NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Jadi Bebek

Reinkarnasi Jadi Bebek

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Sistem / Perperangan / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: yuyuka manawari

Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.

Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.

Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.

Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.

Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.

Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 23: Bayangan Besar

Suasana di arena mendadak berubah ketika cahaya matahari yang sebelumnya terik mulai meredup. Bayangan besar melintas dari atas, membuat tanah berbatu tempat kami bertarung diselimuti kegelapan yang asing.

Aku menoleh ke atas dengan cepat. Dari arah tribun, terdengar teriakan kacau penonton. Mereka saling menunjuk ke langit, wajah-wajah mereka berubah panik.

“Apa itu?! Kenapa tiba-tiba gelap?” teriak salah satu penonton, suaranya bercampur dengan riuh yang lain.

Ketika aku fokus, pemandangan tak masuk akal terpampang jelas. Di udara, Vlad—wanita manusia itu—muncul dengan tubuh ramping namun kokoh. Rambutnya berantakan tertiup angin saat kedua tangannya mengangkat sesuatu yang membuat otakku berhenti sejenak.

Seekor paus.

Hewan raksasa itu melayang di udara, ukurannya begitu besar hingga tubuhnya menutupi setengah langit siang. Kulit abu-abu kebiruan paus itu tampak basah berkilat, meneteskan air asin yang jatuh deras menghantam arena berbatu. Setiap tetesnya menimbulkan suara keras, duk! duk! duk! seakan batu dipukul palu.

Suara teriakan penonton makin keras. Banyak yang berdiri dari kursi batu mereka, sebagian bahkan berlari ke belakang tribun.

“Kenapa ada paus di langit?! Itu mustahil!”

“Gila! Apa ini bagian pertarungan?!”

Di ruang penonton khusus, Ratu Lira ikut bangkit dari kursinya. Alisnya mengernyit, jemari tangannya mencengkram pagar besi kecil di depannya. Dari balik tirai setengah terbuka, wajahnya terlihat tegang.

“Apa yang sedang terjadi…?” bisiknya pelan.

Para penjaga yang awalnya berdiri kaku di sekitar ruangan khusus itu mulai resah. Beberapa melirik ke arah langit dari sela-sela tribun. Ada yang langsung bergegas keluar barisan, ingin melihat lebih jelas apa yang membuat cahaya tertutup.

Ketika mereka berhasil menatap ke atas, semua terdiam. Paus raksasa yang digenggam Vlad benar-benar nyata, bukan ilusi. Tubuhnya bergerak perlahan, bayangannya menutupi hampir seluruh arena.

Aku tahu ini adalah saat yang tepat.

Kedua kakiku menegang, lalu aku mengaktifkan Night Glide. Tubuhku melesat lebih cepat dari sebelumnya. Tekanan angin menusuk bulu-buluku, membuat pandanganku sedikit kabur. Namun kali ini ada tambahan: aku menyalakan Silent Walk bersamaan.

Kombinasi itu membuat langkahku benar-benar tak terdengar. Seolah-olah batu-batu yang kupijak menelan seluruh suara.

Raja Pekokok yang berdiri gagah dengan zirahnya menoleh kiri dan kanan. Matanya menyipit, kedua sayapnya bergerak gelisah.

“Mustahil! Aku memakai relik atribut. Kenapa pergerakannya menghilang?!” suaranya menggelegar, penuh kemarahan sekaligus rasa takut yang berusaha ia tutupi.

Aku tak membuang waktu. Dari balik bayangan, aku meluncur mendekat. Paruhku menusuk ke celah tipis di antara pelat besi zirahnya.

Silent Peck.

CRIK!

Suara baja retak terdengar jelas. Raja Pekokok mendengus, tubuhnya terhuyung ke belakang. Darah menetes dari celah zirah yang robek.

Aku segera melompat menjauh, lalu beralih ke arah tribun. Night Glide masih aktif, membuat gerakanku bagai kilatan hitam. Salah satu pengawal yang tadi mencoba melihat ke langit belum sempat bereaksi ketika paruhku menembus dadanya.

Silent Peck reset.

Tubuhnya jatuh, darah memercik ke lantai batu. Sorakan penonton berubah menjadi jeritan.

Aku kembali menoleh ke Raja Pekokok dan meluncur lagi. Silent Peck. Seranganku berulang kali menembus zirahnya. Suara logam beradu dengan paruhku memantul di seluruh arena.

Raja Pekokok berusaha mengibaskan sayap dan menebas dengan tombaknya, tapi setiap kali ia bergerak, aku sudah berpindah tempat.

“Tidak mungkin…! Tidak mungkin aku kalah oleh seekor bebek!” teriaknya, matanya merah penuh urat darah.

Aku tidak menghiraukannya. Setiap kali Silent Peck kembali siap, aku tusukkan lagi ke tubuhnya. Darah mulai membasahi batu di bawah kakinya, bercampur dengan debu dan air asin yang masih menetes dari paus di atas.

Namun aku tidak hanya fokus padanya. Sekali lagi aku melesat ke arah pengawal lain yang sudah diperintahkan Ratu Lira untuk maju. Paruhku menembus leher satu per satu, cepat, senyap, tanpa memberi kesempatan mereka berteriak lebih lama.

Jeritan panik bercampur dengan bau anyir darah memenuhi arena. Penonton yang masih bertahan kini hanya bisa menatap dengan wajah pucat.

Ketika bayangan paus tiba-tiba hilang, cahaya matahari kembali menyorot arena. Vlad entah bagaimana sudah melenyapkan makhluk raksasa itu.

Cahaya kembali memperlihatkan kondisi Raja Pekokok. Tubuhnya goyah, zirahnya penuh lubang, darah menetes deras.

Aku menatapnya sebentar. Inilah akhir.

Aku mengaktifkan Blood Peck. Paruhku berkilat merah, lalu menembus dadanya dengan keras.

DUGHH!

Darah muncrat, membasahi batu di bawah kakinya. Raja Pekokok terhuyung, kedua sayapnya terbuka lebar sebelum akhirnya jatuh terkapar, tubuhnya bergetar lemah.

Arena hening sesaat. Lalu seruan panik pecah dari para penonton.

“Dia jatuh!”

“Raja Pekokok kalah!”

Biasanya, setelah pertarungan seperti ini, ada suara notifikasi dari sistem. Peningkatan level, tambahan pengalaman, atau apapun yang menandakan pencapaian.

Namun kali ini… hening.

Tidak ada panel yang muncul. Tidak ada suara notifikasi.

Aku menunggu beberapa detik, menoleh ke sekeliling. Masih tidak ada apa-apa.

“Apa yang terjadi dengan sistem akhir-akhir ini…?” gumamku pelan, napasku masih terengah.

...----------------...

Pov 3 [???] – Sementara itu

Ratu Lira duduk di sebuah kursi khusus yang terletak lebih tinggi dari tribun biasa. Dari tempat itu, ia bisa melihat arena duel dengan jelas tanpa perlu berdesakan dengan penonton lain. Kursi tersebut terbuat dari kayu gelap yang dipoles rapi, lengkap dengan sandaran empuk berlapis kain merah. Para pelayan kerajaan sebelumnya sudah menyiapkan ruangan kecil itu agar ratu bisa menonton dengan tenang, bagaikan bangsawan yang menyaksikan gladiator.

Namun, ekspresi Ratu Lira tidak terlihat puas. Alisnya sedikit berkerut, tatapannya menyapu arena, lalu menoleh ke samping.

“Ada yang aneh…” gumamnya pelan, suaranya cukup dingin untuk membuat udara di sekitarnya terasa tegang. Ia menoleh pada sosok wanita di sampingnya. “Neya, kemarilah. Apa semua hewan liar yang ada di wilayah kekuasaanku sudah dikumpulkan di satu tempat?”

Neya, ajudan pribadi sekaligus perdana menteri setianya, segera menunduk sopan. Rambut hitamnya jatuh menutupi sebagian wajah ketika ia mengangguk. “Sudah, Ratu. Semuanya sudah dilakukan sesuai perintah. Tak ada yang terlewat.”

“Bagus.” Ratu Lira mengangkat tangannya, jari telunjuknya mengarah ke sebuah tuas besi kecil di sisi dinding. “Buka tuasnya—”

Belum sempat perintah itu diselesaikan, sesuatu yang dingin dan berkilau tiba-tiba menempel di lehernya. Mata Ratu Lira membelalak kaget. Sebilah belati panjang dengan permukaan mengilap kini menempel tepat di kulitnya.

“A-apa ini?!” serunya setengah tercekik. Ia refleks menoleh sedikit, tapi segera berhenti ketika ujung belati menekan lebih keras. “Pe-pengawal! Pengawal!”

Namun tak ada jawaban. Dari sudut matanya, ia bisa melihat tubuh para pengawal yang seharusnya berjaga di dekat pintu sudah tergeletak tak sadarkan diri. Beberapa jubah hitam pun terlihat di lantai, jelas tanda mereka disergap.

“Mereka sudah pingsan.” Suara dingin seorang wanita terdengar dari belakangnya. Suara itu datar, tanpa nada emosi.

Tubuh Ratu Lira menegang. Ia mengenali suara itu. “Kau…”

Sosok yang berdiri di belakangnya adalah Vlad Juani. Penampilannya berbeda dari biasanya. Kini ia mengenakan pakaian serba hitam, ringan, dan pas di tubuh—seperti seorang pengintai yang terbiasa bergerak di kegelapan.

“Apa maksudmu?!” Ratu Lira ingin menoleh penuh, tapi belati yang menempel di lehernya semakin menekan. Garis tipis darah mulai muncul di kulitnya.

“Jangan coba-coba menoleh,” ucap Vlad dingin. “Jika kau melakukannya, aku tidak ragu menusuk lehermu sekarang juga.”

Ratu Lira mendengus kesal, giginya bergemeretak. “Kau berani, ya?! Siapa yang menyuruhmu melakukan ini?”

“Aku menemukan rencanamu yang licik tadi,” jawab Vlad tanpa basa-basi. “Hewan liar yang kau kumpulkan… kau berniat melepaskannya ke arena untuk menyerang raja kami, bukan?”

Wajah Ratu Lira menegang, sorot matanya berubah kaget. “Ra-raja kalian?”

“Benar. Raja kami ingin bernegosiasi. Dan ia memilihku untuk menyampaikan pesannya.”

Neya yang masih berdiri di dekat dinding tiba-tiba terjatuh. Rupanya ia juga sudah dibuat pingsan sebelumnya, meninggalkan Ratu Lira seorang diri dalam situasi berbahaya itu.

“Ne-NEYA?!” Suara Ratu Lira meninggi, namun segera teredam ketika belati itu sedikit menggores kulit lehernya lagi. Ia merintih pelan karena perihnya luka tipis yang ditimbulkan.

“Jangan banyak bicara,” Vlad mendesis. “Aku tidak akan mengulang dua kali. Tanda tangani ini sekarang.”

Dengan tangan satunya, Vlad menyodorkan sebuah gulungan dokumen. Kertas itu digulung rapi, bersegel lilin hitam.

“Tanda tangani?!” Ratu Lira memaksa dirinya berbicara meski suaranya bergetar. “A-aku tak bisa sekarang… alat tulisku ada di ruanganku—”

Sebuah pena emas tiba-tiba disodorkan tepat di depan wajahnya. “Aku sudah membawanya. Kau hanya perlu tanda tangan. Tidak ada alasan.”

Ratu Lira menatap pena itu dengan tangan yang sedikit gemetar. Gulungan kemudian dibuka di hadapannya. Tulisan-tulisan resmi yang sarat ancaman hukum dan politik langsung tampak jelas di mata ratu. Ia bisa merasakan keringat dingin menetes dari pelipisnya.

“Cepat.” Vlad menekan belati lebih keras lagi, membuat darah menetes perlahan ke kain baju ratu.

“Ba… baik…” suara Ratu Lira terdengar lirih. Tangan kanannya bergerak, meski sedikit bergetar. Ia mencelupkan pena itu ke wadah tinta kecil yang ikut disodorkan Vlad, lalu menorehkan tanda tangannya di bawah teks perjanjian. Setelah itu, ia mengecap dokumen dengan stempel kerajaan yang sudah disediakan di sana.

Begitu cap kerajaan tertera jelas, Vlad menarik kembali belatinya. Ia melangkah mundur satu langkah, wajahnya tetap dingin tanpa ekspresi.

“Terima kasih,” ucapnya singkat. Suaranya tenang, seolah ia baru saja menyelesaikan pekerjaan sederhana.

Sebelum Ratu Lira sempat membalas, tubuh Vlad seakan menghilang begitu saja ke dalam bayangan. Hanya hembusan angin tipis yang tersisa.

Ratu Lira berdiri terpaku di kursinya, tangannya menyentuh leher yang masih perih. Darah tipis mengalir di sela jarinya. Matanya berkilat marah, giginya terkatup rapat menahan amarah.

Tatapannya kembali tertuju pada arena, tepat ke arah seekor bebek yang sedang berada di tengah duel.

“Bebek sialan itu…” gumamnya penuh kebencian.

1
Anyelir
kasihan bebek
Anyelir
wow, itu nanti sebelum di up kakak cek lagi nggak?
yuyuka: sampai 150 Chap masih outline kasar kak, jadi penulisannya belum🤗
total 1 replies
Anyelir
ini terhitung curang kan?
yuyuka: eh makasi udah mampir hehe

aku jawab ya: bukan curang lagi itu mah hahaha
total 1 replies
POELA
🥶🥶
yuyuka
keluarkan emot dingin kalian🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE: 🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶
total 1 replies
yuyuka
🥶🥶🥶🥶
Mencoba bertanya tdk
lagu dark aria langsung berkumandang🥶🥶
yuyuka: jadi solo leveling dong wkwkwkw
total 1 replies
Mencoba bertanya tdk
🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE
bro...
Mencoba bertanya tdk
dingin banget atmin🥶
FANTASY IS MY LIFE: sigma bgt🥶
total 1 replies
FANTASY IS MY LIFE
ini kapan upnya dah?
yuyuka: ga crazy up jg gw mah ttp sigma🥶🥶
total 1 replies
Leo
Aku mampir, semangat Thor🔥
yuyuka: makasi uda mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir lagi/Slight/
yuyuka: arigatou udah mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir
yuyuka: /Tongue/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!