Keanu Wiratmadja
Presdir muda yang tak pernah tertarik pada seorang wanita selama hidupnya, tiba-tiba hatinya tergerak dan ingin sekali memilikinya. Karena dia wanita pertama baginya.
Keana Winata
Putri semata wayang yang sangat disayangi ayahnya, tapi bukan berarti dia putri yang manja. Dia berbeda, sehingga dapat membuat seseorang tergerak hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ade eka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Malam menyambut kepenatan Ana setelah berkatifitas. Belum lagi emosi dan energinya telah terkuras meladeni Tuan yang gila alias Ken dan juga pamannya, Tuan Bram.
Ana memilih untuk berendam. Dengan berendam bisa mencharge kembali mood dan energinya. Ana memejamkan matanya sambil sesekali memainkan air.
Setelah setengah jam, Ana pun keluar dengan rambut yang digulung dengan handuk kecil dan memakai piyama handuk untuk menutupi tubuhnya selepas dia mandi. Kini wajahnya sudah lebih segar dan otaknya sudah bisa bekerja dengan benar.
Ana berjalan menuju walkin closet miliknya, menyambar sebuah piyama dan memakainya. Ditaruhnya piyama handuk itu di keranjang baju kotor dekat kamar mandi.
Kini Ana sedang mengeringkan rambut hitamnya yang panjangnya hampir sepinggang. Dia duduk di meja riasnya sambil bercermin.
Sambil menyisir rambutnya yang masih basah, dia mengingat-ingat kembali pertemuannya dengan Ken. Dalam bayangannya di dalam cermin, terlihat Ana saat Ken datang yang membuatnya kaget dan terperanjat ke lantai. Saat dia menerima uluran tangan Ken dan berakhir dalam dekapannya, juga saat wajahnya disentuh oleh Ken. Pipi Ana sudah merona.
Kemudian dari bayangan cermin, Ana mengingat saat-saat yang paling membuatnya hampir mati karena jantungnya bergerak terlalu cepat. Saat dimana dia tak sengaja dia mencium pipi Ken dan akhirnya berakhir dengan bibir mereka yang bertemu bahkan Ken sudah berani melumatnya dengan lembut.
Ana memegangi bibirnya. Seperti masih tertinggal rasa dari bibir Ken di sana. Kemudian dia menangkup pipinya dengan kedua tangannya. Pipinya kini sudah merah seperti tomat.
"Hey pipi, kenapa kamu berubah warna?!", ucap Ana sambil menepuk-nepuk pipinya.
Kemudian dia merasakan jantungnya sedang marathon di dalam dadanya.
"Hey jantung, kenapa kau detakanmu cepat sekali?!", kini Ana menegur jantungnya.
"Sebenarnya aku ini sakit atau apa sih. Kenapa pipiku berubah seperti tomat dan jantungku berdebar seperti ini saat memikirkan si Tuan itu sih", Ana menggerutu sendiri sambil menatap cermin.
"Siapa tadi namanya? Ken ya?! Sepertinya dia tertarik dengan gantungan kunciku. Ahh iya, yang satu lagi aku berikan pada siapa ya waktu itu. Aku benar-benar lupa", ucapnya mengingat-ingat sambil menyangga dagunya dengan satu tangan. Matanya menerawang ke atas langit-langit kamarnya berusaha mengorek masa lalunya.
Ana menyambar tasnya yang berada di atas ranjang. Kemudian dia perhatikan gantungan itu lekat. Ana menggenggamnya sambil bergumam.
"K, Ken! K, Ken! K, Ken!", gumamnya terus sambil terus menyisir rambutnya.
Tiba-tiba Ana mengingat sesuatu, dia begitu bersemangat hingga menaruh sisirnya dengan kasar sampai mengeluarkan bunyi keras.
"Iya, itu dia!", ucapnya bersemangat bangkit dari duduknya.
"K, Ken, Keanu. Keanu Wiratdmaja", tambahnya lagi dengan mata berbinar. Dia seperti habis mendapatkan jackpot.
Ana menghambur keluar kamarnya. "Ayaahh!", teriaknya sambil menuruni tangga.
Di ruang baca, Tuan Danu dapat mendengar dengan keras suara putrinya yang melengking dan membuat telinganya sakit. Tuan Danu mengernyit menahan lengkingan suara Ana. Dia menggeleng pelan sambil tersenyum. Putrinya memang sesuatu baginya, di saat seperti ini ada saja tingkah putrinya yang dapat menghilangkan sejenak beban Tuan Danu.
Setelah sampai di ruang baca, Ana langsung menghambur ke pelukan ayahnya sambil tersenyum bahagia.
"Hey kau ini sudah dewasa. Kenapa masih berlarian seperti anak kecil!" , tegur Tuan Danu pada Ana.
"Memangnya kenapa, apa ayah tidak suka?! Ayah tahu, aku sedang bahagia ayah", ucapnya dalam pelukan ayahnya.
"Baiklah, beritahu ayah apa yang membuatmu begitu bahagia?", tanya Tuan Danu seraya melepas pelukan putrinya.
"Apa ayah tahu?" Tuan Danu menjawab dengan gelengan kepala.
"Iya, makanya akan kuberitahu", Ana menunjukkan gantungan kunci miliknya sambil tersenyum lebar hingga barisan giginya yang rapih terlihat semua.
"Aku bertemu dengannya ayah!", seru Ana antusias seraya melompat-lompat kegirangan.
"Siapa?", tanya ayah pura-pura tidak tahu. Tuan Danu berusaha menahan senyumnya.
"Keanu ayah, Keanu!", ucapnya lebih antusias lagi. Dan ayahnya hanya ber'oh saja.
"Ugh, ayah sangat menyebalkan! Kenapa tanggapan ayah hanya begitu saja?! Bukankah ayah pernah mengatakan jika aku bertemu lagi dengannya, mungkin kami ditakdirkan berjodoh", ucap Ana.
Ya dulu memang Tuan Danu pernah berkata seperti itu. Namun itu hanya karena dia sembarang berkata saja. Pasalnya saat itu Ana selalu saja menanyakan tentang Ken pada ayahnya. Jadi untuk menghentikan tingkahnya, Tuan Danu berkata seperti itu. Karena sungguh tingkah Ana membuat pusing kepalanya.
"Apa mungkin kalian memang ditakdirkan Ana?! Ayah juga penasaran", ucap Tuan Danu dalam hati.
"Tapi bahkan takdir perlu diperjuangkan Ana. Ingatlah apapun yang terjadi kau harus tetap bahagia", ucapnya dengan mulut bergetar. Ada rasa yang dia tahan saat mengingat adiknya yang licik memiliki segala cara untuk mendapatkan keinginannya.
Tuan Danu hanya tinggal memiliki Ana saat ini. Maka hanya kebahagiaan Ana lah yang terpenting sekarang. Entah bagaimana akhir perangnya nanti dengan Tuan Bram, adiknya. Hanya satu keinginannya, yaitu kebahagiaan Ana.
Mengetahui gelagat ayahnya sedikit berbeda, raut kesedihan yang tersamar di wajah Tuan Danu pun tertangkap oleh mata Ana. Ana tak ingin bertanya, biar saja ayahnya nanti yang berbicara jika sudah siap. Kini Ana hanya bisa memeluk ayah sambil mengusap-usap lembut pundaknya. Kali ini dia hanya bisa membantu mentransfer energi-energi positif supaya ayah tidak bersedih lagi.
"Berjanjilah Ana, kau harus bahagia", ucap Tuan Danu dengan bulir yang menggenang di pelupuk matanya. Dan Ana membalasnya dengan anggukan kecil, masih dalam pelukan ayahnya
"Berjuanglah Ana! Jika ayah sudah menyusul ibumu, berjanjilah untuk tetap bahagia", ucap Tuan Danu dalam hati yang merasa umurnya tak lama lagi.
***
Di kantornya nan mewah, Ken berdiri di depan jendela kaca kantornya yang menyuguhkan pemandangan kota. Dengan tatapan tajamnya dan ekspresi yang sulit ditebak, Ken menikmati potret gedung-gedung bertingkat di sisi lain gedungnya. Ditatapnya pemandangan itu sambil sesekali menyesapkan rokok pada bibirnya yang bervolume.
Dalam pantulan kaca jendela tergambar bayangannya saat mencium Ana. Dia mengusap bibirnya lembut seperti masih terasa bibir Ana yang manis. Bibir pertama yang dia sentuh dan membuatnya ketagihan. Saat itu bukanlah hanya bagi Ana, bahkan itu juga yang pertama bagi Ken. Ana adalah wanita pertama baginya yang dapat membuatnya merasakan berbagai hal aneh untuk pertama kalinya. Dan hal itu yang membuatnya makin posesif ingin memiliki Ana.
"Tok, tok, tok", suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
"Masuk", ucapnya dari dalam ruangan.
"Ini Tuan yang anda minta", Han membawa sebuah amplop untuk diserahkan pada bossnya.
"Letakkan di meja dan kau teruskan lagi pekerjaanmu", perintah Ken.
"Baik Tuan!", Han meletakkan amplop itu di meja kemudian sedikit membungkuk tanda pamit undur diri dari kantor bossnya.
Ken beranjak menuju meja kerjanya. Dia meraih amplop yang dibawa Han tadi. Dia masih belum membukanya, amplop itu hanya dibolak-balik olehnya.
"Ahh, aku sungguh penasaran", ucapnya sambil tersenyum penuh arti.