TIDAK DIREKOMENDASIKAN UNTUK DIBACA, KALIAN BISA PILIH NOVEL YANG LAIN (DISARANKAN YANG TERBIT DARI 2022 KE ATAS) ... KALAU MASIH NEKAT, SILAHKAN DIMAKLUMI SEMUA KEANEHAN YANG TERDAPAT DI DALAM NOVELNYA.
SEKIAN _ SALAM HANGAT, DESY PUSPITA.
"Aku merindukanmu, Kinan."
"Kakak sadar, aku bukan kak Kinan!!"
Tak pernah ia duga, niat baiknya justru menjadi malapetaka malam itu. Kinara Ayunda Reva, gadis cantik yang masih duduk di bangku SMA harus menelan pahit kala Alvino dengan brutal merenggut kesuciannya.
Kesalahan satu malam akibat tak sanggup menahan kerinduan pada mendiang sang Istri membuat Alvino Dirgantara terpaksa menikahi adik kandung dari mendiang istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini Pasti Salah (Kina)
"Tidak, ini pasti salah. Aku harus mencobanya lagi."
Hilang akal, Kinara masih belum bisa menerima benda yang ada dalam genggamannya itu. Ia kembali mengambil satu alat yang masih tersisa. Ia mencobanya kembali ke dalam kamar mandi.
"Kuharap alat itu rusak," gumam Kinara menyemangati dirinya sendiri.
Beberapa saat ia menunggu. Was–was, itulah yang ia rasakan. Detik demi detik berlalu begitu lambat, seakan memberi ruang pada kegelisahan dan ketakutan untuk merongrong jiwanya.
Ia mengambil kembali alat itu. Ia genggam dalam–dalam, dengan menyembunyikan garis itu agar tak terlihat lebih awal.
"Ya Allah, semoga alat itu rusak. Kumohon," ucapnya lagi.
Perlahan, genggaman tangan itu mulai ia buka.
"Haaa … " raungnya lirih. Buliran kristal itu kembali membanjiri paras cantik itu.
Tak ada sedikitpun tawa, namun luka yang menusuk jiwa dan raga.
"Nona Kina … " panggil Sera dari luar. Berulang kali ia mengetuk pintu kamar mandi. Ia khawatir dengan Kinara yang tak kunjung keluar dari kamar mandi. Ia takut Kinara tak sadarkan diri seperti tempo hari.
"Nona apakah Nona mendengar suara saya?" tanya Sera lagi. Ia tak tau harus melakukan apa. Ingin mendobrak pintu, ia tak bisa.
"Sebentar Mbak," sahut Kinara dari dalam kamar mandi. Ia berusaha sekuat mungkin agar suaranya tak bergetar.
Kinara mengusap kasar buliran itu agar berhenti menetes dari sumbernya. Air dari wastafel ia cipratkan keras ke wajahnya berulang kali. Ia tak ingin keluar dalam keadaan yang kacau.
Kinara menatap bayangan dirinya pada pantulan cermin yang ada di sana. Berulang kali ia menghirup napas dalam dan membuangnya kasar.
Kinara keluar dengan benda yang ia sembunyikan di ballik bajunya. Ia tak ingin Sera mengetahui bagaimana keadaannya dan mengadukannya pada sang Ayah.
"Nona, apakah Nona baik–baik saja?" tanya Sera panik.
"Aku baik–saja, Mbak. Memangnya aku kenapa?" ucap Sera.
"Ta–tapi …"
Sera melihat mata yang sembab. Namun ia tak berani untuk mengungkapkannya.
"Mbak buatkan aku sarapan," titah Kinara.
"Baik Nona."
Sera memilih untuk menuruti titah sang majikan. Ia pergi meninggalkan Kinara sendirian di dalam kamarnya.
**********
Di dalam mobil, di kursi penumpang, Kinara melamun sembari mengamati pohon–pohon yang menghiasi pinggir jalan. Ia memikirkan bagaimana nasibnya ke depan. Kali ini, Gio tak ia ijinkan untuk menjemputnya. Ia belum siap menceritakan bagaimana hasil dari benda yang ia gunakan itu.
"Mbak, jangan melamun. Nanti kesambet setan loh," tegur sang sopir mobil online yang telah Kinara pesan dengan lembut.
"Gak Pak. Tetap fokus saja ya sama kemudinya."
Kinara hanya ingin tenggelam dalam dunianya saat ini, tenggelam dalam pikiran yang tak tahu langkah apa yang harus ia lakukan.
Sepanjang menuntut ilmu di pagi itu, Kinara tak punya hasrat. Rasa lemas ia rasakan.
"Pak, saya ijin ke UKS ya pak. Saya tidak enak badan."
"Silahkan."
"Mau aku temani?" tanya Afkhar. Wajah Kinara yang cukup pucat membuatnya khawatir pula.
Kinara menggeleng lemah sembari tersenyum. "Tak usah. Aku bisa sendiri," tolaknya halus.
Tak menunggu waktu lama, Kinara berlalu, menuju ke ruang kesehatan itu untuk membaringkan diri di sana.
"Aku lelah Tuhan," gumamnya lirih.
Tenggelam dalam pikiran, membuatnya tanpa sadar memejamkan matanya, tenggelam ke alam mimpi.
**********
"Reva," panggil Afkhar.
Kinara sedikit terkejut. Suara itu membangunkannya dari alam mimpi, yang ternyata sudah cukup lama.
"Eh Afkhar."
"Aku mengagetkanmu ya?" Afkhar tak enak hati karena Kinara bangun akibat ulahnya.
"Ah tidak kok."
"Syukurlah."
Afkhar bernapas lega. Tujuannya ke sini, ia ingin melihat keadaan Kinara. Ia juga ingin mengajak Kinara makan terlebih dahulu ke kantin untuk memulihkan tenaganya.
"Mau ku bawakan makanan ke sini, atau mau ikut ke kantin?"
"Ikut ke sana saja. Bosan juga ada di ruangan ini," putus Kinara.
"Baiklah ayo!"
Dua piring menu makan siang telah berada di depan mereka. Namun Kinara enggan untuk menyantap makanan itu. Aroma makanan itu begitu menyengat, menusuk hidungnya. Aroma yang seharusnya begitu sedap, berubah memuakkan bagi Kinara. Nasi yang ada di atas piring pun berubah menjadi makhluk menjijikkan di netranya.
"Astaga Tuhan, bagaimana ini?" keluhnya dalam hati.
Kinara mencoba memaksakan ingin menyantap menu makan siang itu. Namun rasa mual kembali menyerangnya.
"Mau kemana Rev?"
Afkhar kebingungan kala melihat Kinara berlari ke luar kantin.
Kinara berlari secepat mungkin, mencari kamar mandi terdekat. Hanya cairan bening yang ia memuntahkan. Keringat dingin membanjiri tubuhnya.
"Reva …!" teriak Afkhar dari luar kamar mandi. Ternyata ia mengikuti kemana Kinara pergi. Ia hanya bisa menunggu di depan kamar mandi wanita.
"Afkhar," gumamnya lirih. Kinara segera membasuh mulutnya dan juga wajahnya kemudian segera keluar dari sana.
"Kamu kenapa?" tanyanya khawatir.
"Aku gak papa. Hanya saja maagku kambuh jadi ya seperti ini." Senyum yang terukir begitu dipaksakan, membuat Afkhar meringis.
"Sudah minum obat?"
"Su–sudah tadi sebelum berangkat sekolah." Tak punya pilihan lain. Kinara membohongi teman karibnya itu.
"Minum obat penggantinya dulu ya?" tawar Afkhar.
"Gak usah ya. Nanti sepulang sekolah saja aku akan meminumnya kembali," ucap Kinara sembari tersenyum, meyakinkan Afkhar agar percaya kepadanya.