NovelToon NovelToon
Bintangku 2

Bintangku 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Kisah cinta masa kecil / Cintapertama / Keluarga / Cintamanis
Popularitas:182
Nilai: 5
Nama Author: Sabana01

sambungan season 1,
Bintang kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan kuliahnya, tiba-tiba omanya berubah. ia menentang hubungannya dengan Bio

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cemburu yang Dipendam Bio

Bio duduk sendirian di bangku kayu depan kedai kopinya yang sudah tutup. Lampu jalan menyala kekuningan, memantulkan bayangan tubuhnya yang terlihat lebih kurus dari biasanya. Jam di ponselnya menunjukkan hampir pukul sepuluh malam, tapi ia belum juga beranjak pulang.

Pesan terakhir dari Bintang masuk dua jam lalu.

Maaf, aku masih di kantor Oma. Banyak yang harus dibahas. Jangan tunggu ya.

Bio membalas cepat waktu itu.

Iya. Hati-hati pulangnya.

Satu kalimat pendek. Terlalu pendek untuk perasaan yang sebenarnya ingin ia sampaikan.

Ia menyandarkan kepala ke tiang kayu, menatap langit malam yang tampak kosong. Ada rasa sesak yang tak mau pergi sejak sore tadi—sejak nama itu lagi-lagi muncul dari mulut Bintang.

Satya.

Bukan pertama kali Bio mendengar nama itu. Tapi entah kenapa, malam ini terasa berbeda. Mungkin karena cara Bintang mengucapkannya—terlalu ringan, terlalu biasa.

“Satya bantuin aku presentasi tadi.”

“Satya ngerti banget sistemnya, dia juga dulu ambil konsentrasi yang sama.”

“Kalau Satya di sini, kerjaan rasanya lebih cepat.”

Tidak ada yang salah dari kalimat-kalimat itu. Bio tahu itu. Secara logika, ia paham.

Tapi perasaan jarang mau diajak berdamai dengan logika.

Bio bangkit, mengunci pintu kedai, lalu berjalan menuju motornya. Malam terasa lebih dingin dari biasanya. Ia memutuskan mampir ke rumah Oma Rosmawati—bukan untuk masuk, hanya memastikan Bintang sudah pulang dengan aman.

Ia berhenti di seberang gerbang besar rumah itu. Lampu teras masih menyala. Mobil Oma terparkir rapi. Artinya, Bintang masih di dalam.

Bio tidak turun dari motor. Ia hanya duduk diam, menunggu beberapa menit. Seperti orang bodoh, katanya dalam hati. Tapi kakinya tetap di sana.

Beberapa menit kemudian, pintu utama terbuka.

Bintang keluar bersama Oma.

Bintang mengenakan blazer kerja yang tadi sore ia pakai, rambutnya diikat rendah. Wajahnya tampak lelah, tapi tetap cantik dengan caranya sendiri. Bio refleks tersenyum, meski senyum itu tak terlihat dari jarak ini.

Lalu seseorang menyusul dari belakang.

Satya.

Bio menegang.

Pemuda itu berjalan santai, membawa map, berbicara sesuatu yang membuat Bintang tertawa kecil. Bukan tawa besar—hanya senyum ringan—tapi cukup untuk membuat dada Bio terasa ditekan.

Ia melihat Satya menunduk sedikit, seperti mengatakan sesuatu yang serius. Bintang mengangguk. Oma berdiri tak jauh, mengamati mereka dengan wajah yang sulit ditebak.

Bio memalingkan wajah.

Ia tidak berhak cemburu, bukan?

Bintang tidak melakukan apa-apa. Satya hanya rekan kerja. Ia sendiri yang memilih diam, memilih mundur selangkah agar tidak terlihat posesif.

Tapi diam ternyata tidak membuat perasaan hilang.

Bio menyalakan motor dan pergi sebelum mereka menyadarinya. Ia tidak ingin Bintang melihatnya dalam keadaan seperti ini—datang tanpa alasan, pergi tanpa penjelasan.

Malam itu, Bintang pulang ke rumah Oma dengan tubuh yang terasa berat. Pekerjaan menumpuk, tekanan Oma belum mereda, dan pikirannya lelah.

Saat masuk kamar, ia meletakkan tas kerja, lalu duduk di tepi ranjang. Tangannya meraih ponsel tanpa sadar.

Tidak ada pesan baru dari Bio.

Ia menatap layar itu lama.

Biasanya, Bio akan mengirim pesan lagi. Sekadar memastikan ia sudah sampai rumah. Tapi malam ini tidak.

Bintang menggigit bibir.

Apa dia capek?

Atau… aku kebanyakan cerita soal Satya?

Ia menghela napas dan mengetik pesan lebih dulu.

Aku sudah sampai rumah. Maaf pulangnya malam.

Pesan terkirim. Tidak langsung dibalas.

Bintang bersandar ke bantal, menatap langit-langit kamar. Ada perasaan asing yang mengganggu—bukan karena Satya, tapi karena jarak kecil yang tiba-tiba terasa di antara dirinya dan Bio.

Di kamar kontrakannya, Bio duduk di tepi kasur dengan ponsel di tangan. Pesan Bintang masuk saat ia sedang menatap lantai.

Ia membacanya.

Aku sudah sampai rumah. Maaf pulangnya malam.

Bio mengetik balasan.

Iya. Istirahat yang cukup. Jangan dipikirin kerjaan terus.

Ia mengirimnya, lalu meletakkan ponsel ke samping.

Kalimat lain sebenarnya ingin ia tulis.

Tentang rasa takutnya.

Tentang cemburunya.

Tentang perasaan tertinggal yang diam-diam tumbuh.

Tapi semua itu ia telan sendiri.

Karena Bio takut—kalau ia bicara, Bintang akan mengira ia tidak percaya.

Padahal justru sebaliknya.

Ia terlalu percaya, sampai lupa bagaimana caranya menjaga hatinya sendiri.

Bio berbaring, menatap langit-langit kamar yang kosong. Tidak ada suara lain selain kipas angin tua yang berputar pelan.

Dalam gelap, ia berjanji pada dirinya sendiri satu hal:

Ia tidak akan menyerah.

Tidak pada Bintang.

Tidak pada rasa cemburu ini.

Tapi malam itu, untuk pertama kalinya sejak lama, Bio tertidur dengan rasa takut yang tak sempat ia ucapkan.

Takut suatu hari nanti—

Bintang akan berjalan terlalu jauh,

dan ia hanya berdiri di tempat yang sama.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!