Katanya, Arsel pembunuh bayaran. Katanya, Arselyno monster yang tak berperasaan. Katanya, segala hal yang menyangkut Arselyno itu membahayakan.
Seorang Berlysa Kanantasya menjadi penasaran karena terlalu banyak mendengar desas desus mengenai cowok bernama lengkap Arselyno M Arxell. Semua murid sekolah mengatakan bahwa Arsel 'berbahaya', menantang gadis yang bernama Lysa untuk membuktikan sendiri bahwa yang 'katanya' belum tentu benar 'faktanya'.
Penasaran kecil yang berhasil membuat Lysa mengenal Arsel lebih dalam. Penasaran kecil yang sukses menjebaknya semakin menjorok ke dalam jurang penasaran.
Pada akhirnya, Lysa mengerti; ternyata mencintai Arsel, memang seberbahaya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon __bbbunga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab XXIV :// Pusing
"Nah, NaOH dan HCI itu disebut pereaksi atau reaktan. Kalau NaCI dan H₂O itu disebut hasil reaksinya," jelas Arsel menerangkan.
Saat ini mereka tengah duduk bersampingan di salah satu kafe di kota Bekasi. Sebenarnya Lysa bisa saja mengajak Arsel belajar di rumahnya. Namun setelah dipikir-pikir lagi, nanti Arga malah akan menggoda dirinya jika tahu ternyata tutor belajarnya adalah Arsel.
Ya, meskipun jarang akur, Lysa tetap sering menceritakan tentang dirinya tau apa pun yang ia suka kepada Arga. Meskipun cuek dan terlihat tidak peduli, saudara kembarnya itu sebenarnya adalah pendengar yang baik. Karena itu Lysa senang curhat dengannya.
"Sumpah, deh, Sel... Kenapa, sih, kimia itu ribet banget? Segala bikin tata nama larutan. Punya anak aja gue belom, ini udah Persia bikin nama aja," keluh Lysa seraya menjatuhkan pena asal
Arsel hanya terkekeh. Mengambil pena Lysa yang menggelinding di atas buku, untuk kemudian menyusulkan kembali ke tangan cewek itu.
"Nggak ribet, kalau udah terbiasa."
Lysa mengembuskan nafas letih. Lalu menatap Arsel seraya melipat tangan di atas buku. "Gue tuh, ya, Sel, sebenarnya nggak bego-bego banget kok! Cuma jarang ngerti aja." Lysa menyengir polos, berusaha membersikan nama baik di depan Arsel.
"Gue juga nggak pintar-pintar banget, kok. Cuma kebetulan ngerti aja," cibir Arsel mengikuti kata-kata Lysa. cewek itu hanya mengerucutkan bibirnya saja.
"Lagian lo itu bukannya nggak ngerti, cuma jarang perhatiin aja kalau guru lagi menerangkan di depan," timpal Arsel lagi dengan tangan yang fokus membolak-balikkan lembar kertas mencari soal yang pas.
"Ih, kok tau, sih?" Lysa spontan mendelik curiga. Kemudian menunjuk Arsel dengan antusias. "Sering perhatiin gue, yaaa?! Cieee... Ketahuan," terkanya percaya diri.
Arsel bungkam. Mengusap tengkuknya bingung. "Apaan, etdah. Fokus belajar, woi, belajar!"
Lysa terkikik geli, lalu mengangguk patuh. Khawatir nanti Arsel merajuk dan tidak mau menjadi tutornya lagi.
"Huft! Ada, nggak, sih, cara biar gue bisa fokus?" keluh Lysa.
"Ada." Arsel menengadah. Memutar badannya menghadap Lysa. Agak memajukan tubuh mendekat. "Lihatin wajah gue aja."
Arsel meletakkan dua tangan di bawah dagu, berpura-pura memasang wajah imut. "kegantengan gue ini mujarab, loh."
Lysa tertawa mengajak seraya mendorong wajah Arsel menjauh. "Nggak nyangka gue, seorang Arsel bisa narsis juga," kikik Lysa. Arsel hanya balas tertawa singkat.
"Udah, udah. Fokus belajar," titah Arsel seraya menyerahkan beberapa soal kepada cewek itu.
Lysa mengangguk sambil menahan tawa. Lalu mulai mengerjakan kelima soal pemberian Arsel.
"Arsel, kayaknya pesan kentang goreng sama cheese burger enak nih!"
"Kerjakan dulu."
"Arsel, main Instagram bentar, ya?"
"Nanti."
"Arsel," panggil Lysa lagi sambil memamerkan cengiran khasnya.
Arsel menatapnya gemas. Sebelum kemudian memukul jidatnya pelan dengan gulungan buku. "Belajar," geramnya, sambil berusaha menahan senyum.
...*****...
Xx:
Taman, yang ada tukang jual es tebu dekat Jalan Kenangan.
Sekarang.
Xx send you a picture.
Arsel mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke arah Lysa yang sedang menyesap jus mangganya. Cewek itu lalu meliriknya bingung, seraya menaikkan alis.
"Kenapa, sih? Gitu amat lihatin gue. Ada cabai, ya, di gigi gue?" Lysa langsung menutup mulut, siapa tahu memang ada cabai yang menempel di giginya.
Arsel menggeleng. "Segini dulu aja belajar hari ini. Yuk, kita pulang"
Lysa menurunkan. Tangannya. Lantas menatap Arsel menerka-nerka. "Ada tanding tinju, ya?"
"Enggak."
"Lo dapat job lagi?" terka cewek itu lagi, penasaran.
Arsel mengangkat wajah. Memandang Lysa sekilas, tidak menjawab. Cowok yang memakai jaket hitam itu malah mulai membereskan buku di atas meja.
Bagi Lysa, diam itu artinya iya. "Harus banget, ya, lo ambil, Arsel? Gimana kalau lo kenapa-kenapa?"
Arsel tidak menjawabnya. Malah tersenyum manis ke arahnya. "Lo ke parkiran duluan aja. Biar gue yang bayar."
Lysa mengulum bibir. Tampaknya, orang seperti Arsel tidak bisa dihentikan hanya dengan sekedar kata saja.
Karena Arsel sudah beranjak ke kasir, Lysa mulai menyusun buku-bukunya masuk ke dalam tas sebelum bangkit berdiri. Cewek berambut coklat kehitaman itu refleks menabrak seorang laki-laki ketika ia hendak balik badan. Membuat minuman yang cowok itu bawa refleks tumpah ke bajunya.
"Woi! Bisa hati-hati, nggak, sih, lo?" semprot cowok itu. Nada bicaranya sedikit berteriak, spontan membuat Lysa berjengit kaget.
"So-sorry. Gue nggak lihat kalau ada orang." Lysa mengambil tisu asal di atas meja. Berniat mengelap kemeja cowok itu yang basah.
Cowok itu malah menepis tangannya. "Jadi orang itu jangan teledor dong makanya! Mata itu digunain, jangan cuma dijadiin aksesoris doang!"
Lysa melempar tisu di tangannya kesal."Lo, kok, jadi marah-marah, sih? Gue udah minta maaf juga!"
"Memang lo pikir dengan minta maaf baju gue bisa kering lagi, gitu?" cowok itu mendorong bahu kiri Lysa, seraya menatap tajam.
"Lo, kok, nyinyir banget, sih? Main kasar sama cewek, kayak banci. Tau nggak?"
Cowok itu menatap Lysa tidak percaya, baru kali ini melihat cewek yang berani melawan balik omongannya. "Mulut lo minta digampar, ya!"
Belum sempat tangan cowok itu menyentuh pipi Lysa. Tangan cowok itu sudah keburu dicekal kuat oleh Arsel. "Jangan sentuh dia."
Lysa memeletkan lidahnya merasa menang. Tentu saja, pelindungnya sudah datang.
Cowok itu memalingkan wajah, melihat Arsel. Detik berikutnya, baik Arsel maupun cowok itu sama-sama membulatkan bola mata kaget. Cekalan tangan Arsel pun seketika mengurai perlahan.
"Hoho! Sobat lama rupanya," celetuk cowok itu kemudian. Membuat Lysa mengerutkan keningnya bingung.
"Arsel, lo kenal sama si nyinyir ini?$
Menyadari suatu hal, raut wajah cowok itu berubah antusias. Melirik ke arah Lysa seraya tersenyum aneh. "Udah dapat mainan baru kayaknya."
"Sa. Lo ke parkiran dulu aja,$ titah Arsel, tak mengacuhkan raut wajah bingung yang Lysa tunjukan kepadanya.
Namun Lysa tetap memilih pergi, membiarkan dia orang itu menyelesaikan masalahnya berdua. Cowok tadi masih tidak mengalihkan tatapannya pada Lysa sampai cewek itu benar-benar menjauh dari mereka.
"Buang jauh-jauh pikiran kotor lo itu, Bagas."
Bagas Alberto. Ya, Arsel mengenali cowok itu, bahkan sangat mengenalinya.
"Hoho...Sans, Bro! Udah lama, loh, kita nggak ketemu? seharusnya lo baik-baiklah sama gue," sahut Bagas tersenyum miring seraya menepuk pundak Arsel. Arsel segera menepis tangan itu.
Bagas menghela nafas seraya bersendekap angkuh. "Ya, seharusnya lo udah tau kalau gue bakalan kembali."
"Apa mau lo?"
Bagas suka pertanyaan ini. "Sama kayak dulu. Gue mau kekalahan lo."
Arsel tak menggubris, hanya menatapnya tajam. Memilih untuk beranjak pergi meninggalkan Bagas saja
"Gue baru tau kalau kemenangan lo itu ternyata bisa dibeli. Seharusnya gue beli itu dari dulu, ya?" cibir Bagas kembali, spontan menghentikan langkah Arsel.
"Gue kasih penawaran menarik buat lo. Lo jual kemenangan lo ke gue buat pertandingan Minggu depan. Dan gue bakalan bayar sepuluh kali lipat dari harga menang. Gimana?"
Kedua tangan Arsel mengepal geram. Ia kemudian menghembuskan nafasnya pelan, sebelum kemudian memilih pergi menghampiri Lysa yang menunggunya di parkiran. Tidak mengacuhkan penawaran menarik dari Bagas barusan. Menurutnya Bagas terlalu ingin lebih unggul darinya sampai ingin membeli kemenangan Arsel dengan cara yang tidak biasa, dan itupun Arsel agak aneh dengan tawaran itu. Tidak ada yang beres.
...*****...
thor mampir juga dong ke ceritaku..