Alan Andrew adalah generasi kesepuluh pria dari keluarga Andrew, pewaris tahta kejayaan dalam bisnis otomotif kelas dunia. Ia sempurna di mata banyak wanita; tampan, cerdas, kaya, dan berwibawa. Sosok yang merupakan definisi dari pria idaman. Namun, di balik pesonanya, Alan menyimpan hasrat yang bertolak belakang dengan nilai-nilai ketimuran: ia mencintai tanpa komitmen, menganggap hubungan tak harus diikat dengan pernikahan. Baginya, wanita hanyalah pelengkap sementara dalam hidup, bisa datang dan pergi sesuka hati.
Namun segalanya berubah ketika ia bertemu Maya Puspita, gadis manis dari Jawa Tengah yang datang dari keluarga sederhana namun menjunjung tinggi moral dan etika. Takdir menempatkan Maya bekerja di perusahaan Alan.
Alan sudah menjadikan Maya sebagai ‘koleksi’ berikutnya. Tapi tanpa ia sadari, Maya menjeratnya dalam dilema yang tak pernah ia bayangkan. Sebab kali ini, Alan bukan sekedar bermain rasa. Ia terjebak dalam badai yang diciptakannya sendiri.
Akankah Maya mampu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Mai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HTA25
Langkah Key terdengar tegas, ia mengeluarkan ponselnya.
"Jacob, segera selesaikan administrasi rumah sakit orang tua Maya. Sekarang juga!"
"Baik, Nona!" jawab Jacob cepat.
Maya yang duduk di sofa hanya menghela napas. Wajahnya tampak lelah, matanya berkaca-kaca.
“Kalau lelah ya istirahat. Kalau sedih tinggal menangis. Hidup sesimpel itu, kan May, jangan melow mulu, ah?” seolah-olah ia sedang menegur dirinya, menguatkan batinnya, sambil mulai merebahkan tubuh di sofa yang empuk dan lembut, meski dirinya ingin sekali lari dari kenyataan.
“Kalau begitu, tak perlu ada cinta lagi. Cukup nafsu saja. Selama ini aku terlalu percaya diri dengan topeng cinta Alan...merasa benar-benar memiliki Alan…” lanjut Maya dengan suara makin pelan. Matanya mulai sayu, kantuk menyerang akibat efek obat dokter yang masih dikonsumsinya.
Hembusan angin semilir dari balkon menambah rasa nyaman. Tanpa terasa, Maya pun tertidur pulas.
Waktu terus berlalu.
Tiba-tiba, Maya merasa ada yang memencet hidungnya pelan. Ia membuka mata perlahan, dan wajah Alan memenuhi pandangannya.
“Su... sudah jam berapa ini? Kau sudah pulang?” tanya Maya gugup, setengah terkejut, ia buru-buru memperbaiki posisi tidurnya dan segera duduk.
Alan berjongkok dihadapan Maya, tatapannya lembut. Key dan Jacob juga sudah berada disana.
"Kau tampaknya masih lelah. Biar kubawa ke kamar," ujar Alan lembut bersiap ingin mengangkat Maya.
"Tidak perlu Alan! Aku sudah cukup istirahat. Sekarang, kapan kita menikah? Mari selesaikan kontrak ini!" jawab Maya tegas.
Alan tersenyum.
"Sepertinya kau sudah tidak sabar, kau sedang merindukan belaianku ya!" bisik Alan berbicara di telinga Maya.
"Kepala Embah mu, justru aku muak dan ingin segera mengakhirinya!" gumam kesal Maya. Memaksa diri tersenyum.
Alan mengelus-ngelus pipi Maya dengan tatapan dingin mematikan.
Melihat kehadiran Key dan Jacob. Maya menghentikan sentuhan Alan.
"Mari kita bicarakan, ayo! Aku sangat bersemangat, hehehe!" tanya Maya dengan gaya centilnya.
Key menaikkan satu Alisnya, terlukis rasa penasarannya kepada Maya.
Mereka duduk bersama. Suasana ruangan sejenak hening.
"Baca dulu sebelum tanda tangan," Key menyodorkan lembaran keuntungan besar yang akan ia dapatkan sebagai istri Alan.
Maya membaca sekilas,
"Level kedua, pernikahan sah secara hukum, namun dirahasiakan"
Maya menyodorkannya kembali.
“Aku mau yang level tiga saja, pernikahan siri dan sangat tersembunyi.”
Alan langsung menyipitkan mata, terkejut dengan permintaan Maya, Key dan Jacob pun menoleh bersamaan.
“Kau mau level tiga?” tanya Alan memastikan.
“Ya. Biar cepat, tepat dan simpel!” ucap centil Maya memainkan satu matanya untuk Alan.
“Mirip ojek online dong,” celetuk Alan dengan senyum sombong nya.
“Nah, pintar kamu Alan! I love you,” ucap Maya sambil tertawa kecil, seketika kepala Alan, Key dan Jacob dipenuhi tanda tanya.
“Ayo, Jacob, ubah kontraknya!” kata Maya justru menjadi pengatur di obrolan mereka.
Alan terdiam. Sepertinya ia kehabisan kosa kata atau bertemu dengan kartu mati.
“Kau bisa dapat level istimewa. Kenapa malah pilih yang paling dasar?” tanya penasaran Alan menaikkan satu alis tebalnya.
“Aku tidak ingin lama-lama menjadi istrimu. Cintaku, Alan. Ini kan pernikahan investasi yang sama-sama saling diuntungkan. Jadi, kapanpun kau bosan, atau kau tiba-tiba jatuh cinta dengan wanita lain, kau bisa menceraikan aku dengan mudah dan cepat. Anggap saja aku hanya menyediakan kenyamanan sementara untukmu. Dan mari rahasiakan semuanya tentang pernikahan ini, sebagai bentuk kenyamanan buat kita,” ucap Maya sambil tersenyum manis.
Alan terdiam kaku, seolah ada duri tajam yang tersangkut di tenggorokannya. Wajahnya mengeras, alisnya bertaut rapat. Kata-kata tak mampu keluar dari mulutnya. Ia ingin marah, sangat marah, namun tak menemukan alasan yang cukup untuk meluapkan amarah itu. Betapa ironis, selama ini mantan kekasihnya memohon, bahkan mengemis-ngemis menjadi istri sah Alan demi status terhormat. Tapi Maya... justru memilih posisi yang paling rendah, yang bahkan tak layak disebut sebagai istri.
Dalam hati, Key bergumam sinis.
“Apa maksud anak ini? Cari perhatian? Gaya tinggi tapi minta bagian kecil? Bodoh atau sedang main strategi? Semoga Alan cuma tahan dua bulan bersamanya.”
Jacob menyela pelan,
“Tapi Nona, kalau menikah secara siri, bagian anda sangat sedikit hanya sepuluh persen dari harta untuk istri sah Tuan Alan.”
“Itu juga sudah bagus Jacob..Orang kecil seperti aku, bagian segitu sudah sangat istimewa!" angguk Maya ringan dan bahagia.
“Kalau begitu sangat cocok!" Key menyeka cepat kata-kata Maya.
"Jacob, cetak berkas yang baru!” perintah Key dengan senyuman sinis nya lalu menatap Maya dengan tatapan mengejek.
"Pernikahan level tiga lah yang memang pantas untukmu!" gumam Key.
Maya tersenyum kecil sambil bergumam juga dalam hatinya;
“Kau pikir adikmu itu segalanya bagiku? Meski semua orang memujanya, di mataku dia hanya pria manja dan tantrum.”
Alan menatap Maya dalam diam. Matanya tajam. Tatapan penuh teka-teki. Mirip Psikopat? Ia pun juga bergumam dalam hatinya;
“Apa yang sebenarnya ada di pikirannya?”
"Bukankah selama ini ia sangat memimpikan pernikahan resmi dari ku!"
Tak lama, langkah cepat Jacob terdengar. Ia datang membawa berkas yang baru saja diprint.
Maya langsung berdiri dan menyambutnya dengan penuh antusias. Ia mengambil dokumen pembagian harta dalam pernikahan sirinya bersama Alan dan menandatangani langsung tanpa repot-repot membacanya.
"Sudah, ada lagi yang perlu aku ditandatangani?" tanyanya ringan, senyumnya justru terlihat seperti tantangan.
Key, dengan wajah masamnya, merebut berkas itu dari tangan Maya.
Sementara itu, Alan hanya duduk terpaku. Diam. Pandangannya kosong, seolah tak mengenali perempuan di hadapannya. Maya yang dulu lembut, penurut dan menggilainya, kini berubah dingin dan terlalu siap. Ia masih mencoba memahami, apa yang sebenarnya sedang terjadi.
“Pernikahan siri bisa dilangsungkan malam ini. Prosesnya mudah dan cepat,” ujar Jacob ringan, seperti membahas hal sepele.
"Em, cocok! Jacob, kau memang paling bisa diandalkan," tambahnya sambil tersenyum puas, mengacungkan jempol kepada sang asisten.
kalau Maya nanti benar2 pergi dari Alan,bisa jadi gila Alan.
begitu pengorbanan seorang kakak selesai maka selesai juga pernikahannya dengan alan
emang uang segalanya tapi bukan begitu juga