Mengisahkan Keyla Ayunda seorang janda yang baru saja kehilangan saja kehilangan suaminya namun harus menghadapi kenyataan bahwa sang adik ipar rupanya menyimpan perasaan padanya. Drama pun terjadi dengan penuh air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawa Di Tengah Kehancuran
Perburuan terhadap Nazlian Inci resmi dimulai. Dengan tuntutan pidana pembunuhan berencana yang diajukan oleh Keyla dan Rezi, serta didukung oleh bukti kuat dari flash drive rahasia, Interpol kini melacak setiap pergerakan wanita Turki itu.
Drama perburuan ini semakin memanas karena Lucia Rodriguez memanfaatkan situasi ini untuk melancarkan pembalasan finalnya.
Saat Nazlian Inci menjadi buronan internasional, Lucia bergerak cepat dan tanpa ampun di Istanbul dan Ankara. Menggunakan dokumen yang ia miliki dan bantuan hacker handal, Lucia secara efektif mengambil alih semua aset Nazlian. Properti, rekening bank, hingga saham perusahaan kosmetik Nazlian di pasar Eropa disita, dibekukan, atau dialihkan atas nama perusahaan Lucia sebagai ganti rugi atas kerusakan yang dialami perusahaannya di Spanyol.
"Kau mengajariku bagaimana menghancurkan bisnis, Nazlian. Aku hanya mempraktikkannya,” bisik Lucia pada dirinya sendiri, sambil menandatangani dokumen pengambilalihan yang bernilai jutaan dolar. Tawa dinginnya kini tidak lagi histeris, melainkan puas dan penuh kemenangan.
Bagi Lucia, ini adalah penutup sempurna dari dendam yang sudah lama ia simpan. Ia tidak hanya mendapatkan kembali kerugiannya, tetapi juga melihat Nazlian Inci—wanita yang merusak hidupnya—kini menjadi buronan.
****
Di tengah kekacauan internasional ini, Rezi Deja terus berusaha mendekati Keyla Ayunda. Ia tahu bahwa meskipun mereka bersatu dalam misi melawan Nazlian, hati Keyla tetap tertutup.
Rezi mendatangi Keyla di rumahnya, membawa kabar terbaru tentang perburuan Nazlian.
“Interpol sudah mengamankan tiga propertinya di Eropa. Dia tidak bisa lagi bersembunyi,” kata Rezi, berdiri di ambang pintu, menjaga jarak yang Keyla inginkan.
Keyla mengangguk, matanya fokus, tetapi dingin. “Bagus. Pastikan dia tidak kabur.”
"Keyla, aku tahu aku bersalah karena menyembunyikan kebenaran tentang Ardito. Tapi aku mohon, percayalah. Semua yang kulakukan sejak kecelakaan itu, semua upayaku untuk melindungimu, itu tulus,” Rezi memohon, suaranya dipenuhi penyesalan. “Aku tidak memalsukan perasaanku, Keyla. Aku mencintaimu.”
Keyla menatap Rezi, lalu menghela napas panjang. “Aku tahu kau mencintaiku, Rezi. Tapi cintamu itu racun. Kau bersedia berbohong, bersedia bersekutu dengan orang gila seperti Lucia, dan bersedia membiarkan adikku hidup dalam kebohongan bertahun-tahun demi cinta itu.”
“Aku tahu aku salah. Aku minta maaf. Tapi sekarang, setidaknya kau tahu aku bukan pembunuh suamimu,” Rezi mencoba menyentuh sentuhan Keyla, tetapi Keyla mundur selangkah.
“Kebenaran Nazlian yang menyelamatkanmu, bukan ketulusanmu,” balas Keyla tajam. “Fokuslah pada perburuan itu. Setelah Nazlian dipenjara, kita tidak punya urusan lagi.”
Keyla menutup pintu, meninggalkan Rezi yang berdiri sendirian dengan rasa sakit yang mendalam. Ia telah berjuang melewati begitu banyak, tetapi ia gagal memenangkan wanita yang ia cintai.
****
Sementara drama global dan konflik emosional melanda Jakarta dan Istanbul, di Bandung, kebahagiaan kecil yang nyata kembali bersemi.
Dapur Magnolia cabang ketiga resmi dibuka kembali. Dengan bangunan yang kini lebih kokoh dan aman, serta semangat baru dari para karyawan, warung itu terasa lebih hidup dari sebelumnya.
Zehra, dengan senyum yang tulus, meluncurkan menu barunya: Daging Asap Bumbu Rempah Zehra. Pelanggan setia dan pendukungnya berbondong-bondong datang, ingin merasakan masakan yang lahir dari api dan ketahanan.
"Rasanya luar biasa, Mbak Zehra! Pedasnya nendang, bumbunya meresap sempurna!” seru seorang pelanggan. “Ini benar-benar rasa kemenangan!”
Zehra tertawa senang. Ia merasa terhubung dengan semua orang yang ada di sana, berbagi makanan, berbagi tawa, berbagi kebahagiaan yang jujur.
“Saya senang Anda menyukainya,” kata Zehra. “Ini adalah resep ketahanan. Setiap bumbu menceritakan kisah perjuangan, dan setiap gigitan adalah pengingat bahwa kita selalu bisa bangkit lagi.”
Di tengah keramaian, Zehra menerima telepon dari Keyla.
“Selamat, Zehra. Warungmu indah sekali. Aku lihat dari postingan,” kata Keyla, nadanya lebih lembut dari biasanya.
“Terima kasih, Kak Key. Ini semua berkat semangat tim. Aku juga sudah dengar kabar dari Rezi. Nazlian Inci… dia benar-benar gila,” ujar Zehra, suaranya dipenuhi rasa ngeri saat memikirkan pembunuhan Ardito.
“Aku tahu,” jawab Keyla lirih. “Aku hanya ingin keadilan untuk Ardito. Setelah ini semua selesai, aku ingin menenangkan diri. Aku tidak tahu harus ke mana.”
Zehra terdiam sejenak. Ia mengerti. Keyla membutuhkan pelarian, kebenaran yang murni, jauh dari kebohongan dan kekerasan yang melibatkan Rezi, Ardito, dan Nazlian.
“Key, jika kau butuh tempat untuk menjernihkan pikiran, Bandung selalu terbuka untukmu."
****
Nazlian Inci, yang kini menjadi buronan internasional dan kehilangan sebagian besar asetnya di Turki, diselimuti oleh kemarahan dan keputusasaan yang berubah menjadi kegilaan yang menakutkan. Ia berada di sebuah persembunyian rahasia di Timur Tengah, mengawasi dunia melalui layar komputer.
Di Istanbul, Lucia Rodriguez menikmati setiap detik kehancuran Nazlian.
Lucia berada di sebuah bar atap, menyaksikan siaran berita yang melaporkan penyitaan salah satu perusahaan manufaktur kosmetik Nazlian di pinggiran kota. Ia menyesap cocktail mahalnya, wajahnya bersinar oleh cahaya layar.
“Lihat, Nazlian,” Lucia berbicara pada dirinya sendiri, suaranya dipenuhi kemenangan yang dingin. “Kau mengira aku tidak bisa mengalahkanmu. Tapi kau meremehkan dendam seorang Spanyol yang perusahaannya kau hancurkan. Kau adalah badut, dan aku adalah penonton yang bertepuk tangan.”
Lucia tertawa renyah, tawa yang penuh sindiran, membayangkan kemarahan Nazlian yang pasti mendidih di tempat persembunyiannya. Ia merasa telah mencapai puncak pembalasan.
****
Nazlian, melihat siaran berita itu dari persembunyiannya, merasakan amarahnya mencapai titik didih. Ia tidak peduli pada kerugian finansial; yang ia pedulikan adalah kehinaan yang ia rasakan di tangan Rezi dan Lucia.
Nazlian tidak lagi beroperasi sebagai pebisnis; ia beroperasi sebagai teroris. Ia tahu ia tidak bisa melukai Keyla atau Rezi secara langsung, tetapi ia bisa menyerang tempat yang paling mereka anggap aman.
Melalui jaringan bawah tanah yang ia bangun dari bisnisnya yang kotor, Nazlian mengatur sebuah serangan balasan yang mengerikan di Jakarta. Sasarannya: kantor pusat PT. DEJATAMA, perusahaan Rezi.
Jakarta, tengah hari. Kantor Rezi Deja, yang selama ini menjadi lambang kekuasaan dan kekayaan Rezi, tiba-tiba menjadi target ledakan brutal.
Sebuah paket yang dipasang dengan rapi di salah satu mobil pengiriman yang terparkir di basement gedung meledak. Ledakan itu merobek lantai parkir, merusak struktur bangunan, dan memicu kepanikan massal di gedung-gedung sekitar. Asap hitam tebal membubung tinggi, dan sirine berbunyi tak henti-hentinya.
Rezi Deja, yang saat itu sedang berada di kantor polisi untuk mengurus file tuntutan terhadap Nazlian, menerima telepon panik dari kepala keamanannya.
“Tuan Rezi! Kantor… kantor kita dibom! Lantai basement hancur! Ada banyak korban luka!”
Wajah Rezi memucat. Ia tahu, ini adalah ulah Nazlian. Wanita itu telah melangkah dari pembunuhan terselubung menjadi terorisme terbuka.
****
Di persembunyiannya, Nazlian Inci menyaksikan berita tentang ledakan di Jakarta. Wajahnya, yang biasanya dipenuhi keangkuhan, kini dipenuhi senyum lebar yang kejam.
Nazlian tertawa histeris, tawa brutal yang membahana seolah semua ini adalah komedi yang paling lucu.
“Lihat, Rezi! Lihat, Keyla!” teriak Nazlian pada layar yang menampilkan kekacauan di Jakarta. “Kalian pikir kalian bisa menghancurkanku?! Aku adalah Nazlian Inci! Aku akan menghancurkan semua yang kalian sentuh! Kalian tidak akan pernah tenang! Aku akan membuat hidup kalian menjadi neraka, tawaku tak pernah berakhir!”