Serangeline Fros, wanita berusia 45 tahun, dikenal di seluruh kota Darsen sebagai ketua geng Bloodfangs—geng paling ditakuti yang menguasai setengah wilayah kota. Di balik reputasinya yang kelam, Sera menyimpan mimpi lama yang tak pernah terwujud: menjadi seorang penyanyi. Namun takdir berkata lain, sejak muda ia dipaksa oleh kakeknya untuk meneruskan tahta keluarga sebagai pemimpin geng, menenggelamkan keinginannya di balik darah dan kekuasaan.
Hingga suatu malam, sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawanya. Tapi kematian bukanlah akhir bagi Serangeline Fros. Ia terbangun kembali… di tubuh seorang wanita muda berusia 25 tahun—bertubuh gendut, pemalu, dan diremehkan semua orang, bahkan oleh suaminya sendiri.
Apakah Serangeline akan menemukan makna baru dari kehidupan keduanya, ataukah sisi gelapnya sebagai gangster akan kembali bangkit dan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Penolakan Tawaran
HAPPY READING!!!!
.
.
.
Aleric berjalan mendekat.
Tap… tap… tap…
Derap sepatu kulitnya menggema di lantai marmer, menciptakan tekanan yang membuat Kael perlahan menoleh. Tanpa ragu, Aleric merangkul pinggang Sera dengan mantap.
“Maaf, Kael,” ucapnya tenang namun tegas, menatap pria yang masih bersujud di lantai. “Tapi Sera sudah menjadi artisku sekarang.”
Sera menyunggingkan senyum tipis di ujung bibir. Sudah kuduga dia akan masuk perangkapku, batinnya.
Kael mendongak, menatap Sera seolah menunggu Sera membantah ucapan Aleric barusan. Namun tak ada yang keluar dari bibir wanita itu.
Kael bangkit berdiri, wajahnya tegang. “Sera, katakan padaku… apa yang diucapkan pria itu tidak benar, kan?” desaknya.
Sera mengangkat satu alisnya. “Menurutmu?” balasnya santai.
“Sera, dia itu musuh bisnis kita! Dia sangat licik!” Kael berusaha membalikkan fakta—seolah lupa apa yang telah ia lakukan pada Aleric lewat Lyra.
“Maaf, Kael, sepertinya penggunaan kata kita sudah tidak berlaku lagi untuk aku dan kamu. Kamu harus menanamkan di kepalamu bahwa kita sudah bercerai. Kita tidak punya hubungan apa pun lagi.”
Sera mengambil napas, menatap Kael tanpa gentar. “Dan… orang yang kau anggap musuh, kini adalah rekan kerjaku. Agency yang akan menaikkan bakatku.”
Ia tersenyum miring, tajam. “Agar lebih seru, bagaimana kalau kita bermain adil kali ini? Kamu dengan artis lipsync-mu itu… dan aku dengan saingan bisnismu. Seru, bukan?”
Sera mencondongkan tubuh sedikit ke depan. “Aku tidak sabar siapa yang akan jatuh kali ini.”
Wajah Kael mengeras. “Kamu perempuan licik, Sera. Aku tidak menyangka sifatmu selicik ini!”
“Kael, jangan seperti ini. Lagi pula… kelicikanku belajar dari kamu.”
“Aku tidak akan tinggal diam! Aku akan menghancurkanmu, Sera. Lihat saja!” Kael menunjuknya penuh amarah.
“Baiklah, aku nantikan. Meski pun aku sudah tahu—tentu aku yang akan menang.” Sera menjawab dengan sombong, namun penuh keyakinan.
Kael lalu menunjuk Aleric. “Tunggu pembalasanku, Aleric!”
“Aku sama sekali tidak takut, Kael,” jawab Aleric mantap.
Sera memberi kode pada para pengawal. Mereka langsung mengerti, lalu menyeret Kael keluar rumah meskipun pria itu terus berteriak, mengumpat, menghujani Sera dan Aleric dengan kata-kata kasar.
Begitu Kael benar-benar hilang dari pandangan, Aleric segera melepaskan rangkulannya dari pinggang Sera. “Maafkan aku,” ucapnya perlahan.
Sera mengangguk tipis. “Jadi, kamu memutuskan mengabulkan permintaanku?” tanyanya dengan sedikit harap.
Aleric menghela napas. “Jangan salah paham. Aku mengatakannya tadi karena aku mendengar pembicaraanmu dengan Kael. Aku hanya ingin menyelamatkanmu. Justru… aku datang ke sini untuk mengatakan bahwa aku menolak permintaanmu.”
Hati Sera terasa jatuh seketika—remah, berantakan. Baru saja ia merasa berada di atas awan karena rencananya berjalan mulus… kini ia dijatuhkan begitu saja.
“Kenapa? Kamu masih meragukan kemampuanku? Asal kamu tahu… yang mengisi suara nyanyian Lyra selama ini adalah aku.”
“Aku tahu… aku sudah mendengar semuanya waktu kamu berdebat dengan Kael.”
“Lalu apa yang membuatmu menolak permintaanku?” suara Sera mulai bergetar halus, antara marah dan tidak rela.
Aleric menatapnya lurus. “Seperti yang aku katakan kemarin, agency-ku bukan tempat bermain-main. Dan sekarang… aku sudah tahu tujuanmu bergabung. Kamu ingin membalas dendam pada Kael, bukan?”
“Iya, memang itu tujuanku. Lagi pula, apa kamu tidak punya dendam juga pada Kael? Dia merebut artis sekaligus kekasihmu dengan cara menyakitkan. Kita punya tujuan yang sama. Menerima permintaanku tidak akan merugikanmu. Justru aku akan menjadi penolong untuk agency-mu, Aleric.”
“Kamu bukan penolong, Sera.” Suaranya tenang tapi tajam. “Kamu adalah penghancur untukku. Dendammu dan masalahmu dengan Kael akan menjadi bumerang untuk agency-ku.”
Aleric kemudian menatapnya sebentar, seolah ingin memastikan Sera mengerti batas yang ia tarik. “Sudahlah. Aku hanya ingin menyampaikan itu. Kalau kau masih ingin aku membalas budi… sebutkan hal lain. Aku permisi.”
Tanpa menoleh, Aleric berjalan pergi, langkahnya lurus dan tegas.
Sera memandang punggung pria itu menjauh, rahangnya mengeras.
"Laki-laki itu… kenapa dia malah mempersulit rencanaku? Dia mengangkatku ke atas awan lalu menjatuhkanku begitu saja."
“Kenapa dia memberikan harapan kalau ujung-ujungnya hanya untuk menolak permintaanku?” desis Sera frustasi, mengacak rambutnya sambil berkacak pinggang.
_____
Kael pulang dengan perasaan kacau, dadanya sesak penuh amarah. Begitu ia membuka pintu rumah, ia langsung disambut pemandangan yang membuat napasnya tertahan. Di ruang tamu, Lyra dan Mama Stevia duduk bercengkerama akrab, tertawa kecil seolah dunia mereka baik-baik saja. Di atas meja, berjajar deretan tas branded baru—jelas sogokan Lyra yang lagi-lagi berhasil meluluhkan hati Mama Stevia.
“Kael, kamu dari mana?” tanya Lyra begitu melihatnya. Ia langsung berdiri dan bergelayut manja di lengan Kael. “Aku sangat merindukanmu… apa kamu masih marah denganku?”
“Lepaskan, Lyra. Aku sangat pusing sekarang karena masalahmu.” Suara Kael datar, keras, tanpa memberi ruang negosiasi.
“Ada apa lagi, Kael? Kenapa kamu datang-datang langsung menyalahkan Lyra seperti itu?” Mama Stevia ikut bicara, nadanya kembali lembut membela Lyra—padahal kemarin ia sendiri yang menghina Lyra habis-habisan. Wanita itu memang mudah beralih pihak jika sudah diberi barang mahal.
“Tidak perlu membelanya, Ma,” Kael tersulut. “Dimas baru saja ke sini tadi pagi. Dia mengabari kalau agency-ku bisa segera bangkrut kalau aku terus menahan Lyra untuk tidak mengadakan konser. Dan satu-satunya cara agar agency-ku selamat adalah mencari artis baru untuk menggiring opini publik tentang kecelakaan konser Lyra waktu itu.”
“Kalau begitu adakan audisi saja,” ucap Lyra enteng. “Agency-mu kan masih terkenal. Pasti banyak yang mendaftar. Kamu tinggal pilih salah satu jadi artis barumu… atau artis bayanganku.”
Kael menatapnya tajam. “Kamu pikir semudah itu? Mencari yang berbakat, berwajah cantik, dan punya vokal sebagus Sera? Kebanyakan di luar sana cuma tampang plastik sepertimu—modal cantik tapi tidak punya bakat sama sekali.”
Lyra langsung mengerucutkan bibir, tersinggung. “Kenapa kamu terus-terusan menyalahkanku, Kael? Kalau kamu memang seobsesi itu pada Sera yang sekarang sudah cantik… kenapa kamu tidak menjilat ludahmu sendiri dan memohon dia kembali? Menjadi artis barumu.”
Kael menatapnya tanpa ragu. “Bahkan sebelum kamu mengatakannya… aku sudah melakukannya.”
Mama Stevia langsung terbelalak, berdiri dari sofa. “Kamu serius, Kael?!”
“Iya,” jawab Kael pedih. “Demi menyelamatkan perusahaanku. Tapi yang aku dapatkan hanya malu dan penghinaan. Sera sudah menjadi artis Aleric. Dia berencana membalaskan dendamnya padaku. Dia bahkan menantangku.”
“Dia bergabung dengan agency sainganmu?” tanya Mama Stevia tak percaya.
“Apa Aleric tertarik dengan Sera?” Lyra ikut menyela, wajahnya menegang karena merasa tersaingi.
“Cukup, Sera. Aku tidak mau memikirkan perasaan pria itu,” Kael meledak. “Aku sudah dipusingkan dengan masalahmu dan urusan agency.”
Ia menarik napas kasar, lalu menunjuk pintu. “Lebih baik sekarang kamu pergi. Selesaikan masalahmu, jangan tambah bebanku.”
Lyra terkejut ketika Kael mendorongnya keluar rumah.
Brak!
Pintu dihempas keras, membuat Lyra berdiri mematung di luar.
“Lagi-lagi Kael memperlakukanku seperti ini…” gumam Lyra, kedua tangannya mengepal gemas. “Tidak boleh. Aku tidak ingin diperlakukan seperti ini. Aku ini dewi panggung. Kepopuleranku mendunia. Sikap yang harus aku terima adalah pujian, cinta, perlakuan manis… bukan seperti ini.”
Ia menghentakkan kaki, wajahnya dipenuhi ambisi yang kembali menyala.
“Baiklah. Kalau kamu menyuruhku mengurus masalahku… aku akan mengurusnya. Aku akan tunjukkan kekuatan kecantikanku di mata penggemarku.”
Lyra meraih ponselnya dari dalam tas, menekan nomor Arumi.
📞 Halo, Arumi. Siapkan face conference-ku di depan publik. Kali ini aku ingin mengadakannya di mal, agar para penggemarku bisa melihatku dengan jelas. Pastikan semuanya berjalan lancar sesuai permintaanku. Aku akan bersiap-siap.
📞 Dan satu lagi… pastikan tidak ada satu pun orang di agency tahu aku melakukan ini!
📞 Baik, Lyra. Aku akan menjalankan permintaanmu, jawab Arumi sebelum menutup telepon.
Lyra tersenyum dingin.
“Bagus. Ini saatnya aku menunjukkan siapa yang sebenar-benarnya bintang.”
.
.
.
💐💐💐Bersambung💐💐💐
Percaya diri amat neng , kek suaranya paling ngetop banget padahal cuma suara pinjaman huhuhu...
Lanjut Next Bab ya guys😊
Lope lope jangan lupa ya❤❤
Terima kasih sudah membaca bab ini hingga akhir semuanya. jangan lupa tinggalkan jejak yaa, like👍🏿 komen😍 and subscribe ❤kalian sangat aku nantikan 🥰❤