NovelToon NovelToon
AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Isekai / Menjadi NPC / Masuk ke dalam novel / Kaya Raya
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

ongoing

Tian Wei Li mahasiswi miskin yang terobsesi pada satu hal sederhana: uang dan kebebasan. Hidupnya di dunia nyata cukup keras, penuh kerja paruh waktu dan malam tanpa tidur hingga sebuah kecelakaan membangunkannya di tempat yang mustahil. Ia terbangun sebagai wanita jahat dalam sebuah novel.

Seorang tokoh yang ditakdirkan mati mengenaskan di tangan Kun A Tai, CEO dingin yang menguasai dunia gelap dan dikenal sebagai tiran kejam yang jatuh cinta pada pemeran utama wanita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#23

Wei Li tidak ikut saat eksekusi dilakukan. Bukan karena ia tidak sanggup melihat darah, tapi karena Kun A Tai melarangnya secara langsung tanpa nada keras, tanpa perdebatan. “Kau tidak perlu ada di sana,” katanya. Wei Li tidak membantah. Ia tahu kapan harus mundur satu langkah, dan kapan tidak.

Pagi itu, ia berdiri di balkon kamar, udara Beijing yang dingin menusuk kulitnya. Tangannya terlipat di depan dada, ujung jari saling menekan tanpa sadar. Di bawah sana, kota berjalan seperti biasa orang-orang berangkat kerja, klakson bersahut-sahutan, kehidupan tetap bergerak.

Seolah tidak ada seseorang yang sebentar lagi akan menghilang tanpa jejak. 'Gue ikut muter roda ini sekarang' pikirnya 'Dan roda ini nggak berhenti cuma karena gue ragu' Ia mengusap wajahnya, lalu menghembuskan napas panjang.

Pintu kamarnya diketuk dua kali. Jae Hyun masuk dengan langkah tenang. Wajahnya netral, terlalu netral. “Selesai?” tanya Wei Li tanpa menoleh. “Belum,” jawab Jae Hyun formal. “Tapi sudah dalam proses.” Wei Li mengangguk pelan. Ia menatap gedung-gedung tinggi di kejauhan, matanya fokus tapi kosong.

“Lo tahu siapa yang bakal mati?” tanyanya. Jae Hyun terdiam sejenak. “Saya tahu siapa yang tidak akan hidup seperti sebelumnya.” Wei Li tertawa kecil. “Jawaban aman.”

“Saya dibayar untuk itu,” balas Jae Hyun. Wei Li menoleh. “Lo nggak takut?” Jae Hyun menatapnya lurus. “Takut itu normal. Tapi keraguan di tahap ini lebih berbahaya.” Wei Li memiringkan kepala. “Lo makin mirip Kun A Tai.”

“Pengaruh lingkungan,” jawab Jae Hyun singkat. Keheningan jatuh di antara mereka. Wei Li menurunkan tangannya, lalu mengepalkannya perlahan. Ia membuka dan menutup jari-jarinya, memastikan getaran kecil itu hilang. “Kalau hari ini gue nggak di sini,” katanya pelan, “lo pikir hasilnya beda?” Jae Hyun menatapnya beberapa detik sebelum menjawab. “Tidak. Tapi dampaknya ke anda mungkin berbeda.” Wei Li tersenyum miring. “Lo terlalu jujur buat ukuran asisten.”

“Saya tidak pernah pandai berbohong pada nyonya,” jawab Jae Hyun. Wei Li mendengus. “Berhenti manggil gue nyonya pas lagi santai.”

“Tidak bisa,” balas Jae Hyun tenang. “Itu batas saya.” Wei Li mengangkat tangan menyerah. “Ya udah.”

Beberapa jam kemudian, kabar datang. Singkat. Bersih. Tanpa detail yang tidak perlu. Satu orang “mengundurkan diri”. Satu orang “dipindahkan”. Satu orang “menghilang”.

Wei Li membaca laporan itu di tablet, duduk di sofa dengan satu kaki terlipat di bawahnya. Tangannya menggenggam perangkat itu terlalu kuat sampai buku-bukunya memutih. “Ini cepat,” gumamnya.

Kun A Tai berdiri di dekat jendela. “Karena dibiarkan lama akan membusuk.” Wei Li menoleh padanya. “Dan bau.” Kun A Tai mengangguk. “Dan menarik perhatian.” Wei Li menurunkan tablet. “Shen Yu An bakal tahu.”

“Dia sudah tahu,” jawab Kun A Tai. Wei Li menghela napas. Ia mengusap lengan kirinya, lalu menyandarkan punggung ke sofa. “Berapa lama sampai dia balik nyerang?” tanyanya.

“Dia tidak akan langsung,” kata Kun A Tai. “Dia akan menunggu.” Wei Li menyeringai tipis. “Nunggu gue lengah.”

“Atau orang-orang di sekitarmu,” tambah Kun A Tai. Wei Li terdiam. Nama pertama yang muncul di kepalanya bukan dirinya sendiri. “Jae Hyun,” katanya.

Kun A Tai menatapnya tajam. “Dia dijaga.” Wei Li mengangguk. “Gue tahu. Tapi itu nggak bikin gue tenang.” Kun A Tai mendekat. Ia berdiri di depan Wei Li, jaraknya cukup dekat untuk membuat udara terasa lebih berat. “Kau tidak bisa melindungi semua orang,” katanya. Wei Li menatapnya. “Aku tahu.”

“Tapi kau ingin mencoba.” Wei Li tersenyum kecil. “Itu masalahku sejak awal.” Kun A Tai tidak menyangkal. Malam itu, Wei Li sulit tidur.

Ia berbaring telentang, menatap langit-langit. Tangannya terletak di atas perut, naik turun mengikuti napas yang tidak sepenuhnya teratur. 'Gue baru aja ngebunuh orang' pikirnya. 'Nggak langsung, tapi keputusan gue bikin itu kejadian'.

Ia menutup mata, lalu membukanya lagi. 'Apa, gue nyesel?' Pertanyaan itu menggantung. Jawabannya tidak datang. Ponselnya bergetar. Pesan masuk. Nomor tidak dikenal. "Kau mengambil sesuatu dariku." Wei Li menatap layar tanpa ekspresi. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat, tapi tidak liar.

Ia mengetik balasan. "Itu milikmu?" Balasan datang hampir instan.

"Segalanya di dunia ini milikku, kalau aku cukup sabar." Wei Li menghela napas pendek.

'Drama banget', gumamnya dalam hati.Ia mengetik lagi. "Ancaman basi. Cari variasi." Beberapa detik berlalu. Pesan berikutnya membuat rahangnya mengeras. "Asistenmu tidur terlalu larut malam ini."

Wei Li duduk tegak. Tangannya mengepal. Getaran kecil muncul lagi, lebih kuat dari sebelumnya. “Bajingan,” bisiknya. Ia langsung berdiri, berjalan cepat ke pintu, lalu berhenti. Ia memejamkan mata, menarik napas panjang, memaksa pikirannya tetap dingin.

Panik itu yang dia mau, pikirnya. Jangan kasih. Ia menekan nomor Kun A Tai. “Dia mulai,” kata Wei Li begitu sambungan terangkat. “Jae Hyun?” tanya Kun A Tai langsung. “Iya,” jawab Wei Li. “Dia kirim pesan.”

“Dia aman,” kata Kun A Tai cepat. “Orangku sudah mengawasi sejak sore.” Wei Li menghembuskan napas lega, meski dadanya masih terasa sesak. “Dia main kotor.”

“Sejak awal,” jawab Kun A Tai. Wei Li menutup mata. “Aku ingin bicara langsung dengannya.”

“Tidak sekarang,” kata Kun A Tai tegas. “Dia ingin menarikmu keluar dari posisi aman.” Wei Li membuka mata. “Aku bukan umpan.” Kun A Tai terdiam sejenak. “Kau penting.” Wei Li tersenyum pahit. “Itu yang bikin gue nggak nyaman.”

Keesokan paginya, Wei Li menemui Jae Hyun di ruang makan. Pria itu terlihat normal. Terlalu normal. Wei Li duduk di depannya, melipat kedua tangan di atas meja. “Lo diikutin?” tanyanya pelan. Jae Hyun menatapnya, lalu mengangguk. “Sejak kemarin sore.”

“Dan lo nggak bilang?”

“Saya tidak ingin anda bereaksi berlebihan,” jawab Jae Hyun. Wei Li mendecak. “Lo itu berani atau bego?”

“Biasanya keduanya,” jawab Jae Hyun tenang. Wei Li menghela napas, lalu mengusap wajahnya. “Dengerin gue. Mulai sekarang, lo nggak sendirian ke mana pun.”

“Perintah?” tanya Jae Hyun.

“Iya,” jawab Wei Li tegas.

Jae Hyun mengangguk. “Baik, nyonya.”

Wei Li menatapnya lama, lalu berkata lebih pelan, “Gue nggak mau kehilangan lo.” Jae Hyun terdiam. Ada sesuatu yang berubah di matanya bukan takut, tapi pengakuan. “Saya di sini,” katanya. “Selama anda masih berdiri.” Wei Li tersenyum kecil. “Kalimat lo kayak sumpah.”

“Anggap saja begitu.” Beberapa jam kemudian, Wei Li berdiri di depan cermin. Ia merapikan rambutnya, mengamati wajahnya sendiri. Tidak ada darah. Tidak ada luka. Tapi ia tahu sesuatu di dalam dirinya sudah bergeser. 'Gue bukan lagi orang yang cuma pengen kaya' pikirnya. 'Gue orang yang lagi belajar bertahan di neraka'.

Dan Shen Yu An baru saja menyatakan perang pribadi. Wei Li meraih jaketnya. Tangannya tidak lagi gemetar.

1
Queen AL
nama sudah ke china-chinaan, eh malah keluar bahasa gue. tiba down baca novelnya
@fjr_nfs
/Determined/
@fjr_nfs
/Kiss/
X_AiQ_Softmilky
uhuyy Mangat slalu🤓💪
@fjr_nfs: /Determined/
total 1 replies
Jhulie
semangat kak
@fjr_nfs
jangan lupa tinggalkan like dan komennya yaa ☺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!