia tahu tentang Dimas,” Arfan memulai, napasnya tercekat. “Dia tahu apa yang terjadi di balik perusahaan yang kalian warisi.”
Dunia Ayana seakan berhenti berputar. Tentang Dimas? Suaminya? Apa yang Vina tahu?
“Dulu, sebelum Dimas meninggal,” Arfan melanjutkan, sorot matanya menghindar dari Ayana. “Perusahaan sedang mengalami masalah finansial yang sangat serius. Dimas… dia terlibat dalam skema investasi ilegal untuk menyelamatkan perusahaan.”
Ayana menggeleng, tidak percaya. “Tidak! Tidak mungkin! Dimas tidak akan pernah melakukan itu!”
“Aku bersumpah, Ayana. Aku mengetahuinya. Aku mencoba menghentikannya, tapi dia sudah terlalu jauh.” Wajah Arfan pucat. “Ketika Dimas meninggal, keluarga memutuskan untuk menutupinya. Untuk melindungi nama baik Dimas, dan juga untuk melindungi saham Raya. Jika rahasia ini terbongkar, perusahaan bisa bangkrut, dan kalian akan kehilangan segalanya.”
Ayana terhuyung mundur. Jadi selama ini, warisan yang ia terima, perusahaan yang menjadi sandaran hidupnya dan Raya, adalah hasil dari penipuan? Dan Arfan… Arfan tahu dan ikut menyembunyikannya?
“Vina… dia menemukan bukti-bukti itu,” Arfan berbisik lagi, seolah mengucapkan kutukan. “Dia mengancam akan membongkar semuanya. Dia ingin menghancurkan kita, Ayana. Menghancurkan keluarga ini, dan terutama… kamu.”
Rahasia yang selama ini ia genggam sebagai peninggalan suaminya, kini hancur berkeping-keping di hadapannya. Suaminya, seorang penipu? Dan Arfan, pria yang ia cintai, selama ini menyembunyikan kebenaran pahit itu darinya? Rasa sakit di dada Ayana berubah menjadi pengkhianatan yang pedih.
“Jadi… selama ini…” Ayana tercekat, air mata mengalir deras. “Kau membohongiku? Kau dan keluarga, kalian menipuku… tentang suamiku?”
Arfan meraih tangannya, tatapannya memohon. “Ayana, dengarkan aku. Aku melakukannya untuk melindungimu. Untuk melindungi Raya. Agar kalian tidak kehilangan apa pun. Ini adalah warisan yang harus kalian dapatkan, tidak peduli bagaimana Dimas mendapatkannya…”
“Tidak peduli bagaimana?” Ayana menarik tangannya, menatap Arfan dengan mata memerah. “Kau tahu ayah Raya adalah seorang kriminal! Dan kau melindunginya? Kau membiarkan aku hidup dalam kebohongan ini bertahun-tahun?”
Pengungkapan ini terasa lebih menyakitkan daripada tusukan pisau. Raya masih terancam, Vina masih di luar sana, dan kini… Ayana merasa dunianya runtuh. Fondasi kepercayaannya pada Dimas, pada keluarga ini, bahkan pada Arfan, hancur lebur dalam sekejap.
Arfan mencoba mendekat, tapi Ayana mundur. “Jangan sentuh aku,” desisnya. Suaranya penuh luka dan kemarahan. “Aku butuh waktu… untuk memikirkan ini.”
Di tengah hiruk pikuk rumah sakit, di tengah kekhawatiran untuk Raya, Ayana kini terombang-ambing dalam badai kebohongan dan pengkhianatan. Rahasia Dimas. Kebohongan Arfan. Dendam Vina. Bisakah dia menghadapi semua ini? Atau apakah ini adalah akhir dari segalanya, termasuk cinta yang baru saja mekar?
Benar2 membingungkan & bikin gw jd malas utk membaca novel ini lg
Jgn membingungkan pembaca yg berminat utk membaca novel ini