NovelToon NovelToon
MANTU RAHASIA

MANTU RAHASIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Nikah Kontrak / Dokter Genius / Cinta Seiring Waktu / Kebangkitan pecundang / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: zhar

"HABIS MANIS SEPAH DI BUANG" itu lah kata yang cocok untuk Rama yang kini menjadi menantu di pandang sebelah mata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 Mantu Rahasia

"Apa aja boleh, kamu yakin?"

Rama menatap Tasya lekat-lekat.

Hmm... badannya keren, auranya juga kuat!

Tasya diam sebentar, lalu buru-buru bilang, "Eh.. Tapi jangan salah paham ya, kalau kamu mikir aneh-aneh, itu udah kelewatan."

"Kayaknya kamu belum percaya diri sepenuhnya," Rama senyum kecil.

"Siapa bilang aku nggak percaya diri? Gini aja, kalau kamu bisa ngalahin aku, silakan minta apa aja."

Tasya menggertakkan gigi.

"Kalau gitu, ayo mulai," kata Rama tenang.

"Di dalam mobil? Mana cukup tempat? Mending cari tempat yang luas. Pardi, tolong..."

"Enggak usah," potong Rama cepat. "Kita tanding di sini aja. Serang aku. Kalau bisa kena mukaku, kamu menang."

"Heh, jangan nyesel ya. Tempatnya sempit begini, jangan salahin aku kalau kamu babak belur," ejek Tasya.

"Kalau kamu bisa bikin aku babak belur, itu prestasi luar biasa."

"Kalau gitu jangan salahin aku ya."

Syut!

Tanpa aba-aba, Tasya langsung nyerang. Gerakannya cepat dan tanpa ragu.

Tapi buat Rama, semuanya terasa lambat banget.

Hap!

Dengan tenang, dia angkat tangannya dan langsung nangkap pergelangan Tasya.

Tasya terkejut, tapi langsung angkat tangan satunya, niat nyerang dengan tenaga penuh.

Rama langsung narik dia ke pelukannya.

Wajah Tasya langsung merah antara malu dan marah. Dia coba nyundul kepala Rama.

Tapi Rama hanya geser sedikit, dan kepala Tasya malah nabrak sandaran kursi.

"Ughh..."

Tasya tarik napas tajam, kepalanya berputar.

"Udah kubilang, kamu nggak bakal bisa ngalahin aku." Rama ketawa santai.

"Dasar Sok! Aku nggak bakal kalah!"

Tasya geram, lalu ngangkat lututnya dan langsung nyerang bagian bawah Rama.

Alis Rama langsung mengernyit. Ini cewek mainnya brutal juga.

Cepat-cepat dia tangkap tangan Tasya, lalu memutarnya pelan. Gerakan itu langsung bikin serangan Tasya gagal total.

Tasya kaget dan akhirnya malah terduduk di pangkuan Rama.

Rama bisa ngerasain jelas bentuk tubuh Tasya. Jantungnya berdegup cepat.

Sementara itu, Tasya makin marah sampai rasanya mau muntah darah. Belum pernah dia dipermalukan begini.

"Lepasin aku!" teriaknya.

"Jadi, kamu nyerah?" tanya Rama tenang.

"Aku... aku nggak nyerah! Kamu curang!" kata Tasya sambil menggigit bibir.

"Oh ya? Kalau gitu, coba aja lepasin diri kamu. Kalau bisa, kamu menang," jawab Rama santai.

"Aku akan berusaha sekuat tenaga demi kamu!"

Tasya terus berjuang melepaskan diri, menggeliat di pelukan Rama, seperti ikan yang baru diangkat dari air.

Sopir di depan tetap diam dengan wajah datar, tapi diam-diam menekan sebuah tombol kecil.

Tirai otomatis perlahan turun, memisahkan bagian depan dan belakang mobil, menutup semua pandangan.

Melihat aksi diam-diam dari si sopir, Rama nggak bisa nahan tawa.

"Tasya, udahlah, kamu bikin heboh banget. Tuh liat, sopir kamu sampe salah paham. Dia pikir kita lagi…," ucap Rama sambil ngakak kecil.

Tasya melirik tirai itu sebentar. Wajahnya langsung merah kayak tomat matang.

"Rama, kamu bukan laki-laki sejati!" semprot Tasya.

"Itu ide kamu sendiri buat tanding, masa aku yang disalahin? Gimana bisa itu bikin aku bukan laki-laki?"

Rama geleng-geleng sambil setengah ketawa, setengah pasrah.

"Dasar bejat! Kalian cowok emang menjijikkan! Dan ini... ini nancep di aku!"

Tasya reflek nyari pegangan dan tanpa sadar... meraih sesuatu yang salah.

Mata Rama langsung membelalak.

Tasya juga langsung sadar apa yang dia pegang, dan…

"AAAHHH!"

Dia teriak, tapi... anehnya, nggak dilepas juga.

"Sstt! Pelan-pelan! Tasya, yang kamu lakukan ini... udah jelas-jelas melanggar etika bela diri," kata Rama panik setengah mati.

"Trus kalau aku emang melanggar? Mau apa? Aku lumpuhin itu kamu sekalian!"

Tasya masih panik tapi tetap galak.

"Nona Tasya, aku ini tamu kehormatan lho. Diundang langsung sama kakek kamu. Kalau aku kenapa-kenapa di jalan, penyakit kakek kamu bisa nggak sembuh. Dan kalau itu kejadian... yah, tahun ini bisa jadi tahun terakhir beliau."

Rama ngomong cepat-cepat sambil berusaha jaga napas tetap normal.

"Nona, mohon tenang..."

Sopir, Supardi, akhirnya angkat suara dengan nada serius.

Tasya mendengus, lalu menatap tajam ke Rama. Dengan pipi masih merah padam, dia bertanya lantang,

"Jadi? Sekarang bilang, siapa yang kalah? Kamu atau aku?"

"Aku kalah. Kamu menang."

Rama langsung jawab tanpa pikir panjang.

"Begitu dong!"

Tasya akhirnya ngelepas Rama dan kembali duduk di kursinya dengan bangga, meskipun muka masih semerah cabai.

Rama tarik napas lega. Dalam hati, dia ngerasa baru aja lolos dari medan perang. Dia nggak nyangka bisa kejebak sebrutal itu sama cewek muda yang satu ini.

Sisa perjalanan mereka pun berjalan lebih tenang. Tasya nggak ngomong sepatah kata pun, bahkan pandangan pun enggan ia arahkan ke Rama.

Rama malah senang dengan suasana damai itu. Diam-diam dia mikir, kayaknya dia perlu mulai serius belajar bela diri. Kalau digabung sama energi aneh yang dia punya, siapa tahu bisa ngeluarin kekuatan besar.

Minimal, kalau ketemu situasi aneh kayak barusan lagi, dia bisa langsung ngendaliin keadaan...

Bukan malah dikuasai begitu.

Setengah jam kemudian, mobil akhirnya berhenti di depan Rumah Keluarga Hartono.

Mansion ini udah terkenal banget di Kota Dakarta. Usianya lebih dari enam puluh tahun. Kawasan sekitarnya udah dua kali dibongkar total, tapi nggak ada satu pun yang berani nyentuh rumah keluarga ini. Semua orang tahu siapa mereka.

Begitu masuk ke dalam, Rama langsung dibawa ke ruang tamu.

Di meja makan, sarapan udah tertata rapi. Aromanya bikin perut langsung bunyi.

“Tabib Sakti, silakan duduk. Maaf ya, saya nggak bisa jemput langsung. Hari ini badan saya lemas banget, kepala pusing, dan pandangan agak kabur,” kata seorang pria tua sambil berdiri menyambut.

Itu Pak Adi kepala keluarga Hartono sekaligus kakek Tasya.

“Makanya saya minta cucu perempuan saya, Tasya, buat jemput kamu. Dia nggak bersikap kasar di jalan, kan?”

Pak Adi bahkan narikin kursi sendiri buat Rama.

“Enggak kok, semuanya baik-baik aja,” jawab Rama sambil senyum ramah.

“Kalau begitu, silakan duduk, Tuan Rama,” kata Pak Adi sambil mengangguk.

Tapi belum sempat Rama duduk…

“Tuan, Nona Muda sempat berkelahi sama Tuan Rama di dalam mobil,” ucap sopir, Supardi, tiba-tiba.

Suasana langsung hening.

Beberapa detik kemudian, Pak Adi menatap cucunya dengan tatapan tajam.

"Apa maksudnya ini, Sya?"

Tasya kelihatan panik. “Kakek… aku cuma waspada aja. Siapa tahu dia penipu. Jadi aku… ya cuma ngetes dikit. Nggak ada maksud jahat kok.”

Wajah Pak Adi langsung kelihatan murung.

“Kamu ini… benar-benar udah kelewat dimanja.”

Sambil ngomong, dia angkat tangannya kayak mau menampar.

Rama buru-buru maju dan nahan tangan kakek itu, sambil tetap tersenyum santai.

“Pak Adi, menurut saya, Nona Tasya cuma peduli sama kesehatan Anda. Jadi dia hati-hati, itu bagus, tanda sayang. Lagipula, saya lebih suka orang seperti dia. Punya kepribadian kuat, dan... cantik juga. Sayang banget kalau wajah semungil itu ditampar. Nanti malah nggak enak dilihat.”

Pak Adi mendengus pelan, lalu menurunkan tangannya.

“Baiklah, demi Tabib Sakti Rama, kali ini saya biarkan saja.”

Lalu dia melirik Tasya lagi dengan serius.

“Sekarang, tolong panggil Tuan Parto buat ikut sarapan.”

“Baik, Kakek…”

Tasya menunduk, mukanya kesal dan malu.

Tapi sebelum dia sempat melangkah…

“Haha, nggak usah dipanggil. Orang tua ini udah datang sendiri.”

Tiba-tiba, suara berat dan berwibawa terdengar dari arah pintu.

Seorang lelaki tua berjubah abu-abu masuk, langkahnya tenang tapi penuh tekanan.

“Tuan Parto, perkenalkan, ini Tuan Rama, Tabib Sakti yang saya ceritakan.”

Pak Adi langsung berdiri dan memperkenalkan dengan senyum ramah.

“Dan Tabib Sakti Rama, ini Tuan Parto Darma, dari Kota Bandang. Keahlian beliau di berbagai bidang jauh di atas saya.”

Parto tertawa pendek. “Ah, orang tua ini selalu melebih-lebihkan…”

Tapi saat matanya menatap wajah Rama, tawanya langsung berhenti.

Dia terdiam.

Pandangan matanya membeku, ekspresinya berubah jadi penuh keterkejutan… bahkan sedikit gemetar.

“Eh… kamu…” gumamnya pelan, penuh rasa tidak percaya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!