NovelToon NovelToon
Celestial Chef's Rebirth

Celestial Chef's Rebirth

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Sistem
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Jasuna28

Huang Yu, seorang juru masak terampil di dunia fana, tiba-tiba terbangun di tubuh anak petani miskin di Sekte Langit Suci—tempat di mana hanya yang bertubuh suci kuno bisa menyentuh elemen. Dari panci usang, ia memetik Qi memasak yang memanifestasi sebagai elemen rasa: manis (air), pedas (api), asam (bumi), pahit (logam), dan asin (kayu). Dengan resep rahasia “Gourmet Celestial”, Huang Yu menantang ketatnya kultivasi suci, meracik ramuan, dan membangun aliansi dari rasa hingga ras dewa. Namun, kegelapan lama mengancam: iblis selera lapar yang memakan kebahagiaan orang, hanya bisa ditaklukkan lewat masakan terlezat di alam baka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jasuna28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25 – Jejak Terakhir Sang Pencicip

Pagi itu, langit diliputi kabut keperakan. Di pelataran Paviliun Rasa Agung, para murid tengah melakukan pelatihan harian, namun atmosfer terasa berat. Desas-desus tentang pertempuran malam kemarin telah menyebar cepat, dan nama Nian mulai dibisikkan bukan sebagai pecundang... melainkan sebagai calon pemegang rasa primordial.

Nian tidak muncul di pelatihan. Ia duduk termenung di ruang meditasi, memandangi kristal rasa tak bernama yang kini bersinar lembut. Pikiran-pikirannya bergejolak. Ia tahu, ini lebih dari sekadar misi menjual rasa. Ini adalah pertanda bahwa ia ditarik ke dalam pusaran rahasia besar yang telah lama tersembunyi.

Ketukan di pintu memecah lamunannya.

"Masuk," katanya lirih.

Sari masuk, membawa gulungan tua dan wajah serius. "Ini ditemukan di dalam kuil saat kami menyisir kembali reruntuhan tadi pagi. Gulungan ini berisi petunjuk tentang asal-usul kristalmu. Tampaknya, ini pernah dimiliki oleh seseorang yang dikenal sebagai *Sang Pencicip Pertama*."

Nian membuka gulungan itu perlahan. Di dalamnya tertulis catatan kuno:

"...hanya satu dari sejuta rasa yang mampu melahirkan rasa penciptaan. Hanya satu keturunan darah yang bisa membangkitkan memori awal rasa. Jika kristal itu menyatu, maka jejak Sang Pencicip akan hidup kembali..."

Tatapan Nian menajam. "Sang Pencicip Pertama? Siapa dia?"

Sari menggeleng. "Nama itu telah hilang dari catatan resmi. Tapi kabarnya, dia adalah yang pertama kali mampu merasakan semua rasa dan menciptakan rasa baru. Ia dihormati, sekaligus ditakuti."

Nian menggenggam kristal itu lebih erat. "Kalau begitu, aku harus mencari tahu lebih lanjut. Tentang dia. Tentang kristal ini. Dan tentang diriku."

Sore itu, ia pergi ke Ruang Arsip Leluhur. Tempat terlarang bagi murid biasa, namun dengan izin langsung dari Penjaga Resep, ia diizinkan masuk. Deretan rak tua menjulang seperti gunung rasa, penuh dengan catatan kuno.

Di sana, ia menemukan fragmen-fragmen catatan tentang Sang Pencicip. Lukisan wajahnya yang disegel. Kisah pengkhianatan. Hilangnya rasa agung yang ia ciptakan.

Namun yang paling mengejutkan adalah satu potongan puisi kuno:

"Dari rasa ke rasa ia menjelma, dari kekosongan lahirlah makna. Jika rasa awal bangkit kembali, maka dunia akan terbalik berdiri."

Nian menatap langit-langit ruangan. Sebuah perasaan yang tak bisa dijelaskan membuncah dari dalam dadanya. Seakan ia tidak hanya menemukan jejak seseorang, tapi juga jalan takdirnya sendiri.

Di luar, senja telah tiba. Tapi cahaya di mata Nian baru saja menyala.

Dan di sudut langit, awan kelabu mulai berputar.

Menyambut datangnya badai rasa yang akan mengguncang dunia.

---

Bab 25 – Jejak Terakhir Sang Pencicip (Lanjutan)

Malam menjelang, namun Nian tak kembali ke asramanya. Ia masih berada di ruang arsip, menelusuri setiap gulungan dan lembaran yang mungkin berkaitan dengan Sang Pencicip. Dalam salah satu catatan rusak yang hampir hangus, ia menemukan peta tua yang menunjuk ke sebuah tempat bernama "Danau Lima Rasa"—lokasi yang disebut sebagai tempat terakhir Sang Pencicip menghilang.

Sari masuk membawa secangkir teh hangat. "Kau belum istirahat?"

"Aku harus pergi ke tempat ini," kata Nian sambil menunjukkan peta. "Jika aku ingin memahami rasa ini, aku harus menemukan warisan dari orang itu."

Sari mengerutkan kening. "Danau Lima Rasa? Itu tempat terlarang di luar perbatasan Selatan. Dulu, beberapa alkemis mencoba masuk ke sana, tapi tak satu pun kembali. Bahkan rasa mereka menghilang dari dunia."

"Justru itu," balas Nian tegas. "Kalau kristal ini bereaksi terhadap tempat itu, mungkin itu satu-satunya tempat di mana jawaban sebenarnya bisa kutemukan."

Keesokan harinya, setelah diam-diam meminta izin khusus dari Penjaga Resep, Nian dan Sari meninggalkan Paviliun, menyamar sebagai pedagang rasa keliling. Mereka membawa kristal rasa dalam kotak kayu berlapis formasi segel agar tak terdeteksi oleh pengintai bayangan.

Perjalanan ke Danau Lima Rasa memakan waktu tiga hari. Mereka melewati hutan aroma, gunung fermentasi, dan gurun rasa kosong yang sunyi. Semakin dekat ke danau, udara mulai menggetarkan indera, seolah semua rasa di sekitar mereka terdistorsi.

Dan akhirnya, mereka tiba.

Danau itu tidak seperti yang dibayangkan. Warnanya bukan biru, melainkan perak, dengan gelombang yang tidak menghasilkan suara. Udara di sekitarnya begitu tenang, tapi juga penuh tekanan, seperti perasaan yang hampir meledak tapi tak pernah dilepaskan.

Di tengah danau, sebuah pulau kecil berdiri. Di atasnya, reruntuhan kuil rasa berdiri kaku, setengah tertelan akar-akar pohon purba.

"Kita harus menyeberang," ucap Nian.

Sari mengangguk. Mereka naik ke perahu kayu tua yang terparkir di dermaga. Begitu mereka mendayung, air danau bereaksi. Setiap kali dayung menyentuh permukaan, muncul semburan rasa yang berbeda—manis, pahit, pedas, asam, dan umami—bergantian menciptakan ilusi yang memusingkan.

Setibanya di pulau, mereka langsung merasakan aura berbeda. Kristal di kantong Nian mulai bersinar lebih terang. Kuil itu seperti menyambut mereka.

Di dalam kuil, mereka menemukan altar tua dengan cekungan berbentuk kristal. Tanpa ragu, Nian menaruh kristal di sana. Begitu menyentuh cekungan, ruang di sekitar mereka berubah. Suara gema seperti dari zaman purba terdengar.

"Kau, pewaris rasa yang telah terabaikan... apakah kau siap membuka warisan rasa penciptaan?"

Nian menegakkan tubuhnya. "Ya."

Tiba-tiba, seberkas cahaya menyelimuti tubuhnya. Tubuhnya seperti terseret ke dalam dunia lain, dunia rasa murni. Di sana, ia melihat seorang lelaki berjubah putih duduk di atas takhta rasa.

"Namaku adalah Yuren, Sang Pencicip Pertama. Dan kau, anak muda, telah membuka kunci yang telah lama terkunci."

Nian hendak bertanya, namun Yuren hanya tersenyum. "Semua akan terungkap di waktunya. Tapi ketahuilah ini: dunia ini akan mengalami perang rasa. Hanya mereka yang mampu mengendalikan semua rasa yang bisa menyelamatkannya. Dan kau... adalah yang terpilih."

Dalam sekejap, Nian tersadar kembali di kuil. Kristalnya kini berubah wujud, menjadi jernih dengan pola rasa berkilau di dalamnya. Sebuah suara terdengar di benaknya.

"Warisan telah dimulai. Rasa akan menuntunmu."

Sari menatapnya. "Apa yang terjadi?"

Nian hanya menatap langit. "Sesuatu telah terbuka. Dan sekarang... tak ada jalan kembali."

Mereka kembali ke perahu, tak menyadari bahwa dari balik bayang-bayang pohon, sepasang mata mengawasi mereka.

Seseorang telah mengetahui kebangkitan rasa itu.

Dan perang rasa... telah resmi dimulai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!