Sekuel dari "Anak Tersembunyi Sang Kapten"
Ikuti saya di WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Setelah beberapa kali mendapat tugas di luar negara, Sakala akhirnya kembali pulang ke pangkuan ibu pertiwi.
Kemudian Sakala menjalin kasih dengan seorang perempuan yang berprofesi sebagai Bidan.
Hubungan keduanya telah direstui. Namun, saat acara pernikahan itu akan digelar, pihak perempuan tidak datang. Sakala kecewa, kenapa sang kekasih tidak datang, sementara ijab kabul yang seharusnya digelar, sudah lewat beberapa jam. Penghulu terpaksa harus segera pamit, karena akan menikahkan di tempat lain.
Apa sebenarnya yang menyebabkan kekasih Sakala tidak datang saat ijab kabul akan digelar? Dan kenapa kekasih Sakala sama sekali tidak memberi kabar? Apa sebenarnya yang terjadi?
Setelah kecewa, apakah Sakala akan kembali pada sang kekasih, atau menemukan tambatan hati lain?
Nantikan kisahnya di "Pengobat Luka Hati Sang Letnan".
Jangan lupa like, komen dan Vote juga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Lala dan Lavanya
Selamat hari Minggu dan selamat membaca. Maaf, kalau tebakan kalian kali ini tidak tepat. Hehehe 🙏🙏
"Lala? Kamu ngapain di sini, mau ngopi?" Saka keluar dari kursinya lalu membantu Lala membawakan kantong kresek yang di dalamnya buku-buku yang hampir saja berjatuhan.
"Aduh Lala, kenapa kerepotan begini?" Saka merasa heran melihat Lala sang sepupu yang seperti kerepotan membawa buku di dalam kantong kresek yang dibawanya.
Saka meletakkan kantong kresek itu di atas meja, kantong kresek itu sedikit basah, karena di luar mulai gerimis.
"Iya, A. Lala terpaksa mampir dulu di kafe ini sambil nunggu motor Lala beres di bengkel. Eh, kebetulan ketemu Aa," jawab Lala seraya menjatuhkan tubuh di kursi berhadapan dengan Sakala.
"Kenapa memang dengan motornya, mogok?"
"Bukan mogok lagi, tapi nggak jalan. Tadi Lala udah dorong kurang lebih 200 meter, mana hujan mulai turun lagi. Ini juga bawa buku paket segala. Duhhhh, capenya," keluhnya sembari mengipas-ngipas tubuhnya dengan tangan, padahal hari mendung.
"Motornya diperbaiki di bengkel mana, kenapa nggak ditunggin?" Sakala sedikit terkejut, dia takut kalau memperbaiki kendaraan di bengkel yang tidak resmi dan tidak ditunggu, orang bengkel curang lalu menukar onderdil motor itu dengan yang jelek.
"Kenapa memangnya harus ditungguin? Lala malas nunggunya, apalagi di sana kebanyakan cowok, masa Lala harus duduk ngumpul sama cowok-cowok itu, kan nggak enak?" alasan Lala.
"Coba sebutin bengkel apa namanya?Harusnya kamu cari bengkel resmi. Kalau yang tidak resmi, Aa takut motor kamu kenapa-kenapa."
"Bengkel Ahira yang simpang empat itu," jawab Lala.
"Ahira, ya?" Sakala sedikit lega, sebab bengkel itu sudah terkenal dan bagus, serta pemilik dan karyawannya jujur. Terlebih di bengkel itu ada yang kenal, karena kalau kepepet Saka juga sering mengecek mobilnya di bengkel itu.
Sakala menghubungi salah satu kenalannya di bengkel Ahira, untuk menitipkan motor Lala supaya aman.
"Titip motor sepupu saya dengan nopol D 3 LA," ucap Sakala menghubungi seseorang.
"Asik, sekalian bayarin," todong Lala sembari menelengkan mata. Sakala sudah paham, dia tidak perlu diminta lagi. Meskipun Lala sudah bekerja sebagai Guru di salah satu sekolah swasta, Sakala tidak pelit berbagi dengan Lala. Sakala mengangguk.
"Lagian, kenapa bawa buku paket sebanyak itu?" heran Sakala sembari meraih gelas dan menyeruput cappucinonya.
"Minggu depan, anak-anak belajar dari rumah atau belajar online, karena siswa kelas enam ada ujian nasional," ujar Lala.
"Buku ini untuk apa dibawa ke rumah?" Sakala penasaran ingin tahu.
"Kurikulum sekarang beda, Kak. Guru juga harus mempelajari lagi yang ada dalam buku. Kalau tidak begitu, maka Guru nggak akan bisa menyampaikan materi dengan baik pada muridnya. Pelajaran dalam kurikulum sekarang dinilai lebih susah, oleh karena itu para Guru harus lebih pandai menyampaikan agar muridnya paham," tutur Lala serius.
"Oh, begitu? Ya sudah, sekarang Lala mau minum atau makan apa? Biar Aa traktir."
Lala terlihat senyum kegirangan, dia langsung memilih makan dan minum.
"Makan dan minum deh, A. Kebetulan Lala sudah lapar nih, siang tadi Lala cuma makan roti saja yang dua rebu perak," ujarnya seraya memilih menu makan dan minum di daftar menu.
Pesanan Lala segera datang, tidak menunggu lama, Lala segera menyantap pesanannya dengan lahap tanpa rasa malu.
"Lala makan dulu, ya. Sudah lapar nih," ujar gadis berhijab yang sudah berusia 27 tahun tapi belum menikah itu.
Sakala mengamati Lala, yang makannya terlihat buru-buru. Seorang Guru, tapi di luaran tidak terlihat seperti seorang Guru. Lala cenderung cuek. Hal ini mengingatkan Saka pada Guru lesnya si kembar. Bedanya Lala terlihat agak sembrono, sementara Lavanya konyol dan menurutnya kepedean.
"Ya ampun, La. Makannya pelan-pelan saja, aa juga nggak balakan minta. Sikap kamu ini mengingatkan Aa pada seseorang," tegur Sakala, membuat Lala menghentikan sejenak makannya.
"Mengingatkan pada siapa, gebetan baru atau mantan terburuk, Seira?" terkanya menatap penasaran.
"Ishhh, bukan," tepis Sakala tidak suka saat nama Seira ikut disebut.
"Lantas?"
"Ada deh," ujarnya main rahasia. "Sudah, sebaiknya cepat habiskan makannya, sebentar lagi Aa harus jemput kembar."
Lala segera menghabiskan makannya sampai tidak bersisa, hanya tinggal tulangnya saja di atas piring. Sebab sop tulang di kafe itu terasa nikmat.
"Lalu, Lala gimana, dan motornya?" Lala bingung dengan dirinya yang harus pulang pakai apa, padahal kalau mau pakai gojek juga bisa.
"Motor Lala biarkan saja, belum beres juga kok. Lala sekarang ikut Aa saja sekalian ke tempat les, jemput kembar," ajak Sakala.
"Ok deh." Lala setuju lalu mengikuti Sakala. Setelah membayar bill, mereka berdua keluar kafe dan bergegas menuju mobill Sakala yang diparkir.
Sepuluh menit kemudian, mobil Sakala sudah tiba di depan tempat les, Sakala memarkirkan dengan baik, lalu keluar dari mobil. Sementara Lala masih berada di dalam mobil.
"Baiklah, pertemuan kita hari ini sudah selesai, sampai jumpa besok," ujar Lavanya seraya menyalami satu per satu muridnya, lalu berjalan mengiringi keluar untuk mengawasi dan memastikan murid-murid lesnya sudah dijemput orang tuanya.
"Fina sama Alf, siapa hari ini yang jemput, di mana Pak Abdul, kenapa belum kelihatan?" heran Lava mempertanyakan Pak Abdul yang biasanya menjemput si kembar.
"Kami hari ini dan seterusnya akan dijemput kakak kami. Itu Kak Saka, dia sudah datang," beritahu Fina seraya menunjuk ke arah Sakala yang baru saja muncul.
"Oh, iya. Baiklah, kalian hati-hati pulangnya. Semoga selamat sampai tujuan," ujar Lavanya seraya tersenyum menyambut kehadiran Sakala.
"A," sapanya tersenyum seraya membungkukkan bahu. Sakala membalas sekedarnya.
"Oh iya, waktu itu kenapa kamu membayar minuman saya? Saya jadi punya hutang sama kamu," bisik Sakala kurang suka.
"Oh itu. Tidak apa-apa, A. Jangan anggap hutang. Anggap saja itu traktiran saya untuk Aa," jawab Lavanya.
"Ya sudah, kalau begitu terimakasih."
"Sama-sama," balas Lavanya seraya memperhatikan Sakala yang mulai melangkah menuju mobilnya.
"A, sudah? Ayo."
Seorang perempuan berbaju seragam formal keluar dari mobil Sakala. Lavanya bisa menduga kalau perempuan itu seorang Guru, terlihat dari setelan seragam yang dipakainya.
"Sepertinya Teteh cantik itu pacarnya Aa si kembar. Mereka nampak serasi," gumam Lavanya seraya membalikkan badan lalu masuk ke dalam ruangan les.
"Dadah Bu Lavaaaa," teriak Fina dan Alf, sayang Lavanya sudah memasuki ruangan. Fina dan Alf terlihat kecewa.
"Uhhhh, Bu Lava sudah masuk ruangan. Tumben, biasanya Bu Lava menunggu sampai kita pergi, iya kan Kak?" ujar Alf terdengar kecewa.
"Iya. Bu Lava juga suka membalas lambaian tangan kita," sahut Fina merasa heran.
"Ya sudah, biar saja, mungkin Guru les kalian masih ada murid yang harus diajar di dalam," tebak Lala.
Sakala segera melajukan mobilnya dan meninggalkan halaman les. Satu jam kemudian, Lavanya juga keluar untuk pulang, karena jam les semua murid sudah berakhir tepat di jam lima sore.
Siapa itu panggil2 Sakala.