⛔: Ini hanya fiksi, jika terdapat kesamaan nama, tempat atau kejadian, itu hanyalah kejadian yang tidak disengaja.
Wilona percaya ia memiliki segalanya—cinta, rumah tangga yang hangat, dan suami yang setia. Tapi semua runtuh saat seorang wanita datang membawa kenyataan pahit: ia bukan satu-satunya istri. Lebih menyakitkan lagi, wanita itu telah memberinya sesuatu yang tak bisa Wilona berikan—seorang anak.
Dikhianati oleh orang yang paling ia percaya, Wilona harus memilih: terpuruk dalam luka, atau berdiri dan merebut kembali hidupnya.
"Ketika cinta tak cukup untuk setia… akan kau pilih bertahan atau pergi?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon viaeonni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
"Aku tidak ingin membawa hal ini ke jalur hukum," ucap Wilona lirih, menunduk tanpa berani menatap mata Karin dan Radit.
Begitu Wilona siuman, keduanya langsung menyampaikan hasil pemeriksaan dokter mengenai kondisi fisiknya. Mereka berharap Wilona bersedia membawa kasus kekerasan ini ke ranah hukum, dan mereka telah sepakat untuk sepenuhnya mendukungnya.
Namun keputusan Wilona menolak justru mengejutkan mereka.
"Apa? Kenapa, Wilona? Jangan bilang kamu masih punya rasa pada bajingan itu?" sergah Karin dengan nada tinggi, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya.
Radit segera meraih tangan istrinya, mencoba meredam emosinya.
"Sayang, cukup dulu. Mungkin Wilona masih perlu waktu. Dia baru sadar, dan pasti kondisinya masih lemah," ucap Radit dengan nada tenang, memaklumi reaksi impulsif istrinya.
Wilona tetap diam. Matanya memerah, namun tak ada air mata yang keluar. Ia hanya ingin semuanya segera berakhir.
"Aku hanya ingin bercerai dan menjalani hidup dengan tenang ke depannya," ucap Wilona pelan namun tegas. "Aku ingin benar-benar lepas dari Aryan, tanpa ada satu pun ikatan yang tersisa."
Ia menghela napas, mencoba menenangkan pikirannya yang masih kacau. "Kalau aku memilih untuk memenjarakannya, aku yakin hidupku justru akan semakin rumit. Keluarganya tidak akan tinggal diam. Mereka pasti akan melakukan segala cara untuk membalas dan menghancurkan hidupku karena telah mempermalukan Aryan."
Wilona menatap kedua orang didepannya dengan tatapan penuh keyakinan. "Aku tahu siapa mereka. Salah satu kerabat Mama Lita adalah pejabat tinggi, dan dengan uang serta jabatan, segalanya bisa diatur. Bahkan jika Aryan dipenjara pun, aku yakin dia tidak akan bertahan lama di balik jeruji. Mereka tidak akan peduli jika Aryan yang bersalah sekalipun."
Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan emosi yang kembali naik.
"Sementara aku... Aku hanya perempuan biasa, tidak punya kuasa, tidak punya pelindung. Aku hanya ingin keluar dari lingkaran itu secepat mungkin tanpa harus bertarung di medan yang jelas-jelas tidak adil. Aku tidak ingin bersinggungan lagi dengan mereka."
Karin dan Radit terdiam, tak bisa langsung membantah. Meski mereka tidak setuju, namu yang dikatakan Wilona ada benarnya. Keluarga Aryan tidak semudah dibayangkan, dengan kekuasaan yang mereka miliki, mereka bebas berbuat semaunya. Mereka tidak akan segan-segan melenyapkan Wilona, jika wanita itu memiliki potensi membahayakan.
Radit sendiri, juga tidak bisa sepenuhnya melindungi Wilona. Pasti akan ada pertentangan di keluarganya. Yang hanya bisa ia lakukan adalah membantu wanita itu lepas dari Aryan.
"Kenapa aku tidak memikirkan sejauh itu," gumamnya lirih. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, merasa kecewa pada diri sendiri. “Maaf, Wilona. Untuk urusan sebesar itu... mungkin aku memang tidak bisa banyak membantu.”
Wilona menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, Radit. Justru aku yang berterima kasih. Aku tidak ingin kalian ikut terseret atau sampai mendapatkan masalah karena membantuku. Aku tahu betul keluarga Aryan, mereka tidak akan tinggal diam."
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan gejolak di dadanya.
"Bantu aku saja untuk menyelesaikan perceraian ini. Itu sudah lebih dari cukup. Tanpa kalian, aku mungkin tidak tahu harus bagaimana." Suaranya melembut, namun tetap terdengar penuh keteguhan.
Radit menatapnya. Dalam hati, ia makin yakin Wilona jauh lebih kuat dari yang pernah ia bayangkan.
Sontak, Karin langsung memeluk Wilona erat. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, hanya pelukan hangat yang berusaha ia jadikan sebagai bentuk dukungan dan penguat. Dari dulu, ia memang selalu merasa iba pada Wilona, wanita yang sejak awal seperti tak pernah benar-benar diterima di tengah keluarga besar mereka.
Setiap kali ada acara keluarga, Wilona selalu tampak sendirian. Dipandang sebelah mata, bahkan seolah dianggap tak ada. Hanya Karin dan Ibu Radit, Tante Mirna yang sesekali menyapa dan mengajaknya bicara. Selebihnya? Wilona seperti bayangan yang tidak pernah dilihat kehadirannya.
"Terimakasih..." suara Wilona bergetar di sela Isak tangisnya. "Dari dulu... hanya kamu dan Tante Mirna yang peduli padaku. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan kalian."
Tubuhnya bergetar dalam pelukan Karin, menangis tanpa bisa lagi ditahan. Rasa sakit, rasa syukur, semuanya tumpah jadi satu.
"Aku tahu... Kamu adalah wanita kuat Wilona." Karin mengelus punggung bergetar Wilona.
"Kamu tenang saja Wilona... Aku akan berdiskusi dengan Om Danu tentang masalah ini. Semoga saja Om Danu mau membantu mu. Kamu tau kan, Om Danu adalah orang yang paling ditakuti oleh Aryan."
Setelah beberapa saat.
Wilona memaksa Karin dan Radit untuk pulang setelah Silla, putri kecil mereka, menelepon sambil menangis meminta orang tuanya segera kembali ke rumah.
Awalnya, Karin dan Radit bersikeras ingin tetap tinggal menemani Wilona. Mereka khawatir meninggalkannya sendirian dalam kondisi lemah seperti ini. Namun, Wilona terus memohon. Ia merasa sangat tidak enak telah merepotkan mereka di malam hari seperti ini. Apalagi Silla pasti sangat ketakutan karena ditinggal cukup lama, meskipun ada pengasuhnya.
Akhirnya, dengan berat hati, Karin dan Radit setuju untuk pulang. Mereka berjanji akan kembali menjenguk Wilona besok pagi.
"Untung mereka tidak meninggalkan koper ku," ucap Wilona saat melihat tiga koper disudut ruangan. Entah apa saja yang wanita itu bawa, rupanya kepergiannya telah ia persiapkan dengan matang.
"Haaahhh..." Wilona menghela napas panjang, suara hatinya lirih namun sarat luka.
"Setelah ini… aku benar-benar akan sendiri di dunia ini." Wanita itu bicara pada dirinya sendiri.
Matanya menatap kosong ke langit-langit kamar rumah sakit, seolah mencari kekuatan dari kehampaan.
"Kakak… semoga Kakak baik-baik saja di luar sana, semoga hidupmu bahagia.”
Air matanya kembali mengalir, perlahan namun tak terbendung.
“Maafkan aku… Maaf karena dulu aku mencampakkan mu demi menikah dengan Aryan. Padahal selama ini, hanya kakak yang selalu ada, yang menghidupi dan melindungi ku setelah Ayah dan Bunda pergi dalam kecelakaan itu.”
Wilona menggigit bibirnya, menahan sesal yang menyesakkan dada.
“Mungkin… semua yang ku alami sekarang adalah balasan. Karma karena aku tidak tahu diri… karena aku meninggalkan satu-satunya keluarga yang benar-benar mencintaiku.”
Wilona kembali teringat sosok kakak laki-lakinya, satu-satunya keluarga yang ia miliki setelah kepergian Ayah dan Bunda.
Laki-laki itu rela bekerja sambil kuliah demi memastikan adiknya tetap bisa hidup layak, demi masa depan Wilona yang lebih baik.
Meski di hadapannya kakaknya selalu tersenyum dan berusaha tampak ceria, Wilona tahu betapa besar beban yang dipikul pria itu. Ia pernah memergokinya diam-diam menangis, memeluk erat bingkai foto orangtua mereka sambil menggigit bibir, seolah menahan segala rasa lelah dan putus asa yang tak bisa ia bagi pada siapa pun.
Kakaknya pernah berkata, "Kalau kamu bahagia, semua ini tidak akan terasa berat buat kakak."
Dan kini, kenangan itu menghantam Wilona dengan perasaan bersalah yang tak terlukiskan.
"Kakak... Jika Tuhan mentakdirkan kita bertemu nanti. Aku... aku akan, bersujud memohon maaf padamu."
Wilona tak tahu di mana keberadaan kakaknya sekarang. Sejak hari pernikahannya dengan Aryan, pria itu menghilang begitu saja tanpa kabar. Rumah peninggalan orangtua mereka pun dijual tak lama setelahnya, langkah yang membuat hati Wilona hancur.
Sebelum semuanya terjadi, mereka sempat bertengkar hebat. Kakaknya menentang keras pernikahan itu, apalagi setelah mengetahui syarat-syarat tak masuk akal yang diajukan keluarga Aryan. Bagi kakaknya, syarat itu bukan hanya tidak manusiawi, tapi juga merendahkan martabat Wilona sebagai seorang perempuan.
Namun saat itu, Wilona buta oleh cinta. Ia tak mendengar peringatan kakaknya, dan justru menyakitinya dengan pilihan yang kini ia sesali dalam-dalam.
BERSAMBUNG
JANGAN LUPA BERI LIKE, KOMEN DAN VOTE
DUKUNGAN TEMAN-TEMAN SEMUA SANGAT BERHARGA.....LOVE YOU ALL.....
Wes to gae duso seng okeh bar iku garek entuk karmane.
ko lek wes miskin po knek penyakit br tau rasa.
bagus bagus biar tmbh hancur nnti.
dah bner si anak dpt wanita baik hidup tertata mlh di hancurkan.
Sekarang balik lagi Aryan suka mabuk dan free sex. sakit kau nnti Amanda kl tau Aryan bgitu 🤣
hbis ini kluarga Aryan tambh hancur.