NovelToon NovelToon
PERNIKAHAN AMIRA

PERNIKAHAN AMIRA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Ibu Mertua Kejam / Tukar Pasangan
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

Amira adalah seorang barista yang bekerja di sebuah kafe biasa, namun bukan bar sepenuhnya. Aroma kopi yang pekat dan tajamnya alkohol sudah menjadi santapan untuk penciumannya setiap hari. Ia mulai terbiasa dengan dentingan gelas, desis mesin espresso, serta hiruk pikuk obrolan yang kadang bercampur tawa, kadang pula keluh kesah. Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang tidak pernah benar-benar bisa ia biasakan—bayangan tentang Satria.

Satria tidak pernah menginginkan wanita yang dicintainya itu bekerja di tempat seperti ini. Baginya, Amira terlalu berharga untuk tenggelam dalam dunia yang bercampur samar antara cahaya dan gelap. Dan yang lebih menyesakkan, Satria juga tidak pernah bisa menerima kenyataan bahwa Amira akhirnya menikah dengan pria lain—pria yang kebetulan adalah kakaknya sendiri.

Takdir, kata orang.
Tapi bagi Satria, kata itu terdengar seperti kutukan yang kejam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23

Angga duduk di halaman belakang, punggungnya bersandar pada dinding rumah. Tangannya diselipkan di saku celana, wajahnya menatap kosong ke arah kolam didepannya. Udara sejuk menyentuh kulitnya, namun sorot matanya tetap dingin, tak menyingkirkan rasa resah yang samar di dadanya.

“Angga,” Suara itu terdengar tegas, memecah keheningan halaman belakang.

Angga menoleh perlahan. Di sana, Hilda melangkah mendekat, langkahnya mantap meski sepatu haknya beradu tipis dengan lantai. Tatapannya lurus menatap putranya, campuran kesal dan kekhawatiran tersirat di sudut matanya.

“Ma…” Bisik Angga singkat, suaranya datar, tanpa menunjukkan emosi yang jelas.

Hilda menghentikan langkahnya beberapa langkah dari Angga, menatapnya diam sejenak sebelum akhirnya bersuara. “Kamu tahu, Angga… Mama bukan tipe orang yang suka diabaikan. Tapi melihat sikapmu diperlakukan seperti itu barusan… Mama gak terima.” Ungkapnya. Kemudian, ia duduk perlahan di samping Angga, menatap anaknya dengan mata penuh campuran kecewa dan khawatir.

Sedangkan, Angga tetap membisu. Tanpa berkata sepatah kata pun, tangannya merogoh sesuatu dari balik saku celananya. Dari sana, ia mengeluarkan vape. Ujungnya menyala, dan ia menghisap dalam-dalam. Asap putih mengepul keluar dari mulutnya, membentuk lingkaran tipis yang segera memudar di udara pagi yang sejuk. Suara desis halus vape itu terdengar, menambah kesan dingin dan tertutup dari sikapnya. "Gara-gara dia hidup aku berantakan!" Geramnya. Matanya masih menatap lurus ke arah riak kolam yang tenang didepannya. "Kalau bukan karena perusahaan yang selama ini aku kelola dengan susah payah dan aset yang aku punya, sudah dari dulu aku menolaknya!"

"Papa kamu memang keras kepala dan sulit untuk di lerai." Kata Hilda. "Sampai saat ini, Mama juga belum bisa menerima wanita itu sepenuhnya."

Angga menatap Hilda singkat, senyum tipis terlukis di sudut bibirnya—bukan senyum hangat, tapi lebih seperti puas karena mendapatkan pembelaan. Ia menghisap vape sekali lagi, membiarkan asap putih mengepul di udara pagi yang sejuk, menegaskan sikap dingin dan ketidakpeduliannya terhadap Amira.

"Pernikahan sederhana yang hanya disaksikan oleh warga setempat, apa-apaan?! Anak Mama itu tidak layak diperlakukan seperti itu!" Hilda menelan saliva. Kedua jemarinya meremas ujung blouse menahan kekesalan terhadap keputusan suaminya yang sampai saat ini belum bisa ia terima. "Kamu itu tampan. Kaya. CEO perusahaan! Ya, meski... Perusahaan itu yang awalnya dibangun oleh Papa kamu tapi kamu pintar itu pintar kan, ngelolanya sampai semaju sekarang!" Cerocosnya. "Kamu itu layak mendapatkan wanita cantik dan setara! Bukan kayak Amira! Dia itu..."

"Cuma wanita jalang." Potong Angga.

Hilda mengangguk mantap. "Mama setuju pernyataan itu."

"Percuma mama ngedumel, gak bisa ngerubah nasib aku sekarang."

"Kata siapa?!" Sambar Hilda dengan cepat. "Kamu masih ada kesempatan buat ngerubah nasib kamu sekarang, Angga! Kamu masih punya harapan!"

Angga tertunduk.

"Angga dengar, Mama!" Hilda memposisikan duduknya lebih nyaman. "Posisi kamu saat ini sudah mencapai apa yang kamu harapkan. Artinya, kamu harus bisa mendapatkan sesuatu hal apapun yang kamu mau dengan cara apapun dan jangan pernah kamu memperdulikan hal-hal yang buat harapan kamu goyah!" Cecarnya penuh ketegasan. Memancing, Angga mulai mengangkat wajah, menoleh dan berhasil tertuju padanya. "Ayahmu memang seperti itu, tapi bukan berarti kamu kalah, Angga! Kamu jangan takut oleh semua ancaman Ayah kamu sekarang. Kamu sudah mendapatkan segalanya sekarang.

"Oke." Hilda menghela udara. "Kamu menikah dengan Amira. Tapi kamu masih punya harapan buat kebahagiaan kamu. Tapi, bukan di depan Ayah kamu!"

Angga mengangguk dengan senyum tipis membara.

"Kamu paham kan, maksud Mama?"

"Mama selalu dukung aku dari dulu." Tanggap Anga dengan anggukkan mantap. "Mama tahu kan, dari dulu aku selalu menuruti apa kemauan Mama? Aku gak akan pernah buat Mama kecewa."

Hilda tersenyum lebar penuh kelegaan. "Kamu tuh anak Mama yang paling bisa diandalkan!"

****

Amira terduduk di lantai, di bawah ranjang tidur Angga. Tepatnya, di sudut yang selama ini menjadi tempat tidurnya—hanya beralaskan karpet tipis yang sudah memudar warnanya. Tubuhnya terhimpit, lututnya ditarik ke dada, dan tangannya memeluk erat kaki sendiri seolah ingin menahan dunia agar tidak jatuh menimpa dirinya.

Air matanya tak henti-hentinya jatuh, membasahi wajah yang entah sudah berapa kali ia usap dengan kasar. Amira menunduk, menarik nafas panjang yang bergetar, seolah setiap helaan napasnya menelan kepedihan yang tak tertahankan.

Satria. Nama itu disebutnya dalam hati. Memecah kesunyian. Alih-alih menjadikannya sebagai penawar obat, justru kerinduan yang perlahan menjalar menyiksa setiap sudut hatinya. Amira merasakan hangat di dada yang cepat berubah menjadi perih, seolah rindu itu menekan dirinya dari dalam. Ia menggenggam selimut di pangkuannya, memeluknya erat, berharap bisa menahan perasaan yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata.

Perlahan, ada rasa penyesalan dalam diri Amira. Antara menerima kenyataan yang ada dan keinginan hatinya yang masih terpaut pada masa lalu. Amira merasakan pergolakan batin yang tajam, seolah setiap pilihan yang ia pikirkan menimbulkan luka baru.

Rasa penyesalan itu bukan hanya tentang Satria, tapi juga tentang dirinya sendiri—keputusan-keputusan yang diambil, kata-kata yang tak sempat diucapkan, dan momen-momen yang hilang tanpa kembali. Setiap detik terasa seperti pertaruhan antara menerima kenyataan pahit atau terus menjerat dirinya dalam kenangan yang menyesakkan.

****

1
Siti Sa'diah
huh mulutmu sarua pedasna ternyata/Smug/
Siti Sa'diah
angga koplak/Angry/
Siti Sa'diah
huh kapan satria datang siii udah gregett
Siti Sa'diah
/Sob/
Siti Sa'diah
dan satriapun pulsng dr jepang
Siti Sa'diah
wah ceritanya seruuuuu😍apa jgn2 adenya itu satria?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!