Ketika Cadarku Harus Di Lepas

"Zahra aku belum selesai bicara," Tasya menahan tangan Zahra yang tidak membiarkan Zahra untuk pergi.

"Lepaskan tanganku!" tegas Zahra.

"Aku tidak akan membiarkanmu merebut Naldy dariku, sampai kapanpun hal itu tidak akan terjadi. Kau jangan berpikiran jika aku akan membiarkanmu merebut Naldy!" tegas Tasya.

"Lepaskan tanganku!" Zahra melepaskan sendiri tangannya. Tangan itu akhirnya bisa terlepas, tetapi justru tubuhnya tidak seimbang dan membuatnya hampir saja jatuh ke belakang dan untung saja tubuh kekar menahan tubuhnya.

Zahra menoleh ke belakang dan siapa sangka orang tersebut tak lain adalah Naldy.

"Sayang!" Zahra langsung mendekati kekasihnya dan bahkan mendorong Zahra kembali dan untung saja Zahra tidak terjatuh.

"Ada apa ini?" tanya Naldy.

"Sayang, wanita ini benar-benar kurang ajar, sekarang dia secara terang-terangan mengatakan tidak akan melepaskan kamu. Dia ingin menantangku!" tegas Tasya kembali memprovokasi Naldy.

Zahra terlihat begitu sangat muak, dia menyunggingkan senyum, benar-benar kesal, hanya geleng-geleng kepala melihat drama dari sepupunya.

"Sayang, kamu harus benar-benar tegas. Kamu selesaikan sekarang juga urusan kamu dengan wanita ini!" tegas Tasya.

Zahra tidak ingin menghadapi kedua orang tersebut membuatnya langsung berlalu. Tetapi tangannya langsung ditahan dan Zahra kembali berusaha melepaskan cengkeraman tangan dari Tasya.

"Sudah cukup hentikan!" tegas Zahra

"Aku benar-benar sangat muak dengan semua ini," tegas Naldy.

"Aku justru lebih mual melihat kalian berdua. Jangan pernah menggangguku sekalipun. Aku tidak punya urusan dengan kalian berdua," tegas Zahra kembali berlalu.

"Apa yang bisa kau lakukan hah!"

Langkah Zahra terhenti ketika mendengar Naldy berbicara.

"Jangan memancingku Zahra dan kau harus tahu jika Naldy adalah milikku. Dia tidak peduli kepadamu sekalipun kau mengandung anaknya!" tegas Tasya begitu sangat percaya diri membuat cara kembali membalikkan tubuh.

"Lalu apa yang ingin kau lakukan? Kau ingin melanjutkan perselingkuhan dengan suami orang?" tanya Zahra.

"Apa katamu perselingkuhan? Zahra ini bukan perselingkuhan. Aku dan Naldy dua orang yang saling mencintai dan kami tidak pernah berselingkuh dan justru kau yang telah merebutnya dariku!" tegas Tasya.

"Tasya jangan menutup mata. Aku dengan pria yang kau inginkan itu adalah pasangan suami istri, kami menikah secara sah baik dengan agama maupun negara. Kau seharusnya menjadi wanita tahu diri sedikit, aku bukan siapa-siapa dan jika kau masih tetap menjalin hubungan dengan suami orang dan maka dirimu adalah wanita rendahan seorang pelakor!" tegas Zahra.

"Kau mengatakan apa?" kesal Tasya ingin melabrak Zahra. Namun di tahan Naldy.

"Sudah cukup! Jangan membuat keributan di tempat ini!" tegas Naldy.

"Naldy, kamu dengar sendiri apa yang dikatakan wanita ini. Jelas-jelas dia bersalah. Dia menantangku dan aku tidak terima!" tegas Tasya.

"Aku harus menyelesaikan wanita ini!" Tasya benar-benar mengamuk ingin memberi pelajaran kepada Zahra, tetapi Naldy terus menghentikannya.

"Sudahlah aku bilang hentikan!" tegas Naldy.

"Sayang kamu membela wanita ini. Sudah jelas-jelas dia yang bersalah!" tegas Tasya mencari pembelaan dari Naldy.

"Sudahlah hentikan semuanya!" tegas Naldy.

"Zahra kamu sekarang masuk dan jangan ikut-ikutan mencari masalah," tegas Naldy.

"Aku tidak pernah mencari masalah dengan kalian berdua dan justru kalian yang mencari masalah!" tegas Zahra langsung pergi.

"Hey, aku belum selesai bicara denganmu, hey!" Tasya bahkan ingin kembali mengejar Zahra dan di cegat Naldy.

"Tasya aku bilang hentikan! ini rumah Sakit bendungan kamu berteriak-teriak tidak jelas seperti itu sama saja kamu juga mempermalukan diriku!" tegas Naldy.

"Wanita itu menyombongkan dirinya dan sengaja mencari gara-gara denganku. Naldy kamu seharusnya berpihak padanya dan jangan mentang-mentang dia mengandung dan kamu tidak melanjutkan pernikahan kita!" tegas Tasya.

"Aku memang tidak bisa melanjutkan pernikahan kita!" tegas Naldy.

"Kamu mengatakan apa?" tanya Tasya benar-benar kaget dan memastikan kepada calon suaminya itu.

"Ini bukan waktunya untuk membahas semua ini. Kamu harus mengerti saat ini posisiku seperti apa. Ini tidak mudah bagiku dan terlebih lagi Zahra sedang mengandung dan yang aku hadapi adalah kedua orang tuaku dan keluarga besarku. Karirku di rumah sakit dan kamu tahu sendiri Zahra adalah orang yang nekat. Kamu bisa lihat sendiri bagaimana dia melaporkan ke polisi atas apa yang terjadi waktu itu!" tegas Naldy.

"Jadi kamu takut kepada Zahra? Kamu hanya takut kepadanya dan hanya peduli kepadanya, kamu memikirkan karir kamu dan sementara aku...."

"Tasya, aku benar-benar tidak ingin kita membahas hal ini lagi. Kamu mengatakan aku memikirkan karirku dan bagaimana dengan kamu. Jika kamu peduli dengan pernikahan kita maka kamu tidak akan mengundur pernikahan kita, kamu akan hadir di pernikahan kita!" tegas Naldy.

"Naldy aku sudah meminta maaf kepada kamu dan bahkan sampai memohon. Kamu sudah berjanji tidak akan mengungkit itu lagi dan kita akan membuka lembaran baru dengan pernikahan kita, tetapi....."

"Semua sudah seperti ini!" tegas Naldy kembali memotong kalimat itu.

"Aku mohon untuk memberiku waktu dan jangan membuat kekacauan. Aku masih ada pekerjaan!" tegas Naldy berlalu dari hadapan Tasya.

"Naldy aku belum selesai bicara, kamu tidak seharusnya mengabaikanku dan harus bisa mengambil sikap. Naldy hanya aku wanita yang paling mencintai kamu. Naldy kamu tidak bisa meninggalkanku begitu saja!" Tasya terus-menerus memanggil kekasihnya yang diabaikan Naldy.

"Sial!" umpat Tasya.

"Aku tidak akan pernah membiarkan wanita itu berhasil merebut Naldy dariku. Jika anak itu menjadi alasan Naldy untuk tidak melanjutkan pernikahan kami dan tidak ingin menceraikan wanita itu. Maka, aku tidak akan tinggal diam dan akan menyingkirkan anak itu. Aku akan menyingkirkan siapapun yang telah berani mengacaukan hidupku," batin Tasya dengan penuh dendam.

****

Zahra baru saja berhadapan dengan Tasya membuatnya tampak begitu lelah dengan nafas naik turun.

"Ya Allah, aku lama-lama juga bisa kehilangan bayiku jika menghadapinya terus-menerus dengan emosi seperti itu, bagaimana tidak emosi setiap perkataan yang keluar dari mulutnya membuatku muak, aku bisa saja mengakhiri pernikahan ini dan merawat bayiku sendirian, tetapi mereka sudah menghancurkan hidupku dan tidak mungkin aku biarkan seperti itu," batin Zahra kembali menarik nafas panjang dan membuang perlahan ke depan.

******

Zahra berada di sofa di ruang tamu bersama dengan Mila.

"Kamu harus rajin makan buah-buahan agar kondisi kandungan kamu baik-baik saja. Jika membutuhkan sesuatu kamu jangan sungkan-sungkan memberitahu Mama," Mila ternyata baru saja belanja dari supermarket membelikan banyak sekali buah-buahan untuk Zahra.

"Zahra, sewaktu Mama mengandung Naldy. Mama selalu memberikan asupan yang sehat kepadanya, gigi yang cukup dan mama juga sangat suka makan buah-buahan, kamu lihatlah sekarang dia tumbuh dengan tampan, dan juga pintar," ucap Mila memamerkan bagaimana bibitnya berhasil dia kembangkan.

Hal itu bersamaan dengan Naldy baru saja tiba.

"Apa gunanya tampan dan pintar jika tidak memiliki akhlak," celetuk Zahra, mampu membuat langkah Naldy terhenti dan tatapan matanya langsung tertuju pada istrinya yang telah berani menyindirnya.

"Kamu mengatakan bahwa Naldy tidak memiliki akhlak dan itu artinya kamu telah meragukan kami sebagai orang tuanya yang telah memberikan pendidikan kepadanya," ucap Mila sebagai seorang ibu juga pasti kesal.

"Tidak!"

"Mama dan Papa mungkin sudah mendidiknya dengan baik dan hanya saja dia tidak bisa menjalankan amanah dalam bidikannya itu," jawab Cilla berterus terang.

Bersambung.....