NovelToon NovelToon
Ikatan Takdir

Ikatan Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Suami Tak Berguna / Anak Haram Sang Istri
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: si ciprut

Perjalanan hidup Kanaya dari bercerai dengan suaminya.
Lalu ia pergi karena sebuah ancaman, kemudian menikah dengan Rafa yang sudah dianggap adiknya sendiri.
Sosok Angela ternyata mempunyai misi untuk mengambil alih harta kekayaan dari orang tua angkat Kanaya.
Selain itu, ada harta tersembunyi yang diwariskan kepada Kanaya dan juga Nadira, saudara tirinya.
Namun apakah harta yang di maksud itu??
Lalu bagaimana Rafa mempertahankan hubungannya dengan Kanaya?
Dan...
Siapakah ayah dari Alya, putri dari Kanaya, karena Barata bukanlah ayah kandung Alya.

Apakah Kanaya bisa bertemu dengan ayah kandung Alya?

Lika-liku hidup Kanaya sedang diperjuangkan.
Apakah berakhir bahagia?
Ataukah luka?

Ikutilah Novel Ikatan Takdir karya si ciprut

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si ciprut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Saudara?

Pagi itu terasa berbeda—tenang, nyaris rapuh oleh kedamaian.

Kanaya duduk di lantai ruang keluarga, beralas karpet lembut. Di hadapannya, Alya berdiri dengan kaki kecil yang masih gemetar. Tangannya terulur ke depan, seolah dunia di depannya terlalu besar namun terlalu menarik untuk dihindari.

“Pelan-pelan, Sayang,” bisik Kanaya, suaranya penuh kesabaran.

Alya melangkah satu… dua… lalu terhuyung. Kanaya refleks maju setengah langkah, tapi menahan diri. Ia tahu—belajar berjalan juga tentang belajar jatuh.

Di sisi lain ruangan, Rafa berdiri bersandar pada dinding, memperhatikan tanpa banyak kata. Wajahnya tenang, namun matanya lembut. Ia menyimpan dunia yang sedang bergejolak jauh di belakang pintu rumah ini.

“Ayo, Alya,” kata Rafa akhirnya, membuka kedua tangannya. “Ayah di sini.”

Alya tertawa kecil—tawa yang membuat waktu seakan melambat. Ia melangkah lagi. Kali ini lebih yakin. Lalu jatuh ke pelukan Rafa. Tepuk tangan kecil Kanaya menyusul, diiringi senyum yang lama tak ia rasakan setulus itu.

Kanaya memejamkan mata sejenak. Di tengah semua rahasia, ancaman, dan bayang-bayang masa lalu, momen ini terasa seperti hadiah—sebuah jeda yang manusiawi.

“Aku ingin hari-hari seperti ini,” ucap Kanaya pelan, lebih pada dirinya sendiri.

Rafa menatapnya, memahami tanpa perlu penjelasan. “Dan aku akan menjaganya,” jawabnya singkat, tapi penuh makna.

Alya kembali berdiri, mencoba lagi. Kanaya dan Rafa sama-sama merendahkan tubuh, berada di ketinggian yang sama—memberi ruang, bukan paksaan. Alya melangkah, ragu, lalu tertawa.

Di luar, dunia mungkin sedang bersiap dengan kekacauan berikutnya.

Namun di dalam rumah itu, untuk sesaat yang berharga,

yang ada hanya sebuah keluarga kecil—

belajar berjalan bersama,

belajar percaya lagi,

dan memeluk kedamaian yang sederhana namun kuat.

Ketenangan itu datang terlalu rapi.

Kanaya menyadarinya saat Alya tertidur pulas di dadanya, napas kecil itu teratur, hangat. Rumah sunyi, Rafa sedang di dapur, menyiapkan minum. Semuanya tampak baik—namun justru itulah yang membuat dada Kanaya terasa tidak nyaman.

Ia menatap jendela. Tirai bergoyang pelan, padahal tak ada angin.

Firasat itu datang seperti bisikan halus—bukan panik, bukan takut. Lebih seperti peringatan.

Kanaya teringat mimpi tentang seorang perempuan di lorong putih. Teringat nama yang belum pernah ia dengar tapi terasa akrab. Teringat rasa kehilangan yang datang tanpa sebab.

“Kenapa rasanya seperti… tenang sebelum hujan,” gumamnya.

Rafa kembali ke ruang keluarga, membawa dua cangkir. Ia langsung menangkap perubahan di wajah Kanaya.

“Kamu kenapa?” tanyanya lembut.

Kanaya ragu sejenak. Ia tak ingin merusak momen. Tapi ia juga tak bisa mengabaikan perasaan ini.

“Aku tidak tahu,” jawabnya jujur. “Tapi aku merasa… ada sesuatu yang disembunyikan dariku. Bukan olehmu saja. Oleh banyak orang.”

Rafa membeku sepersekian detik—terlalu singkat untuk disadari orang lain, tapi tidak oleh Kanaya.

Ia tahu.

“Kamu aman,” kata Rafa akhirnya, memilih kata-kata dengan hati-hati. “Aku janji.”

Kanaya menatapnya lama. “Aku tahu kamu melindungiku. Tapi kadang… perlindungan terasa seperti dinding. Dan aku berdiri di luar.”

Kata-kata itu menusuk Rafa lebih dalam dari ancaman mana pun.

Kanaya mengusap rambut Alya pelan. “Kalau suatu hari aku harus tahu sesuatu yang menyakitkan… aku ingin mendengarnya darimu. Bukan dari orang lain.”

Rafa menunduk. Ia ingin menjawab sekarang. Ia ingin jujur. Tapi bayangan ICU, Nadira, Angela, dan jaringan gelap itu menahan lidahnya.

“Berikan aku sedikit waktu,” katanya lirih. “Hanya sedikit.”

Kanaya mengangguk, meski hatinya belum tenang.

Saat Rafa berjalan pergi, Kanaya memejamkan mata. Di dalam kepalanya, satu kata terulang—bukan sebagai suara, melainkan perasaan:

Saudara.

Di rumah sakit, di balik pintu ICU yang dijaga ketat, Nadira mengerang pelan, jari-jarinya bergerak. Monitor berdetak sedikit lebih cepat.

Dua perempuan yang terikat darah,

merasakan getaran yang sama—

sebuah firasat bahwa kedamaian ini

hanya sementara.

***

Kanaya mulai mencari jawaban dengan cara paling sederhana—mengingat.

Ia membuka kembali album lama yang tersimpan rapi di lemari. Foto-foto masa kecilnya berbaris tenang: ulang tahun kecil di rumah sederhana, ayah angkatnya yang tersenyum kaku tapi hangat, ibu angkat yang selalu tampak waspada. Tak ada celah. Tak ada wajah asing. Semua terlihat normal.

Terlalu normal.

Kanaya lalu mencoba bertanya, pelan dan hati-hati. Ia menghubungi satu-dua orang yang dulu sering datang ke rumah saat ia kecil—tetangga lama, teman sekolah dasar.

Jawabannya selalu sama.

“Kamu ya Kanaya yang kami kenal dari dulu.”

“Orang tuamu baik. Pendiam, tapi baik.”

“Tidak pernah dengar cerita aneh.”

Seolah semua orang bersepakat untuk tidak tahu.

Ia mencoba menelusuri dokumen lama: akta lahir, rapor, surat pindah sekolah. Semuanya sah. Nama orang tua angkatnya tertera rapi. Tak ada kejanggalan administratif. Jika ini sandiwara, maka sandiwara itu dibangun dengan sangat teliti.

Kanaya duduk di lantai kamar, berkas-berkas berserakan. Dadanya terasa kosong.

“Jadi… dari mana firasat ini datang?” bisiknya.

Ia menyadari satu hal yang menyakitkan:

seluruh masa kecilnya dihabiskan bersama orang tua angkat. Mereka mencintainya dengan cara yang mungkin kaku, tapi nyata. Tak ada celah ingatan tentang siapa pun sebelum mereka.

Jika ada kebenaran lain, ia sudah dikubur sebelum Kanaya cukup besar untuk mengingat.

Ia teringat pesan ayah angkatnya dulu—kalimat yang waktu itu terdengar biasa:

“Tidak semua hal harus kamu tahu sekarang.”

Kalimat itu kini terasa seperti kunci… sekaligus dinding.

Kanaya menghela napas panjang. Pencariannya menemui jalan buntu. Tak ada jejak yang bisa ia ikuti tanpa melukai orang-orang yang telah membesarkannya.

Nihil.

Namun di tengah kekosongan itu, ada satu kesimpulan yang membuatnya menggigil:

Jika semua begitu rapi,

jika semua orang begitu diam,

maka kebenaran yang disembunyikan

pasti terlalu berbahaya untuk diwariskan begitu saja.

Kanaya menutup map-map itu dan menyusunnya kembali. Ia tidak menangis. Ia hanya merasa… siap.

Jika jawaban tidak datang dari masa lalu,

maka ia akan menunggu masa kini yang memaksanya muncul.

Dan tanpa Kanaya tahu,

di ICU 317, seorang perempuan yang terikat darah dengannya

perlahan mulai terbangun—

membawa kunci yang selama ini dicari Kanaya,

bukan di ingatan,

melainkan di takdir.

***

Rafa tahu ia tak bisa menunda lebih lama.

Malam itu, setelah Alya tertidur dan rumah kembali sunyi, Kanaya menghampirinya. Tak ada amarah di wajahnya—hanya keteguhan yang membuat Rafa merasa lebih terpojok daripada ancaman mana pun.

“Aku sudah mencari,” kata Kanaya pelan. “Dan aku tidak menemukan apa-apa. Itu artinya… ada yang sengaja disembunyikan dariku.”

Rafa menghela napas panjang. Ia menarik kursi, duduk berhadapan dengannya.

“Kamu benar,” ujarnya akhirnya. “Dan aku tidak bisa terus berpura-pura.”

Kanaya menatapnya tanpa berkedip.

“Ada seseorang di rumah sakit,” lanjut Rafa, memilih setiap kata dengan hati-hati. “Seorang perempuan. Namanya Nadira.”

Nama itu membuat dada Kanaya bergetar—seperti gema dari mimpi yang berulang.

“Siapa dia?” tanya Kanaya lirih.

“Dia… bagian dari masa lalu yang disembunyikan,” jawab Rafa jujur tapi terbatas. “Dan saat ini, dia dalam kondisi kritis. Karena itu aku melarang siapa pun mendekat, termasuk orang-orang yang berniat buruk.”

Kanaya menelan ludah. “Apa hubungannya denganku?”

Rafa terdiam beberapa detik. Inilah batas yang ia tarik—jujur, tapi tidak sepenuhnya.

“Dia punya keterkaitan keluarga denganmu,” katanya akhirnya. “Bukan hal yang sederhana. Dan bukan sesuatu yang ingin aku sampaikan dengan cara yang salah.”

Kanaya memejamkan mata sejenak. Perempuan di lorong putih itu kembali hadir di benaknya.

“Jadi mimpiku bukan kebetulan,” ucapnya pelan.

“Tidak,” jawab Rafa. “Dan perasaanmu juga tidak salah.”

Kanaya membuka mata. Tatapannya tajam, namun tidak menuntut.

“Kenapa aku baru tahu sekarang?”

“Karena aku takut,” aku Rafa jujur. “Takut kehilangan ketenanganmu. Takut ini menyeret Alya. Dan… takut kamu membenciku karena menahan kebenaran.”

Kejujuran itu membuat suasana melunak.

Kanaya berdiri, berjalan ke jendela. “Aku tidak minta semua jawabannya sekarang,” katanya. “Tapi aku tidak mau lagi hidup dalam kebohongan.”

Rafa bangkit mendekat. “Aku janji. Saat Nadira stabil, saat bahaya mereda… aku akan menceritakan semuanya. Tanpa sisa.”

Kanaya menoleh, menatapnya lama. Lalu mengangguk.

“Baik,” katanya. “Tapi satu hal—kalau perempuan itu bangun… aku ingin menemuinya.”

Rafa menutup mata sejenak. Ia tahu, permintaan itu akan mengubah banyak hal.

“Kalau saat itu tiba,” jawabnya pelan,

“aku akan berada di sisimu.”

Di luar, angin malam berdesir pelan.

Di ICU 317, monitor berbunyi ritmis—lebih stabil dari sebelumnya.

Kebenaran belum sepenuhnya terucap.

Namun dinding yang selama ini memisahkan Kanaya dari hidupnya sendiri

akhirnya mulai retak.

.

.

.

BERSAMBUNG

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
cwrdik juga ya lawanya
kira2 gmn akhir dari kisah ini
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅 : ya ya ya selalu seoerti itu di gantung tanpa harapan 🙈🙈
total 2 replies
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
hisss mumet aq
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
apa sih sebenarnya ini aq kok makin piyeee gono
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
jd angela akan mati kah
hahh jd anak itu anak siapa alya kok bisa kanya sma barata dan kok bisa alya hamil hadeh kepingan puzel yg bener2 rumit tingkat dewa 🤣🤣🤣🤣
Perushaa
makin buat aku bertanya, arahnya kemana
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
lha jd ada flash back nya g kk thor
jawaban dr alya anak dia bukan kira2 kasih flash back nya kapan 🤣🤣🤣
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅 : ohh ttp ada ya
total 2 replies
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
jd barata malah berkorban gtu ka
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦✍️⃞⃟𝑹𝑨💫⃝ˢᶦ𝐂ɪᴘяᴜт: bisa jadi
total 1 replies
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
hadeh mumet bacanya apa sih sebenernya yg bikin rumit 🤣🤣🤣
Perushaa
Cerita ini itu rekomend, bangettttt! Penuh misteri, teka-teki, menengangkan. Serasa kita di ajak untuk bermain menjadi detektif.
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦✍️⃞⃟𝑹𝑨💫⃝ˢᶦ𝐂ɪᴘяᴜт: terimakasih mbak Bening
total 1 replies
Perushaa
makin horor dan penuh tanda tanya
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
hadehhh ini makin lama makin menyinpan misteri aja 🤭
Perushaa
makin horor, makin misteri
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
rumit sekalin
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
hahh ini kek baca kasus lama tp kasus apa ya apakah ininkaitan dengan mafia atau gmn sih
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
angela maju kena mundur kena jadi apa sebenarnya ini kenapa kek blm terurau apa yg di buru nya ish pusing deh 🤣🤣🤣
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅 : ohh gono yo
total 2 replies
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
mumet thor
jane apa.sih iki 🤣🤣🤣
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅 : mumet apa yg di buru sebenarnya sih
total 2 replies
Perushaa
makin rumit, makin misteri
ini cerita gak tembus retensi, keterlaluan si LUN itu gak bantu promosiin 😤😤😤
Perushaa: emang minta di santet dukun jombang si lun
total 3 replies
Perushaa
aduh makin banyak teka-teki. bikin penasarannnn

ini bukan genre konflik etika, tetapi horor/ misteri
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!