Rose dijual.
Bukan dalam arti harfiah, tapi begitulah rasanya ketika ayahnya menyerahkannya begitu saja pada pria terkaya di kota kecil mereka. Tuan Lucas Morreti, pria misterius dengan gelar mengerikan, suami dari seratus wanita.
Demi menutup hutang dan skandal, sang ayah menyerahkan Rose tanpa tanya, tanpa suara.
Ia dijemput paksa, dibawa ke rumah besar layaknya istana. Tapi Rose bukan gadis penurut. Ia arogan, keras kepala, dan terlalu berani untuk sekadar diam. Diam-diam, ia menyusup ke area terlarang demi melihat rupa suami yang katanya haus wanita itu.
Namun bukan pria tua buncit yang ia temui, melainkan sosok tampan dengan mata dingin yang tak bisa ditebak. Yang lebih aneh lagi, Tuan Morreti tak pernah menemuinya. Tak menyentuhnya. Bahkan tak menganggapnya ada.
Yang datang hanya sepucuk surat:
"Apakah Anda ingin diceraikan hari ini, Nona Ros?"
Apa sebenarnya motif pria ini, menikahi seratus satu wanita hanya untuk menceraikan mereka satu per satu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GazBiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini bukan tempatku
Lucas dan Rose sampai di Aula. Mata Rose membelalak melihat kemewahan yang indah itu, dinding-dindingnya dipenuhi ukiran mewah, lampu kristal menjuntai rendah, menebarkan cahaya hangat yang membuat setiap sudut tampak seperti surga kekayaan.
Musik lembut mengalun, suara tawa dan dentingan gelas bercampur dalam pesta besar itu. Semua orang sibuk menyapa, semua orang ingin dekat dengan penguasa menara, Lucas Morreti.
Nicolas sudah lebih dulu masuk, disambut dengan ramah oleh para tamu. Senyum dan jabat tangannya seolah bagian dari permainan politik yang sudah ia kuasai sejak lama.
Rose berjalan di belakang Lucas. Gaunnya, meski sederhana dibanding wanita-wanita lain, tetap membuatnya tampak seperti bunga segar yang terselip di antara hutan emas.
Tapi langkahnya berhenti mendadak. Dadanya berdebar, matanya menyapu keramaian. Semua terlihat terlalu besar, terlalu jauh dari dunianya.” Ini bukan tempatku. Aku tidak pantas berada di sini,” gumamnya.
Lucas merasakan kejanggalan di belakangnya. Ia menoleh, menemukan Rose berdiri kaku. Tanpa banyak bicara, ia kembali melangkah ke arahnya, lalu tiba-tiba menarik lengan Rose dengan tegas. Tubuh gadis itu hampir terhuyung.
“Gandeng tanganku,” bisik Lucas rendah, nyaris seperti perintah, tapi tak bisa disangkal ada nada yang mengikat lebih kuat dari sekadar suara. “Seperti pasangan lain.”
Rose terbelalak. Matanya membulat, mulutnya sedikit terbuka. Tangannya refleks ingin menolak, tapi jantungnya sudah tak karuan. Seperti mimpi. Ia pernah begitu ingin menyentuh pria itu, pria yang baginya terlalu jauh, terlalu tinggi untuk diraih. Dan sekarang, justru Lucas sendiri yang meminta.
Rose menelan ludah. Ia menggenggam pelan jemari Lucas, ragu, gemetar. Namun saat genggaman itu terkunci, senyum tipis hampir lolos dari bibirnya. Dadanya meledak dengan rasa girang yang nyaris tak tertahan.
Lucas tetap berwajah datar, bahkan sedikit dingin. Tapi langkah mereka berubah. Beriringan. Serasi. Dari kejauhan, banyak mata menoleh. Banyak bisik-bisik muncul. Aura mereka… pasangan itu tampak berwibawa sekaligus menawan.
Sora, tangan kanan Lucas, segera menyambut bos besar itu. Ia menunduk hormat, senyum ramah di wajahnya. Namun begitu matanya jatuh pada Rose, gadis asing yang bergandengan dengan Lucas, senyum itu meredup. Ada kecewa yang ia sembunyikan. Ada tanya yang berputar di kepalanya. “Siapa wanita ini? Mengapa ia berjalan di samping tuan Lucas seolah-olah…dia miliknya?”
Musik pesta makin riuh, gelas-gelas beradu, tawa para tamu membahana. Di tengah keramaian itu, seorang wanita bergaun terbuka merah menyala, melangkah dengan anggun mendekati Lucas. Senyum genitnya tajam seperti mata pisau, matanya penuh keberanian menatap pria yang menjadi pusat perhatian malam itu.
“Lucas Morreti,” sapa nya. Suaranya meluncur manis, nyaris berbisik. Ia menyentuh lengan jas Lucas seolah sudah mengenalnya lama. “Kau tak pernah berubah. Masih… mempesona.”
Rose melihat semuanya. Ia berdiri di sisi Lucas, wajahnya tetap tenang, seolah-olah tidak terganggu. Ia bahkan sempat menyesap minuman di tangannya dengan santai, padahal di dalam d4danya ada sesuatu yang mendidih. Api kecil cemburu itu membakar tanpa suara.
Lucas melirik sekilas. Ia menunggu reaksi Rose, mungkin sekadar perubahan raut wajah, atau mungkin hanya sedikit kerutan cemburu di keningnya. Tapi gadis itu tetap diam. Senyum tipisnya bahkan masih terjaga, seakan dunia sedang baik-baik saja.
Sesuatupun menusuk hati Lucas. Dingin. Kosong. Kecewa. “Jadi begini?” pikirnya. “Dia tidak peduli. Tidak ada rasa cemburu. Ternyata aku hanya bertepuk sebelah tangan,” hatinya terus berceloteh, sambil sesekali melirik wajah Rose.
Lucas bahkan menahan tawa hambar di dalam d4danya. Ia menegakkan bahu, menatap wanita bergaun merah itu tanpa emosi. Tangannya tetap menggenggam tangan Rose, erat, meski tahu tak ada arti baginya.
“Toh dia sudah menjadi istriku,” batinnya getir. “Mau cinta atau tidak, apa bedanya? Cepat atau lambat, ia juga akan pergi… seperti istri-istriku yang lain.” Gerundel hati Lucas, ia benar-benar tidak bisa pokus karena rasa kesal.
Rose menoleh sebentar, matanya sekilas memandangi genggaman tangan mereka. Ada rasa perih yang ia sembunyikan. Ia ingin sekali berkata, “Aku cemburu, aku peduli.” Tapi ia terlalu keras kepala untuk mengakuinya. Terlalu takut membuka hati pada lelaki dingin itu.
Dan pesta tetap berputar. Lampu kristal berkilauan. Dua hati itu berdiri berdampingan, dekat tapi sama-sama merasa jauh.
Untuk memulai acara, nama Lucas pun di panggil ke podium. Sambutan darinya sangat berarti dan ditunggu. Tepuk tangan bergema, Lucas tersenyum lebar dengan penuh wibawa. Sebelum melangkah, ia membungkukan tubuhnya, “Aku segera Kembali, tunggu disini!” bisiknya begitu dekat, hingga napasnya terasa hangat di kuping Rose.
Pegangan tangan itu lepas, Rose menatap tubuh belakang Lucas, tiba-tiba teras perih seolah melepasnya pergi jauh. “Jangan takut, dia tidak akan pergi. Dia suamiku,” gumam Rose pada dirinya. Mata bulatnya berkaca-kaca.
Dari kejauhan, Wanita dengan gaun merah terlihat berjalan keluar. Rose segera mengejarnya, ia ingin memberinya Pelajaran, karena telah genit pada suami orang.
Ternyata ia memasuki toilet.
Rosepun segera masuk, benar saja. Wanita genit itu sedang Merapikan lipsticknya di depan cermin. Rose berpura-pura mencuci tangan. Tiba-tiba Wanita itu mendekat, menyapa Rose dengan senyum tipis penuh sindiran.
“Hai… Kalo tidak salah lihat, kau datang bersama tuan Lucas Morreti?” tanyanya, menatap angkuh.
Rose berbalik, membalas tatapan angkuh itu. “Apa kau tidak lihat, gaun ini senada dengan dasinya, dia sendiri yang memilihkannya untukku,” sahut Rose penuh percaya diri.
Wanita itupun terkikik seolah jawaban Rose lucu. Rose mengangkat dagu, melempar tatapan tidak suka.
“Ups maaf nona… tapi kau tidak terlihat seperti orang kaya. Ngomong-ngomong apa nama perusahaanmu? Siapa tahu aku bisa membeli semua sahamnya…” ujar Wanita ini, suaranya sengaja dibuat lantang agar beberapa orang di dekatnya mendengar.
Rose membeku, harga dirinya serasa di injak-injak.
“Saranku! Cari saja pria yang setara. Tuan Lucas Morreti itu incaranku, asal kau tahu saja acara yang saat ini di gelar, itu acara kerja sama Perusahaan kami. Dan ini caraku, aku nikahi dulu perushaanya, lalu setelah itu pemiliknya. Siap-siap kalah ya…!” ejek Wanita itu.
Jelas saja darah Rose semakin mendidih.
Plak!
Tangan lentik itu dengan ringan menampar Wanita bergaun merah, hingga menjerit kesakitan.
“Kau berani menamparku!” bentak nya. Dengan wajah panas, ia mengangkat tangan hendak menampar Rose, memberi balasan.
Namun sebelum sempat, Rose lebih dulu menangkap pergelangan tangannya. Dengan satu gerakan tegas, Rose membalikkan posisi dan menahan tubuh wanita itu ke dinding marmer kamar mandi.
Bugh!
Pukulan Rose mendarat tepat di wajahnya. Da4ah langsung mengucur dari hidung si wanita.
“AAHH!” jeritnya menggema, membuat para tamu lain yang kebetulan ada di kamar mandi berteriak kaget.
**
Bersambung!