Saat kamu menemukan seseorang yang sangat amat kamu cintai, lebih dari sahabat, namun dia malah meninggalkanmu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sampai Kapan?
"Sampai kapan kamu mau seperti ini, Hana?"
Manik gadis itu tertuju pada pria yg sedang sibuk mengangkat telfon di ruang tengah. Bahkan suara beratnya lebih mendominasi dari suara televisi yg entah sudah sejak kapan bervolume kecil.
Pekerjaan. Haruto hanya membahas perkejaannya di telfon. Hana? Gadis itu melangkah pelan, duduk di sofa dengan tenang walau dia tau bahwa suaminya itu seperti sedang ada masalah dengan kantor. Raut wajah kesal yg pertama kali Hana saksikan secara nyata. Dia juga bisa memarahi bawahannya?
Ah, dia terlihat keras kepala saat nada bicaranya dinaikan.
"Sudah, saya tidak mau tau! Kamu harus selesaikan itu tanpa bantuan siapapun, besok!"
Hana mendongak, Haruto kali ini menghela napas sebelum sadar kehadiran Hana di dekatnya.
"Belom kelar?" Kali ini Hana menatap laptop Haruto yg menyala di atas meja ruang tengah.
"Udah, kenapa?" Namun selang beberapa saat Haruto menutup laptop itu dan duduk disebelah Hana.
"Cuma tanya"
"Huh?"
Hana melirik.
"Ada apa?" Suara berat Haruto membuatnya terkekeh.
"Jangan serem serem ah!"
"Kok serem sih?"
"Lo habis makan apa?"
Haruto mengerenyit.
"Ada coklat di bibir lo"
Bukannya membersihkan noda itu, Haruto justru tersenyum menatap Hana. Membuatnya kebingungan dengan sikap yg baru saja suaminya utarakan.
"Ngga usah aneh deh"
"Lagian elo yg aneh"
"Kok gue?"
Haruto mengusap bibirnya lantas kembali membuka laptop itu. Dia memilih mengabaikan Hana karena ketidakjelasannya yg tiba tiba. Sementara Hana malah menaikkan volume televisi dan mencari channel drama.
"Gue sibuk, mending lo nonton di kamar gue"
"Ah! Ngga asik lo, lagian ini kan tempat persemayaman gue. Biasanya elo yg kerja di kamar, kenapa mendadak disini?!" Kesalnya.
"Ini rumah gue" Haruto melirik.
"Rumah lo rumah gue juga!"
Haruto menghela napas.
"Lagian lo bilang udah kelar, terus itu ngapain lagi?" Kepo Hana, gadis itu mendekat. Mensejajarkan wajahnya dengan Haruto untuk meghadap monitor.
"Gue pernah baca proyek kaya gini,"
"Iya?"
"Iya, tapi gue rada ngga paham sama bagian ini"
"Gampang, lo cuma butuh cari datanya di google"
"Huh? Gue kira kita analisis sendiri"
Haruto tergelak, tangannya mengusap puncak kepala Hana.
"Loh? Kan gue ngga tau, kenapa lo ketawa?"
"Iya lo ngga tau, jadi gue kasih tau"
Mereka hanya saling diam. Lebih tepatnya Hana memperhatikan Haruto yg melanjutkan pekerjaan yg katanya sudah selesai itu.
"Kemarin gue ke rumah bunda"
"Iya, kan lo udah bilang kemarin malem"
"Iya"
"Kenapa? Bunda ada bilang sesuatu?"
"Ada"
"Apa?"
"Dia minta cucu"
Haruto yg sembari tadi fokus kali ini menatap kaku ke arah Hana. Gadis polos yg bermain dengan kedia jarinya di atas lutut.
"Em, gue,"
"Gue ambil rokok dulu"
Hana mendongak saat Haruto beranjak dari duduknya "sejak kapan lo ngerokok?" Bingungnya.
"Haruto?!"
Pria itu mengusap rambutnya dengan kasar. Apa yg baru saja dia dengar ini wajar? Bahkan kata kata Hana barusan terus terulang di pikirannya. Berbeda dengan ucapan orang orang lain.
"To? Lo ngga bener bener ngerokok kan?"
Haruto berbalik. Hana yg baru saja muncul membuatnya tiba tiba kaku, seakan baru saja di sihir.
"Sejak kapan?"
"..."
"Haruto!"
Haruto tersadar dari lamunannya. Lagi pula untuk apa Hana tau tentang fakta dirinya yg ini? Oh, Haruto belum bilang jika dia adalah perokok yg aktif setelah berkuliah di Belanda?
Pria itu sudah lama sekali ingin menghentikan kecaanduannya terhadap rokok. Dia berharap setelah menikah hal itu jadi menjauhinya. Tapi sayangnya, harapan Haruto sirna begitu saja. Dia bahkan dua kali lebih sering mengonsumsi nikotin itu. Tentu dalam jarak dan waktu yg tidak ada Hana.
Haruto hanya tidak ingin Hana berpikir dia anak nakal.
"Lo ngga mau jawab gue? Lo malah ngapain sih bengong gitu?"
"Ah, enggak"
"Huh?"
"Gue cuma ngarang"
"Ngga mungkin, barusan lo tuh keceplosan bukan kaya orang mikir! Jadi gue tau kalo itu bener"
"Sok tau banget" Haruto beranjak. Dia ingin terbebas dari kukungan Hana. Tapi justru, Hana menarik lengan Haruto sedikit keras.
"Gue udah buka hati buat lo, dan ini balesan lo?"
Haruto menunduk, lantas menghela napas panjang.
"Oke, kita bahas. Tapi jangan berdiri gini dong, gue capek"
Hana mendegus kesal. Bagaimana bisa dia menyela situasi menegangkan seperti ini?
...***...
Haruto membopong tubuh Hana ke kamar. Lebih tepatnya kamar Hana, karena dia masih ragu apa Hana sudah ingin tidur dengannya atau belum. Jadi pria itu ambil aman saja.
Setelah menjelaskan panjang lebar seputar rokok dan kehidupan barunya di Belanda. Hana ketiduran.
Ah, rasanya damai sekali menatap Hana tidur. Bedanya kali ini Haruto menatapnya dari dekat. Pria itu mengusap pipi Hana dengan lembut. Sesekali membenarkan poninya yg sedikit berantakan.
"Capek ya?"
"Iya" suara serak Hana membuat Haruto terkejut. Tapi justru pria itu terkekeh dengan tingkah lakunya sendiri.
"Ya udah, tidur lagi"
"Tapi kayanya lo lebih capek" Hana membuka matanya.
"Iya, gue juga mau tidur"
Hana menepuk sisi ranjangnya. Membuat Haruto mengerenyit.
"Sini"
Pria itu berbaring disisi ranjang, walau ragu sebenarnga Haruto sangat gugup. Meski bukan kali pertamanya tidur satu ranjang dengan Hana. Tapi saat ini tidak ada keterpaksaan satu sama lain, sama seperti kala mereka di Jepang.
Hana mendekat, merangkulkan tangannya pada perut Haruto, juga menyandarkan kepalanya pada dada bidang Haruto. Manik gadis itu terpejam, sebenarnya dia juga gugup tapi setelah mendengar detak jantung Haruto. Hana tersenyum dibalik tidurnya.