Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindahan
Nadia baru saja selesai dengan aktivitasnya. Ia merenggangkan badan yang pegal sambil berdiri untuk mengambil minum di kulkas. Setelah meneguk air dingin, pikirannya melanglang buana.
Ternyata benar dugaanku. DewaSlotus itu memang milik Mas Nufus. Hah, ternyata kemarin-kemarin aku punya suami dan mertua mafia di negeri ini, batinnya sambil terkekeh pelan menertawakan dirinya sendiri. Ia bisa sampai pada kesimpulan itu karena saat dicek, kepemilikan memang sudah dialihkan ke nama Nufus tanpa sepengetahuan Xadewa.
Sebelumnya, Nadia juga baru saja mengirimkan data penting secara anonim ke lembaga negara. Data itu berisi bukti bisnis keluarga Angin yang merugikan negara dengan mengambil hasil bumi secara ilegal. Nadia yakin, jika hukum benar-benar ditegakkan, Angin bisa ditangkap. Meski mungkin mereka sudah bekerja sama dengan aparat, masih ada peluang untuk menjerat mereka jika kasus ini dikawal oleh masyarakat luas.
Nadia pergi membuang sampah ke belakang rumah. Setelah kembali, Nadia mendapati Xadewa sudah menunggunya di ruang tengah.
"Nadia. Ayo ikut gua sekarang. Kita pindah dari rumah ini."
"Pindah?"
"Iya. Kita pindah ke rumah gua di status kita yang sudah resmi jadi suami istri ini." Begitu kata Xadewa. Mereka saat ini sudah resmi menjadi suami dan istri setelah menjalani pernikahan sederhana dan rahasia di rumah orang tua Nadia. Dan sekarang Xadewa ingin memboyong Nadia ke rumahnya yang sesungguhnya, yang sebenarnya tidak jauh dari rumah yang ditempati sekarang. Mungkin nanti Nadia akan tercengang karena lumayan mewah.
"Okeh."
Mereka tidak repot pindahan. Sesuai permintaan Xadewa, mereka hanya membawa diri saja. Tidak lama kemudian mereka sampai tempat tujuan.
Seperti dugaan Xadewa di awal, Nadia terhenyak dengan keadaan rumahnya yang terbilang bisa dikatakan rumah mewah. Bahkan di dalam sana ada lift segala.
Sebelum Nadia banyak tanya, ia menarik wanita itu ke dalam kamarnya, lalu di kunci. Barulah Nadia bertanya disitu ke Xadewa. "Bang, rumahnya bagus banget. Kamu emangnya gak mau cerita siapa kamu dan keluarga kamu? Apa aku harus cari tahu sendiri?" Ujar Nadia dengan Nada bercanda.
"Iya ini aku mau cerita sedikit demi sedikit, Nad."
"Cie, aku? Gua lu nya kemana nih Bang?"
Xadewa senyum, "Ya terserah sih, maunya aku-kamu atau gua-lu kaya biasanya."
"Kaya biasanya abang aja. Soalnya aneh kalau abang tiba jadi begitu. Lagian aku suka abang karena karakter abang apa adanya yang aku tahu."
"Yaudah kalau gitu gua kaya biasanya." Tiba-tiba Xadewa memeluk tubuh Nadia. Nadia tangannya kemudian terulur untuk memeluk tubuh Xadewa. Mereka hanyut dalam pelukan tersebut dalam ber menit-menit lamanya. Seakan saling menguatkan satu sama lain.
Nadia kira, saat resmi nikah, Xadewa akan beringas ingin mengambil haknya. Tapi ternyata tidak. Laki-laki itu cenderung seperti senang yang ke arah bahwa dia ada tempat untuk berbagi. Nadia berfikir Xadewa anak broken home sampai-sampai nikah pun tidak mau melibatkan orang tuanya. Maka jika itu benar, Nadia akan segenap memberi kenyamanan untuk laki-laki itu yang sekarang sudah menjadi suaminya.
Pelukan pun mengendur dan dilepaskan Xadewa. Kemudian laki-laki itu menarik tengkuk Nadia, dan mencium bibirnya dengan lembut. Seperti adegan di drama picisan, ciuman mereka hangat tapi tidak terlalu menggebu. Sekedar pertemuan bahwa mereka telah saling jatuh cinta. Ya walaupun ini bukan kali pertama, bahkan mereka lebih dari ini melakukan sesuatu, tapi kali terasa lebih bermakna.
Meskipun diantara mereka tidak ada mengutarakan isi hati perasaan sayang satu sama lain, tapi mereka paham ada kata cinta yang hadir diantara mereka dari kepedulian dan kekhawatiran yang timbul.
"Nad, janji jangan tinggalin gua setelah lu tahu siapa gua sebenarnya meskipun kenyataan pahit?"
"Iya bang, aku janji nggak bakal ninggalin abang."
Kemudian ciuman berlanjut, kali ini lebih mendalam. Nadia sekarang terbaring di bawah Xadewa. Ketika pagutan mereka terlepas, Xadewa beranjak seperti ingin mengambil sesuatu, namun dicegah oleh Nadia.
"Mau kemana, Bang?"
"Mau ambil pengaman dulu."
"Nggak usah." Tolak Nadia. "Nggak usah pakai itu segala Bang." Lalu Nadia kali ini yang melingkarkan tangannya ke leher Xadewa, hendak menariknya hingga kembali bertemu bibir sekilas.
"Tapi nanti kalau lu hamil, gimana?"
"Kalau aku hamil, ya aku lahirin anaknya."
Nadia ingin meyakinkan Xadewa. Dia tidak mau membebani hubungan mereka dengan terlalu banyak rencana atau ketakutan. Baginya anak adalah anugerah. Kalau diberi, mereka akan syukuri. Kalau tidak, juga tidak mengapa. Hidup harus dijalani dan dinikmati, bukan terus dipikirkan sampai takut melangkah.
Lagipula, kenapa Xadewa sebegitunya takut jika anaknya terlahir?
...***...
Di sisi lain, setelah menyelesaikan urusan permaslahan mereka, Angin dan Licy baru sempat duduk di meja makan untuk menikmati makan malam.
Tiba-tiba Nufus datang. Ia baru pulang dari aktivitas di markas rahasia, markas yang kepemilikannya sekarang sudah diambil alih olehnya.
Tanpa basa-basi, Nufus langsung menarik kursi dan duduk di sana, bergabung dengan Angin dan Licy. Ia menatap hidangan di atas meja, tapi tidak langsung mengambil apa pun, meski Angin dan Licy sudah mulai makan sambil meliriknya.
Nufus lalu memberi perintah pada pelayan yang berjaga di dekat situ.
"Kau cicipi makanan ini satu per satu."
Awalnya pelayan itu terdiam, ragu karena merasa itu bukan bagian dari tugasnya. Apalagi Nufus yang memerintah, bukan tuan rumah. Melihat itu, Nufus menoleh dengan tatapan tajam dan mengeluarkan senjata.
Praktis pelayan itu ketakutan dan langsung menurut. Ia mencicipi semua hidangan satu per satu. Setelah yakin tidak ada yang mencurigakan, Nufus akhirnya makan sedikit saja, lalu berdiri dan pergi meninggalkan Angin dan Licy.
Angin mendecak kecil lalu berkomentar santai. "Lumayan juga, dia belajar cepat."
Licy mendengus sinis. "Cih. Tapi tetap saja dia tidak bisa disandingkan dengan Xadewa."
"Laporan masuk, aktivitas penyusup sistem kita lokasinya berada di tempat Xadewa. Apakah yang sedang terjadi? Atau memang benar Xadewa yang berusaha membobol?" Ujar Angin.
"Entah. Kali ini aku yang terjun langsung. Aku akan kesana melihat apa yang tengah terjadi."
.
.
Bersambung.
dibuang ibu tidak diakui ayahmu,lalu dipungut kakakmu dan dijodohkan
lalu disuru cerai pula
apa kamu hendak menyerah
Lanjut baca, dari tadi rebutan ponsel sama bocil