Kala Azure adalah seorang kapten agen rahasia legendaris yang ditakuti musuh dan dihormati.
Namun, karier cemerlangnya berakhir tragis, saat menjalankan operasi penting, ia dikhianati oleh orang terdekatnya dan terbunuh secara mengenaskan, membawa serta dendam yang membara.
Ajaibnya, Kala tiba-tiba terbangun dan mendapati jiwanya berada dalam tubuh Keira, seorang siswi SMA yang lemah dan merupakan korban bullying kronis di sekolahnya.
Berbekal keahlian agen rahasia yang tak tertandingi, Kala segera beradaptasi dengan identitas barunya. Ia mulai membersihkan lingkungan Keira, dengan cepat mengatasi para pembuli dan secara bertahap membasmi jaringan kriminal mafia yang ternyata menyusup dan beroperasi di sekolah-sekolah.
Namun, tujuan utamanya tetap pembalasan. Saat Kala menyelidiki kematiannya, ia menemukan kaitan yang mengejutkan, para pengkhianat yang membunuhnya ternyata merupakan bagian dari faksi penjahat yang selama ini menjadi target perburuannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekolah Baru
Di bawah sorot lampu temaram jalan. Pikiran Keira melayang sesaat, di mana ia membayangkan kehidupan kerasnya saat menjadi seorang agen.
Tubuhnya penuh luka bagaikan makanan sehari-hari untuknya. Tak ada keluarga, tak ada teman dan hanya ada misi yang menemani setiap hembusan nafasnya.
Ia mendongak menatap langit yang gelap. Perlahan ia menatap mata binar penuh pertanyaan itu. "Jangan ngawur. Dia kerjanya di luar Negeri jadi jarang pulang, tentu saja kau atau tetangga yang lain gak pernah melihatnya. Dan itu juga alasanku jarang kemari."
"Oh, gitu. Pantas aja aku gak pernah melihatnya," sahut Larisa.
"Aku pulang dulu ya, Sa. Besok aku harus pergi ke sekolah baru," tutur Keira. Tanpa menunggu persetujuan Larisa ia berlari menjauh.
Larisa hanya melambai menatap punggung Keira yang perlahan menghilang di gelapnya malam.
*
*
Pagi itu tak seperti biasanya. Keira terlihat lebih bersemangat. Tas sudah melekat kokoh di pundaknya dan ia bersiap turun ke lantai bawah menemui sang ayah.
Marvin dengan wajah cerah dan senyum merekah menyambut sang putri. Ia menyodorkan kotak bekal ke arah Keira. "Ini, ambilah. Ini bekal makan siangmu sayang."
"Tapi apa kamu yakin gak mau di antar ayah. Sekolah barumu cukup jauh loh," ungkap Marvin mencoba meyakinkan sang putri.
Keira menggeleng, tangannya terulur mengambil kotak bekal dan menyimpannya ke dalam tas. "Gak Ayah. Aku udah besar, gak perlu Ayah mengantar jemputku terus. Aku bisa jaga diri."
"Gimana udah rapi apa belum?" Keira berputar membiarkan ayahnya menilai penampilannya.
Marvin mengangguk, tangannya di usapkan ke celemek yang melekat di tubuhnya. "Sudah. Kamu sudah rapi sayang. Kemarilah."
Keira mendekat ke arah meja. Marvin menangkup wajahnya dan mengecup singkat puncak kepala Keira. "Pergilah Nak. Jaga dirimu baik-baik. Kalau ada yang macam-macam kasih tau ayah, biar ayah beri pelajaran mereka."
Keira hanya tertawa pelan. "Siap Yah. Aku pasti akan lapor ke ayah kalau ada yang berani macam-macam denganku."
Ia segera melangkah ke luar. Cahaya pagi yang menyilaukan berhasil membuatnya menyipitkan mata. Keira menarik nafas panjang siap menghadapi hari.
Di dalam bus, ia duduk di kursi paling belakang. Matanya menatap layar handphone dengan penuh kosentrasi. Ia membaca informasi sekolah barunya.
Informasi itu berhasil membuatnya syok. Namun tiba-tiba bus mengerem mendadak hingga membuat tubuhnya terhuyung ke depan. Dengan reflek seorang agen tangannya dengan cepat menahan dengan bertumpu pada kursi di depannya.
Keira yang penasaran apa yang tengah terjadi berdiri berjalan mendekat ke arah depan. Di depan terlihat motor sport hitam melaju memotong jalan hingga membuat sopir menginjak rem tiba-tiba.
"Sial! Mau cari mati apa dia itu?" rutuk sang sopir kesal.
Keira kembali ke kursinya saat bus mulai melaju.
"Kayak kenal motor itu," gumamnya lirih.
Bus terus melaju membelah padatnya jalanan kota pagi itu. Hingga beberapa saat Bus berhenti di halte dekat sekolah baru Keira.
Langkah kaki Keira terhenti tepat saat sol sepatunya menyentuh garis imajiner di tengah gerbang. Deru mesin bus yang baru saja meninggalkannya masih menyisakan kepulan asap tipis, namun tatapannya sepenuhnya tersedot pada pemandangan di depannya.
Ia mendongak. Di atas sana, sebuah papan besi dengan tulisan Ironwood high yang sudah tampak usang termakan usia. Keira mengalihkan pandangannya jauh ke dalam area sekolah. Gedung tinggi dan besar itu tampak suram, dindingnya yang kusam tertutup bayang-bayang pohon besar yang memberi kesan sunyi mencekam.
"Ini mah, keluar dari sarang buaya masuk ke kandang singa. Tapi apa boleh buat, setidaknya aku harus sekolah sampai lulus SMA," rutuk Keira seraya menghela nafas.
Keira mengerutkan kening, merasa asing. Tak ada pemandangan seragam seperti sekolah lamanya. Seolah disini peraturan menjadi barang langka.
Keira meremas tali tasnya erat-erat. "Kau pasti bisa bertahan Keira. Sebelumnya bahkan kau berhadapan langsung dengan logam besi, masa gini aja kau ciut."
Setelah Keira melewati gerbang, suhu udara seolah turun beberapa derajat. Namun, rasa gerah justru datang dari tatapan pasang mata yang kini tertuju padanya.
Keira berjalan dengan punggung tegak. Ia sadar betul betapa mencolok penampilannya saat ini. Seragam yang di setrika licin, bingkai kacamata yang bertengger manis, dan rambut hitam yang di ikat sangat rapi. Di sini ia bagai berlian yang terjatuh di kubangan lumpur.
Di bawah pohon nan rindang sekelompok siswa laki-laki duduk dengan angkuh dengan asap rokok yang mengepul tebal tanpa sedikitpun rasa takut. Di sudut lain, Ia melihat pemandangan yang sama dengan sekolahnya yang dulu, "Perundungan".
Tak jauh dari sana, sepasang siswa tanpa canggung berciuman di depan pintu kelas seolah tak ada lagi privasi.
"Miris, ini sekolah apa tempat pembuangan sih."
Keira tak lantas memalingkan wajah atau gemetar. Sebagai seorang Agen Khusus, ia telah terlatih. Ia juga tahu ini adalah sekolah penampungan bagi anak-anak buangan yang di beri kesempatan kedua hanya agar angka kelulusan nasional tidak anjlok. Namun, kenyataannya di lapangan menyerupai sarang preman dari pada institut pendidikan.
'Ini bukan sekedar sekolah nakal,' batin Keira sambil menyesuaikan posisi kacamatanya.
Ia teringat saat mencoba meretas basis data sekolah ini, sebagai agen yang biasa meretas sistem data tingkat tinggi, ia justru kesulitan menembus. Data mereka tidak hanya dikunci, tapi di lindungi oleh protokol keamanan yang sangat canggih, terlalu canggih untuk sekedar sekolah bagi anak-anak bermasalah.
Alih-alih takut, bibir Keira menyunggingkan senyum tipis yang samar. Ia tidak hanya datang untuk belajar, ia datang untuk membedah apa yang sebenarnya disembunyikan di balik kekacauan ini.
Seorang siswa berambut merah terang sengaja menghalangi jalannya, meniupkan asap rokok tepat ke arah wajah Keira.
Keira berhenti, menatap mata siswa itu dengan tenang melalui lensa kacamatanya yang jernih.
Aku jadi inget sama YML, dia kan dibunuh gegara memegang kunci rahasia besar.
Semoga tiada yang curiga kalau Keira masih hidup, dan matilah kamu wahai Dewa Agung
wuuu bara api mulai menyala.. ayo, hab*skan dan hanc*rkan semua yang menyakiti..