Ayla, pegawai biasa yang diangkat menjadi resepsionis di perusahaan terkenal, terpaksa menjadi wanita malam demi biaya pengobatan adiknya. Di malam pertamanya, ia harus melayani pria yang tak disangka—bosnya sendiri. Berbeda penampilan, sang CEO tak mengenalinya, tapi justru terobsesi. Saat hidup Ayla mulai membaik dan ia berhenti dari pekerjaan gelapnya, sang bos justru terus mencari wanita misterius yang pernah bersamanya—tanpa tahu wanita itu ada di dekatnya setiap hari. Namun, skandal tersebut juga mengakibatkan Hana hamil anak bosnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arya Mengetahuinya
“Kenapa kakak pergi ke tempat seperti itu?” tanya Arya dengan nada tinggi, menatap tajam penuh amarah ke arah Ayla, kakaknya sendiri. Sorot matanya tajam menusuk, seolah ingin menembus dinding kebohongan yang mungkin disembunyikan Ayla selama ini.
Ayla hanya bisa diam. Bibirnya gemetar, air matanya menetes satu per satu tanpa suara, dan wajahnya tertunduk dalam-dalam. Ia tak sanggup menatap mata adiknya, satu-satunya keluarga yang ia punya, satu-satunya alasan ia masih bertahan sejauh ini. Ia benar-benar tak mampu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Mulutnya terkunci, hatinya tercabik-cabik oleh rasa bersalah dan luka yang tak bisa ia ungkapkan.
Betapa terkejutnya Ayla ketika mengetahui Arya berada di tempat itu juga. Arya-lah yang datang menjemputnya, tepat ketika malam sudah benar-benar gelap, saat Ayla hendak pulang dari tempat Mamy Jenny. Entah dari mana Arya tahu lokasi itu, dan entah bagaimana Arya bisa muncul di saat yang paling membuat Ayla merasa hancur dan malu.
“Kakak jawab!” bentak Arya, suaranya bergetar. “Jangan katakan kalau kakak pekerja di tempat itu! Kakak bohongi Arya selama ini?” Ia mulai menunduk, suaranya melemah, namun tangannya masih menggoyangkan tubuh Ayla, berharap kakaknya itu segera menjelaskan semuanya—secepatnya, sebelum rasa kecewa dan sakit hati makin dalam.
Ayla hanya bisa menggeleng pelan, air matanya mengalir semakin deras. Ia benar-benar tidak sanggup mengucapkan penjelasan apa pun, namun ia juga tahu bahwa saat ini bukan lagi waktunya untuk berbohong atau menutup-nutupi kebenaran. Semuanya telah terbuka, dan Arya sudah mengetahuinya.
“Kakak... kakak nggak bohong, Arya...” ucap Ayla akhirnya, suaranya lirih, hampir tak terdengar, seolah setiap kata yang ia ucapkan menusuk hatinya sendiri. “Kakak memang pegawai di perusahaan, tapi... kakak juga sempat kerja di sana…” Ayla menunduk lebih dalam, rasa bersalah begitu membakar dadanya. “Tapi Arya… kakak sudah berhenti. Kakak janji, kakak nggak akan kerja di tempat itu lagi…”
Ia meraih tangan adik laki-lakinya, menggenggamnya erat dengan harapan ada sedikit pengertian yang bisa ia dapatkan dari satu-satunya keluarga yang ia miliki. Tatapannya penuh penyesalan, penuh luka yang ia simpan terlalu lama sendiri.
Namun, Arya hanya terdiam. Tak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya. Matanya memandang kosong ke depan, seolah pikirannya terhenti di satu titik, menolak menerima kenyataan pahit yang baru saja diungkapkan oleh kakaknya sendiri. Hatinya terasa hancur, remuk, seperti retakan yang tak bisa disatukan kembali. Ia tak menyangka, tempat yang baru saja ia datangi—yang begitu menyesakkan dan menjijikkan baginya—ternyata menjadi bagian dari kehidupan kakaknya sendiri.
Dan seolah luka itu belum cukup dalam, pikiran Arya langsung melompat pada satu hal lain.
“Jangan bilang…” gumamnya perlahan, sebelum akhirnya ia mengangkat wajah dan menatap lurus ke arah Ayla dengan sorot mata tajam namun getir. “Jangan bilang anak kakak itu hasil dari… tempat itu? Kakak bohongi Arya juga? Kakak belum menikah, kan?” suaranya serak, seperti tertahan oleh amarah dan kecewa yang bercampur dalam satu tarikan napas.
Pertanyaan itu membuat tubuh Ayla langsung bergetar hebat. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan isak yang akhirnya pecah juga di udara malam yang dingin. Air matanya tak lagi bisa dibendung, membasahi wajahnya yang sudah kusut oleh kelelahan dan rasa bersalah.